Tradisi Maut Taruna STIP
- youtube.com
VIVA.co.id – Lagi-lagi nyawa seorang taruna di sekolah pencetak pelaut andal Indonesia, melayang hanya karena sebuah tradisi senioritas yang berlebihan.
Dia, Amirullah Adityas Putra, taruna tingkat satu di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta. Amir menjadi korban terbaru rentetan kasus kekerasan berujung maut yang pernah terjadi di sekolah tinggi itu.
Taruna kelahiran 1998 itu meregang nyawa di dada seniornya ketika kekerasan fisik itu terjadi di lantai dua kamar 205, Gedung Dormitory Ring 4, STIP Marunda, Cilincing, Jakarta Utara
Amir tewas dalam kondisi mati lemas, sesuai dengan berbagai temuan tim dokter forensik RS Polri, ketika melakukan autopsi jasad korban.
"Di bibir bagian bawah sebelah dalam terdapat luka lecet. Selain itu, pada bagian organ dalam tubuh korban, ditemukan tanda-tanda korban mati lemas. Terdapat bintik pendarahan dan resapan darah pada paru-paru, jantung dan dalam perut," ujar Kepala Polres Jakarta Utara, Kombes Awal Chairuddin, kemarin.
Berdasarkan pengakuan pelaku, Amir dipukuli tidak seorang diri, setidaknya ada lima taruna junior yang pada Selasa malam, 10 Januari 2017, dibawa lima senior mereka ke lokasi untuk dipukuli.
Dari kelima senior, hanya empat yang ditetapkan sebagai terduga pemukulan terhadap Amir. Mereka masing-masing Sisko Mataheru (19 tahun), Iswanto (21 tahun), Akbar Ramadhan (19 tahun) dan Willy Hasiholan (20 tahun)
Menurut Awal, tubuh Amir tumbang di dada senior bernama Willy Hasiholan, hingga akhirnya tewas, setelah dievakuasi dari lokasi ke ruang perawatan oleh pelaku.
Selain itu, pelaku juga mengakui pemukulan itu terjadi karena mengikuti sebuah tradisi kekerasan dalam kelompok drum band internal sekolah. Dalam tradisi itu, setiap junior yang akan menerima alat musik dalam kelompok, harus menjalani prosesi penganiayaan terlebih dahulu.
"Jadi motif awal penganiayaan karena para taruna tingkat dua, akan serah terima alat musik drum band kepada taruna tingkat 1 STIP, " kata Awal.
Menurut Awal, tradisi itu seharusnya tidak terjadi dan senormalnya seorang senior membina junior yang akan terlibat dalam kelompok musik dengan mengajarkan mereka memainkan alat musik, bukan dengan melakukan kekerasan fisik.
"Seharusnya hal tersebut tidak dilakukan. Yang harusnya dilakukan para senior itu, membina atau mengajarkan cara memainkan alat musik tersebut," kata dia.
Rentetan Maut di STIP
Kasus kekerasan maut di STIP seharusnyatak bisa didiamkan begitu saja, karena selama tiga tahun terakhir sudah ada tiga taruna yang tewas karena tindak kekerasan oleh senior kepada junior yang masih menjadi tradisi di sana.
Pada 6 April 2015 misalnya. Seorang taruna bernama Daniel Roberto Tampubolon, diduga dianiaya oleh tujuh seniornya.
Kejadian itu bermula, dari adu mulut antara pelaku dan korban. Pelaku lantas menganiaya hingga meminta korban minum air cabai. Dalam kejadian ini, lima orang pelaku dipecat dan dua orang diskors.
Sebelumnya, pada 25 April 2014, seorang mahasiswa STIP, Dimas Dikita Handoko (19 tahun) juga tewas, usai dianiaya seniornya. Begitu pula enam rekan Dimas, dianiaya tujuh seniornya hingga luka-luka.
Ketika itu, pelaku memanggil para korban ke tempat indekos pelaku di Jalan Kebon Baru Blok R Gang II Nomor 29 RT 17 RW 12, Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
Di sana, para korban diceramahi oleh para pelaku. Para korban juga dipukuli di bagian perut, dada dan ulu hati. Pelaku juga menendang kaki, perut, serta menampar pipi korban. Akibat kejadian ini, tujuh orang dikeluarkan dari sekolah tersebut.
Ubah Tradisi
Kematian Amir setidaknya telah membuka mata pemangku kebijakan negeri bahwa harus ada sebuah sistem mendidik taruna yang baik di sekolah itu. Karena, selama ini sistem pendidikan yang baik tak berjalan. Terbukti dengan berjatuhannya korban jiwa di STIP.
"Kita akan periksa pihak STIP nantinya, kita akan lihat sistem pengasuhan yang ada di STIP tersebut. Tujuannya kan untuk mencetak kader pelayaran yang andal, namun kita harus lihat bagaimana sistem didik mereka," ujar Awal.
Langkah awal ditempuh Kementerian Perhubungan adalah membebastugaskan Ketua STIP Weku F Karuntu dari jabatan dan membentuk tim investigasi yang berada di bawah komando Kepala Badan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dari Kementerian Perhubungan.
"Dan kami menunjuk pelaksana tugas Ketua STIP. Keputusan ini diambil untuk mempermudah pelaksanaan tugas tim investigasi internal yang telah dibentuk," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Seharusnya kematian Amir bisa menjadi dasar pemerintah menutup sekolah tersebut. Sebab 2014 silam, Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama pernah menyatakan, STIP bisa ditutup oleh DPR jika kasus kekerasan terjadi lagi.
Pernyataan itu diucapkan Laurens ketika berkunjung ke STIP Marunda pada 19 Mei 2014, saat salah satu taruna sekolah itu juga tewas dihajar seniornya. Mata rantai, kata dia harus diputus dengan meningkatkan pendidikan dari sisi etika.