Rolls-Royce 'Setrum' PLN
- Istimewa
VIVA.co.id – Geger, pejabat BUMN di Tanah Air terima suap dari Rolls-Royce. Tak cuma eks Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, perusahaan raksasa penyedia mesin itu diduga kuat menyuap sejumlah pejabat PT Perusahaan Listrik Negara.
Adalah lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), yang telah mempublikasikan hasil penyelidikannya terkait kasus suap Rolls-Royce kepada sejumlah perusahaan berpengaruh di sejumlah negara.
Salah satunya menyebutkan, perusahaan asal Inggris itu menyuap pejabat-pejabat PLN untuk memenangkan tender proyek pemeliharaan Pembangkit Listrik Tanjung Batu, Samarinda, Kalimantan Timur.
Berdasarkan dokumen fakta yang diterbitkan SFO, praktik suap Rolls-Royce kepada pejabat PLN terjadi pada 2007. Hubungan perantara itu sudah terjalin pada 1990an, ketika Rolls-Royce menjual dua paket generator kepada PLN.
Kemudian, pada tahun 2000, Rolls-Royce mendapatkan kontrak pemeliharaan untuk tujuh tahun ke depan. Di saat kontrak pemeliharaan akan habis, pada tahun 2006, PLN membuka tender terbuka terkait layanan jangka panjang atau Long Term Service Agreement untuk pemeliharaan instalasi.
Dalam laporan itu, seorang direktur perusahaan, yang juga disebut Perantara 7, kemudian memberitahukan Rolls-Royce bahwa mereka harus mengikuti tender terbuka, menyusul situasi baru di PLN mengenai pengawasan korupsi. Artinya, PLN menghindari negosiasi langsung.
Dengan situasi yang berubah terkait ketatnya pengawasan korupsi di tubuh PLN, Rolls-Royce kemudian membuat strategi dan melakukan kongkalikong dengan pegawai-pegawai PLN serta perusahaan kompetitor untuk memenangkan tender.
Bila Rolls-Royce memenangkan tender tersebut, perusahaan berjanji akan memberikan komisi perantara dua persen dari total nilai kontrak kepada individu-individu PLN dan perusahaan kompetitor.
Dalam proses tender tersebut, perusahaan kompetitor pun memberikan penawaran harga US$1 juta lebih tinggi dari Rolls-Royce. Akhirnya, Rolls-Royce memenangkan tender dan membayar komisi perantara secara bertahap selama masa perjanjian layanan jangka panjang.
Pada Januari 2012, penyelidikan internal terkait pembayaran tersebut dilakukan. Dan, pada Maret 2013, konfirmasi dilakukan bahwa perantara itu tidak melanggar kontrak atau hukum yang berlaku. Meskipun, pihak perantara bertindak korup atas nama Rolls-Royce. Dan, Rolls-Royce tetap terus melakukan pembayaran kepada pihak perantara hingga Juli 2013.
KPK Diminta Usut
Komisi VII DPR DPR yang membawahi bidang energi dan sumber daya mineral, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menindaklanjuti temuan lembaga antikorupsi Inggris itu.
"Ya, saya kira diungkap saja, dan itu pasti sudah menjadi bahan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Tentu harus ada perlakuan yang sama, kepada lembaga mana pun, kepada siapa pun," kata Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan Pasaribu, kepada VIVA.co.id, Senin, 23 Januari 2017.
Praktik korupsi dalam temuan yang diungkap SFO itu terjadi pada tahun 2007, namun Gus Irawan mengaku belum pernah mendengar ada praktik kotor seperti itu.
Walaupun praktik itu diduga telah berlangsung sejak lama, tapi dia menilai kasus tersebut tetap harus segera diusut. Apalagi temuan itu diperoleh dari lembaga yang juga mengungkap kasus suap Emirsyah Satar. Karena itu, KPK dinilai tepat untuk masuk, menyelidiki dugaan keterlibatan sejumlah pejabat PLN.
"Belum kedaluwarsa itu. Kami persilakan supaya bisa diusut saja, agar tidak ada kesan tebang pilih, supaya ada pembelajaran juga. Saya kira ini harus diperlakukan sama lah, dibuka saja segera," ujar Gus.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi VII, Kurtubi. Politikus Partai Nasdem itu menilai temuan SFO sangat serius. Sehingga, KPK harus segera mengecek temuan SFO itu.
"Harus diusut tuntas. Mantan Direktur Garuda saja jadi tersangka, pejabat PLN juga harus diperiksa. SFO ini kan KPK-nya Inggris, datanya bisa valid. KPK Indonesia harus menindaklanjuti ini," kata Kurtubi kepada VIVA.co.id.
Setali tiga uang, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Rinaldy Dalimi, menilai kasus dugaan suap dalam proses tender antara PLN dengan Rolls-Royce, harus diungkap. Sebagaimana komitmen pemerintah Indonesia, ingin memerangi kejahatan korupsi.
"Pemerintahan yang sekarang dan dahulu mulai sejak KPK ada, itu sudah bertekad ingin memberantas, makanya ditangkapi. Jadi saya rasa korupsi memang harus diberantas," kata Rinaldy kepada VIVA.co.id.
Ketua Komisi VI DPR, Teguh Juwarno, mengapresiasi KPK yang membongkar skandal korupsi mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Dia berharap, KPK juga membongkar dugaan korupsi yang terjadi di BUMN lain.
"Kami sangat mendorong KPK untuk terus bergerak menelisik dugaan korupsi di BUMN-BUMN yang merugi," kata Teguh.
KPK yang masih fokus menangani kasus suap jual-beli mesin dan pesawat untuk Garuda Indonesia dengan tersangka Emirsyah Satar, menyatakan telah menerima banyak dokumen dari SFO. Termasuk mengenai dugaan suap Rolls-Royce kepada pejabat PLN.
Namun, sampai saat ini, lembaga antirasuah itu masih mempelajari kasusnya. "Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, kami (KPK) mendapat informasi banyak dari SFO dan CPIB (lembaga antikorupsi Singapura). Kami sedang pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Senin, 23 Januari 2017.
Sebelumnya, usai penetapan Emirsyah Satar sebagai tersangka suap, Ketua KPK, Agus Rahardjo, mengultimatum para penyelenggara negara di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar tidak coba-coba melakukan praktik korupsi.
Sebab, KPK juga bisa mengendusnya, meskipun suap itu dilakukan di luar negeri. "Karena kami bisa mengendus dan bisa membuktikan semua," kata Agus Rahardjo.
Agus menjelaskan, pihaknya telah bekerja sama dengan lembaga antikorupsi di negara lain. Karena itu, mudah bagi KPK untuk mengusut kasus korupsi yang bersifat transnasional atau lintas negara.
PLN Siap Bekerja Sama
PT PLN sendiri belum mengetahui secara utuh kasus suap yang diduga melibatkan sejumlah pejabatnya. Dikonfirmasi, Kepala Satuan Unit Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, mengatakan pihaknya akan mengumpulkan seluruh informasi.
"Ya, memang sudah banyak dari pemberitaan. Kami menunggu saja, sambil saya masih mencari informasi dulu, sejauh mana. Jadi (mencari) informasi di internal, apa ada kebenaran seperti itu, seperti (pemberitaan) di luar itu," kata I Made kepada VIVA.co.id, Senin, 23 Januari 2017.
Meski begitu, I Made menegaskan, pihaknya tetap tunduk kepada hukum, jika Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penyidikan terhadap kasus ini. PLN siap bekerja sama dengan baik.
"Kalau ada penyidikan, silakan berjalan dulu, supaya kita tidak mendahului dulu. Kami tetap tunduk. Kalau sudah waktunya kita bikin konferensi pers," kata I Made. (one)