Debat Pilkada DKI Belum Sentuh Substansi

Tiga pasangan peserta Pilkada DKI 2017 saat mengikuti debat kandidat putaran kedua di Hotel Bidakara Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA.co.id – Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta menilai debat kedua perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur, yang berlangsung pada Jumat, 27 Januari 2017, diklaim lebih baik dari debat pertama.

Ketiga pasangan calon (paslon), Agus Harimurti Yudhoyono-Silvyana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno, sangat bersemangat memaparkan visi misi dan programnya.

Topik yang diperdebatkan pun tak kalah 'panas', reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan penataan tata ruang kota.

Dibilang panas karena masalah ini selalu menjadi topik pembahasan menarik dan tak pernah usang, hingga ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dipimpin oleh pasangan Ahok-Djarot.

Terlebih, dengan perolehan APBD tahun ini yang mencapai Rp70,1 triliun, seharusnya diikuti oleh pelayanan publik yang baik pula.

Komisioner Ombudsman, La Ode Ida mengatakan, debat kedua yang dipaparkan seluruh paslon hanya membahas masalah administratif alias di permukaan, dan bukan menyentuh hal yang substansial.

"Yang kemarin hanya membahas 'cover' bukan 'kulitnya'. Harusnya, mereka menjelaskan ke masyarakat kebijakan apa yang akan dijalankan ketika menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Jadi lebih ke action," kata La Ode kepada Kabar Petang tvOne, Minggu, 29 Januari 2017.

Berdasarkan catatan Ombudsman, pada 2016, DKI Jakarta berada di urutan ke-14 sebagai daerah yang dilaporkan. Menurut La Ode, pihaknya mendapatkan 11 laporan yang di antaranya pelayanan diskriminatif dan tidak responsif serta tidak adanya pelayanan khusus bagi warga Jakarta yang berkebutuhan khusus, seperti penyandang disabilitas.

"Tahun lalu Jakarta masuk zona kuning. Artinya, sudah bagus tetapi masih ada beberapa yang perlu diperbaiki. Ini pekerjaan rumah besar bagi seluruh pasangan calon untuk membuat Jakarta ramah bagi semua," ungkap La Ode.

Sementara itu, Ketua KPUD DKI Jakarta, Sumarno menjelaskan, diangkatnya tema reformasi birokrasi dalam debat kedua karena persoalan tata kelola pemerintahan cukup fundamental. Menurut dia, paparan visi misi dan program para paslon kali ini akan menentukan kualitas layanan publik ke depan.

"Kami juga mengangkat aktornya yaitu birokrat. Karena, merekalah yang akan mereformasi birokrasi serta melakukan penataan kawasan perkotaan. Akan tetapi, hasil dari debat kemarin kami serahkan ke masyarakat dan pengamat untuk menilai," tutur Sumarno.

Tatib tidak tegas

Adapun, Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia, Said Salahuddin, menyebut penyelenggaraan debat kedua mengalami peningkatan. Kendati demikian, masih ada beberapa hal lain yang perlu diperbaiki.

Menurut dia, penambahan durasi debat, moderator yang sedikit lebih luwes, serta kemeriahan acara yang ditunjukkan oleh para pendukung paslon menjadi sedikit contoh dari adanya peningkatan dari sisi teknis penyelenggaraan.

Akan tetapi, Said melanjutkan, dari sisi pengaturan debat KPU DKI Jakarta dirasa masih kurang mampu merumuskan aturan main debat yang lebih memadai.

Hal ini terlihat dari tata tertib (tatib) debat yang hanya memuat empat poin aturan yang tidak cukup tegas untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan muncul dari para paslon.
 
"Di segmen keempat, paslon nomor tiga, Anies-Sandiaga diberikan kesempatan untuk bertanya kepada paslon nomor satu, Agus-Sylviana. Alih-alih menanyakan visi misi dan program dari paslon satu, Sandiaga justru meminta pendapat Sylviana mengenai reformasi birokrasi dan kepemimpinan yang dijalankan paslon nomor dua, Ahok-Djarot," kata Said, melalui keterangan persnya.
 
Ia mengungkapkan, dari fragmen yang tidak terduga itu, Sandiaga bisa saja disebut cerdik. Pertanyaannya, apakah taktik bertanya ala Sandiaga ini menyalahi aturan debat? Di sini masalahnya.

"Dalam poin keempat tatib hanya menyebutkan pertanyaan antarkandidat mempertanyakan program, visi, dan misi kandidat lainnya. Karena ada tiga kandidat, maka tafsir atas aturan itu menjadi debatable," kritik Said.

Contoh lainnya juga terjadi, masih di segmen keempat, adalah ketika Sylviana sempat memposisikan jempol tangannya ke arah bawah (thumbs down) dalam merespons pernyataan Ahok.

Dari momen yang terekam oleh kamera itu bisa saja dimaknai bahwa Sylviana telah bersikap kurang sopan, tetapi bisa juga dianggap sebagai hal yang biasa saja. Sebab, thumbs down bisa juga dimaknai sebagai suatu respons ketidaksetujuan.

Lagi-lagi, apakah sikap Sylviana melanggar aturan debat? "Ini yang tidak clear. Karena, dalam tatib debat tidak diatur secara jelas mengenai batasan sikap atau perilaku yang dilarang untuk dipertontonkan oleh para paslon selama acara debat," ujarnya.

Said pun menyentil tingkah Ahok di segmen kelima debat. Saat itu, tiba-tiba saja Ahok maju ke tengah panggung debat dengan bertingkah bak orang yang sedang menari.

Ekspresi tak lazim itu dipertontonkan seolah-olah sedang ingin ‘menengahi’ perdebatan yang sebetulnya tidak perlu terjadi antara Anies dan Sylviana. Padahal, pada saat itu Ahok belum mendapatkan giliran tampil.
 
"Jika ditinjau dari sisi etika dan unsur kepantasan, maka tingkah laku Ahok bentuk ‘pelecehan’ terhadap forum debat. Sebab, debat sejatinya merupakan mimbar politik yang bersifat formal atau resmi. Apakah Ahok telah melanggar aturan debat? Jawabnya tidak pasti," kata Said.

Oleh karena itu, Said mengimbau dalam pelaksanaan debat ketiga atau putaran terakhir yang digelar pada Jumat, 10 Februari 2017, KPU DKI Jakarta memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat dalam tatib debat, dengan berkaca dari putaran pertama dan kedua.

Saling berebut elektabilitas

Pengaruh debat Pilkada DKI Jakarta juga terbaca dengan dinamika hasil polling melalui media sosial Twitter. Portal VIVA.co.id misalnya, menggelar polling atau penghitungan suara untuk calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada DKI 2017.

Lewat akun Twitter-nya, setelah menyaksikan Debat Kedua Pilkada DKI pada Jumat malam, 27 Januari 217, pasangan calon mana yang akan Anda pilih?

Menurut hasil polling, Minggu, 29 Januari 2017, dari total 11.475 pemilih yang mengikuti polling VIVA.co.id, sebanyak 48 persen memilih paslon nomor urut 3, Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.

Dilanjut ke paslon nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat sebesar 45 persen dan paslon Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, berada di posisi buncit yang hanya meraup suara tujuh persen pilihan netizen.

Pengumpulan pendapat netizen ini diawali VIVA.co.id untuk mengumpulkan bagaimana persepsi netizen di linimassa Twitter, setelah digelarnya debat untuk pertama kali terhadap ketiga pasangan tersebut oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada Jumat 13 Januari 2017.

Hasto: Ahok Belum Terdaftar Jadi Kader PDI Perjuangan

Selain itu, terdapat empat lembaga survei yang merilis hasil jajak pendapat setelah debat pasangan kandidat dilangsungkan, yaitu Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Populi Center, Alvara Research Center dan Indikator Politik Indonesia. Hasil survei pula beragam.

LSI milik Denny Januar Ali menunjukkan hasil bahwa pasangan Ahok-Djarot dan Agus-Sylviana akan melaju ke putaran kedua. Sementara itu, pasangan Anies-Sandi akan pupus di putaran pertama dengan tingkat elektabilitas 21,4 persen.

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

Menurut survei LSI, pasangan Agus-Sylviana memiliki elektabilitas tertinggi yakni 36,7 persen dan Ahok-Djarot menyusul di angka 32,6 persen. Angka elektabilitas petahana setelah debat perdana menurut survei LSI melonjak naik setelah pada 19 November 2016, LSI sempat merilis bahwa elektabilitas Ahok-Djarot pada saat itu ada di angka 10,6 persen.

“Citra buruk tersangka,” kata peneliti LSI, Ardian Sopa, alasan anjloknya elektabilitas Ahok pada November tahun lalu.

Djarot: Ahok Minta Pendukungnya Tak Golput

Sementara itu, pada rilis Populi Center, 22 Januari 2017, ditunjukkan bahwa elektabilitas Ahok-Djarot ada di angka 36,7 persen, Anies-Sandiaga 28,5 persen dan Agus-Sylviana 25,0 persen.

Tiga hari setelah survei Populi, lembaga survei Indikator Politik Indonesia juga merilis hasil survei Pilkada Jakarta. Menurut hitungan survei lembaga yang dipimpin Burhanuddin Muhtadi ini, elektabilitas Ahok-Djarot meningkat menjadi 38,2 persen setelah sebelumnya hanya 31,8 persen.

Sementara itu, elektabilitas Agus-Sylviana berada di angka 26,5 persen dan Anies-Sandiaga dengan 23,6 persen.

“Tren pasangan Anies-Sandi cenderung stabil dari 23,9 persen pada bulan Desember 23,6 persen pada bulan Januari,” kata Burhanuddin Muhtadi.

Terakhir, Alvara Research Center juga mengumumkan hasil survei soal elektabilitas para calon. Pasangan Ahok-Djarot kembali unggul dengan tingkat keterpilihan 34,83 persen. Sementara itu, pasangan Agus-Sylviana mendapatkan 31,75 persen dan pasangan calon Anies-Sandiaga mendapatkan elektabilitas 22,17 persen.

“Sementara pemilih yang belum menentukan pilihan sebesar 11,25 persen sehingga Pilkada DKI berpotensi dua putaran. Pasangan Agus-Sylviana dan Ahok-Djarot yang berpotensi maju di putaran dua,” kata Chief Executive Officer (CEO) Alvara Research Center, Hasanuddin Ali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya