Semarak Imlek dalam Kesederhanaan
- ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
VIVA.co.id – 2000 menjadi tahun yang istimewa bagi warga keturunan Tionghoa di Tanah Air. Setelah sekian puluh tahun perayaan Tahun Baru China atau dikenal dengan sebutan Imlek, sempat dilarang di Indonesia pada masa Orde Baru, di masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, salah satu perayaan penting dalam budaya etnis Tionghoa ini pun diperbolehkan.
Tiga tahun kemudian, Imlek pun ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Pada 2017, Imlek jatuh pada Sabtu, 28 Januari. Tahun Baru Imlek 2568 menandai dimulainya tahun Ayam pada kalender Tionghoa, yang penanggalannya menggunakan perputaran Matahari dan Bulan (lunisolar).
Tahun ini menjadi tahun Ayam Api. Ayam merupakan hewan ke-10 dari 12 simbol yang ada dalam zodiak China. Tahun Ayam selalu datang setelah Monyet dan diikuti dengan tahun Anjing. Berdasarkan siklus, maka tahun Ayam kembali akan berulang pada 2028.
Dalam astrologi China, setiap tahun tidak hanya berkaitan dengan zodiak, tetapi juga salah satu dari lima elemen: Emas (Metal), Kayu, Air, Api, atau Tanah.
Zodiak dan elemen tadi lantas membentuk astrologi tahun. Misalnya, 2017 adalah tahun Ayam Api. Kombinasi shio dan elemen berulang setiap 60 tahun.
Menurut kepercayaan warga Tionghoa, keduanya diyakini memengaruhi kepribadian dan nasib seseorang.
Umumnya, Tahun Baru Imlek dikenal juga sebagai festival musim semi. Dimulai pada hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di hari ke-15.
Tahunnya kerja keras
Dilansir dari China Highlights, tahun Ayam Api dimulai dari 28 Januari 2017 hingga 15 Februari 2018. Ayam Api merupakan simbol kerja keras, sehingga masyarakat Tionghoa meyakini tahun ini adalah waktu yang tepat untuk bekerja lebih keras dan lebih bersabar demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut astrologi China, tahun ini juga menjadi tahun yang penuh dengan integritas dan efisiensi. Kerja keras menjadi kunci mencapai keberhasilan.
Begitu pun dengan mereka yang masih lajang, Tahun Ayam Api diyakini merupakan tahun yang baik untuk menikah dan memulai hidup baru, karena masyarakat Tionghoa percaya tahun 2017 akan memberikan banyak keberuntungan dalam hal perkawinan.
Meski api identik dengan warna merah menyala, tahun ini disarankan untuk menghindari mengenakan warna merah. Warna-warna yang akan melengkapi unsur merah dan api, seperti cokelat atau kuning dipercaya akan mendatangkan keberuntungan dan kemakmuran di tahun Ayam Api ini.
Ragam tradisi
Menurut sejarah, Imlek menjadi perayaan yang dilakukan para petani di Tiongkok dalam menyambut musim semi, dan awal tahun yang ditandai dengan kembali bercocok tanam. Di tahun baru, mereka berharap akan hasil panen yang melimpah. Hal tersebut karena saat itu mayoritas penduduk China berprofesi sebagai petani.
Seiring perkembangan zaman, kini banyak warga keturunan Tionghoa merayakan tahun baru sebagai awal tahun berbisnis. Mereka berharap di tahun baru mampu meraih profit dan kesuksesan di berbagai bidang. Itulah mengapa beragam tradisi dan persiapan Imlek lantas dilakukan demi terwujudnya harapan-harapan mereka.
Ritual persiapan jelang perayaan tahun baru China termasuk membersihkan klenteng, dilaksanakan menjelang perayaan Imlek sebagai bentuk penghormatan bagi leluhur. Selain itu, untuk memberi rasa nyaman bagi umat yang akan bersembahyang.
Seluruh patung-patung dewa dicuci dan dibersihkan guna menyambut perayaan Imlek. Ritual membersihkan klenteng serta memandikan Dewa dan Dewi sebelum Imlek, juga dilakukan untuk memberikan semangat kebersamaan antarwarga Tionghoa.
Sejak diberlakukan kebijakan menghormati pluralisme yang diberlakukan di era Gus Dur, segala pernak-pernik Imlek juga selalu mudah ditemui menjelang perayaannya. Sejumlah barang dan atribut yang berkaitan dengan Imlek sudah banyak diburu, mulai dari dupa, lampion, angpao merah hingga kembang api.
Selain sekadar untuk koleksi, juga digunakan untuk acara sembahyangan saat tahun baru tiba atau untuk menghias rumah dan jalan-jalan. Begitu pula dengan deretan acara menarik, seperti festival dan pertunjukan barongsai.
Seperti di kawasan pecinan di area Pasar Gede, Solo, yang setiap tahunnya selalu dipercantik dengan ribuan lampion yang dipasang mulai dari Jalan Urip Sumoharjo, Jalan RE Martadinata hingga Bundaran Gladag di Jalan Jenderal Sudirman.
Lampion yang dipasang untuk memeriahkan Tahun Baru Imlek 2568/2017 berjumlah sebanyak 5.000 lampion. Kehadiran lampion pun menarik warga untuk selfie. Ribuan orang berkunjung di kawasan Pasar Gede, selfie dengan latar suasana ala China Town.
Perayaan Imlek di Manado, Sulawesi Utara hari ini, tampaknya juga tak kalah semarak. Betapa tidak, sekitar 2.000 turis asal Tiongkok diperkirakan meramaikan perayaan tahun baru China tersebut.
Selain Imlek, para turis itu juga akan mengikuti acara Cap Go Meh, dan Tulude (budaya Sangihe) di Manado mulai 28 Januari hingga 3 Februari 2017.
Kegiatan tahunan ini sifatnya kolaborasi antara pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pariwisata RI, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan Pemerintah Kota Manado.
Lain lagi dengan di Surabaya, Jawa Timur. Lampion-lampion berkarakter shio dan light garden meramaikan Festival Imlek.
Imlek juga menjadi momen yang tepat untuk berlibur dan mengunjungi kerabat di kota lain. Banyak yang merencanakan berlibur ke luar maupun dalam negeri. Berdasarkan data pemesanan tiket pesawat di Pegipegi, pada periode tahun baru Imlek 2016, ada lima kota yang menjadi destinasi favorit.
Dari lima kota ini, Jakarta menduduki peringkat pertama sebesar 50 persen, disusul Surabaya sebanyak 22 persen, Medan 11 persen, Batam 9 persen, lalu Padang 8 persen.
Imlek dalam kesederhanaan
14 tahun sejak Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, beragam respons datang dari warga keturunan Tionghoa di Tanah Air. Salah satunya Karel (24), warga etnis Tionghoa di Jakarta. Menurutnya, secara personal ia tidak merasakan dampak berarti, karena ia tetap harus bekerja di tahun baru Imlek.
“Saya tetap harus bekerja di hari itu, karena tempat kerja saya memang tidak ada libur, kecuali hari raya populer seperti Natal, tahun baru (Masehi) atau Lebaran. Selebihnya masih seperti biasa," ujar Karel saat ditemui VIVA.co.id di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Januari 2017.
Meski begitu, wanita yang sehari-hari berprofesi sebagai barista itu mengatakan, dilihat dari konteks agamanya, sudah terlihat adanya toleransi dan penghormatan terhadap kultur Tionghoa yang memang berabad-abad sudah ada di Tanah Air.
"Dan ini hari besar agama Khonghucu yang hampir dua dekade diakui di sini. Semoga Imlek tahun ini berjalan sebagaimana mestinya, damai dan penuh kasih," katanya.
Seperti warga keturunan Tionghoa lainnya, Karel dan keluarga biasanya merayakan Imlek dengan mengunjungi sanak saudara, bagi-bagi angpao dan bersantap bersama sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diterima di tahun sebelumnya.
Begitu pula yang dilakukan oleh para selebriti berdarah Tionghoa di Tanah Air, salah satunya Tina Toon yang mengaku punya deretan menu hidangan khas Imlek yang tak pernah absen dinikmati bersama keluarga.
"Kue keranjang, lapis legit, mi sua, mi panjang umur, terus makan jeruk, apel. Ada yee shang, itu salad China. Ikan yang lambang rezeki apa saja boleh, tapi biasanya kita ikan bandeng," ujar wanita berusia 23 tahun tersebut Kamis, 26 Januari 2017.
Sementara itu, artis Femmy Permatasari selalu sibuk mencari pakaian untuk anak-anaknya, membeli kertas angpao, bunga Mei Hua, dan kue keranjang untuk dibagi-bagikan setiap menjelang Imlek.
"Kalau untuk kebiasaan, biasanya malam Imlek kita sekeluarga besar kumpul di satu restoran. Lalu pada hari Imlek, kumpul di rumah. Jadi lebih nyaman dan seru di rumah," ucap Femmy saat ditemui di kawasan Jakarta Barat, Minggu, 22 Januari 2017. (art)