Penanganan Gempa Bumi Harus Jadi Prioritas Pemerintah
- ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
VIVA.co.id – Gempa bumi kembali melanda Bumi Pertiwi awal pekan ini. Setelah meluluhlantakkan tiga kabupaten di Provinsi Aceh, yaitu Pidie Jaya, Pidie, dan Biereun, pada Rabu, 7 Desember 2016 lalu, gempa berkekuatan 5,6 Skala Richter baru-baru ini mengguncang Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Kalangan pengamat dan para ahli sudah jauh-jauh hari mengingatkan bahwa Indonesia termasuk negara yang rawan gempa bumi. Lindu di Deli Serdang memperkuat klaim itu.
Berbeda dengan banjir, bencana alam yang satu ini sangat sulit diprediksi. Maka, pemerintah sudah seharusnya menjadikan penanganan gempa bumi sebagai prioritas. Tidak saja dalam hal pemulihan setelah gempa, namun juga mendidik masyarakat untuk tetap waspada dan tidak panik serta selalu mengantisipasi gempa bumi, yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Peristiwa terkini terjadi pada Senin, 16 Januari 2017 sekitar pukul 19.42 WIB. Gempa berpusat di darat [koordinat 3,33 Lintang Utara dan 98,46 Bujur Timur] dengan kedalaman 10 kilometer, berjarak 28 kilometer dari arah Barat Daya Deli Serdang atau sekitar kaki Gunung Sinabung yakni sekitar 33 kilometer Timur Laut dari Kabupaten Karo.
Tapi rupanya, berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, gempa itu merupakan gempa susulan. Sebelumnya, gempa terjadi pada pukul 19.13 WIB dengan kekuatan 3,9 SR. Pusatnya yakni 23 km Barat Daya Deli Serdang, dengan kedalaman 10 km. Setelah itu, setidaknya ada 29 kali gempa bumi susulan melanda wilayah Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, menuturkan bahwa gempa bumi tektonik dengan kekuatan 5,6 Skala Richter yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, merupakan jenis gempa bumi dangkal.
Menurutnya, gempa tersebut terjadi akibat aktivitas sesar/patahan lokal dan bukan disebabkan oleh aktivitas Sesar Besar Sumatera (Sumatera Fault Zone). Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan, gempa bumi ini dipicu oleh mekanisme sesar mendatar.
"Peta tektonik setempat memang menunjukkan, di sebelah tenggara Berastagi dekat lokasi pusat gempa bumi terdapat beberapa struktur sesar lokal yang belum memiliki nama sehingga wajar jika di wilayah ini terjadi aktivitas gempa bumi," ujarnya.
Dampak Gempa
Gempa yang mengguncang wilayah Deli Serdang tersebut segera menyebabkan sejumlah bangunan rusak. Tak hanya di Deli Serdang tapi juga di wilayah sekitarnya.
Misalnya sebuah pusat perbelanjaan di kota Medan, Focal Point Mall, mengalami kerusakan yang cukup parah. Kaca pintu bagian depan pecah.
Selain kaca, gempa tersebut juga mengakibatkan plafon mal itu ambruk. Namun, tak ada korban jiwa. Sementara, petugas segera mengganti kaca tersebut.
Selain mal tersebut, Bandara Kualanamu, Medan, juga turut terdampak. Satu-satunya landasan pacu yang ada di bandara itu mengalami kerusakan di bagian ujung, yang ada di arah Barat Daya landasan, yakni Runway 05.
Gempa juga turut mengakibatkan satu unit rumah warga di Desa Ujung Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, rusak berat, dan sebuah mobil ikut rusak tertimpa material bangunan.
Kemudian, 84 rumah milik warga di Kabupaten Karo rusak. Rinciannya, tujuh unit rusak berat dan 77 rumah rusak ringan. Selain rumah, gempa juga menyebabkan satu unit sekolah dan satu unit masjid, satu unit mobil rusak ringan.
Sementara, sebanyak tiga bangunan sekolah di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara juga dilaporkan mengalami kerusakan akibat gempa tersebut.
Meskipun demikian, tercatat tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut. Gempa hanya membuat warga panik dan berhamburan keluar rumah atau gedung untuk menyelamatkan diri.
Peta Gempa
Seringnya gempa melanda wilayah di tanah air tentu membuat masyarakat cemas dan khawatir. Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, pun memberikan penjelasan mengenai peta daerah yang rawan gempa.
"Peta rawan gempa di wilayah Indonesia tercermin dari lokasi sebaran pembangkit gempa bumi," kata Daryono kepada VIVA.co.id, Selasa, 17 Januari 2017.
Dia menuturkan bahwa zona rawan gempa akibat aktivitas subduksi lempeng tersebar di sebelah barat Sumatera, Selatan Jawa, NTB, NTT berbelok ke laut Banda. Kemudian utara Sulawesi Utara, laut Maluku Utara dan utara Papua. Sementara itu, lanjutnya, zona rawan gempa akibat sesar aktif terletak di sepanjang jalur sesar Pulau Sumatera, daratan Pulau Jawa, sebelah utara Bali, NTT, dan NTB.
"Sesar aktif juga terdapat di Sulawesi Tengah, Selatan, Tenggara, dan Utara. Sesar aktif di Papua tersebar hampir di seluruh pulau," katanya.
Daryono mengatakan bahwa seluruh wilayah tersebut di atas patut diwaspadai. Alasannya jelas, sumber pembangkit gempa di wilayah Indonesia begitu banyak.
"Kapan terjadi, gempa tidak dapat diprediksi," ujarnya.
Terkait sistem deteksi dan monitoring gempa, Daryono memastikan sudah beroperasi dengan baik di BMKG. Dia menegaskan bahwa kecanggihannya sudah sejajar dengan sistem monitoring gempa di negara-negara maju.
"BMKG dapat memberikan informasi, parameter gempa dalam waktu 5 menit pasca gempa, termasuk sistem peringatan dini tsunami," katanya.
Lantas, bagaimana dengan upaya meminimalisasi kerusakan? Daryono menuturkan bahwa meminimalisasi kerusakan nerupakan langkah penting yang harus dilakukan agar risiko korban gempa juga dapat ditekan. Menurutnya, harus ada sosialisasi pentingnya rumah tahan gempa kepada masyarakat, tukang, dan pemborong.
"Besi tulangan harus kuat, batu bata dan adonan semen harus memiliki kualitas yang bagus agar rumah tembok kuat menahan guncangan gempa. Rumah aman gempa juga tak harus mahal, rumah dengan bahan dasar kayu dan bambu yang didisain menarik juga bagian dari rumah aman gempa," lanjut Daryono.
(ren)