Harga Cabai Kian 'Pedas'
- VIVA.co.id/Muhammad Yasir
VIVA.co.id – Harga cabai terus meroket di pasaran sejak pertengahan Desember lalu. Hingga kini, harga cabai rawit rata-rata mencapai Rp100-120 ribu per kilogram di sejumlah daerah di Nusantara. Bahkan, harga cabai di Samarinda, Kalimantan Timur, dilaporkan mencapai hingga Rp200 ribu per kg.
Kenaikan harga tersebut dikarenakan kurangnya pasokan cabai ke pedagang di sejumlah daerah. Selain itu, buruknya hasil panen menyebabkan banyak cabai yang membusuk lantaran musim penghujan.
Harga cabai yang naik terjadi hanya dalam dua pekan dari harga normal Rp40-50 ribu per kg saat jelang Natal. Di Bandung, Jawa Barat, harga cabai rawit merangkak naik hingga mencapai Rp120 ribu per kg.
Yani, seorang pedagang cabai di Bandung, mengaku kenaikan harga itu terjadi secara bertahap. Dua pekan lalu, harga cabai hanya Rp50 ribu per kilogram. Lalu merangkak naik menjadi Rp80 ribu pada pekan lalu.
"Dan kini jadi Rp120 ribu per kilogram. Kenaikan ini merugikan kami," kata Yani, Jumat, 6 Januari 2017.
Kerugian itu dialami Yani, karena pembelian cabai langsung menurun drastis sejak adanya kenaikan harga. Setidaknya penurunan pembelian yang dirasakan Yani bahkan mencapai 50 persen.
Mahalnya harga cabai di beberapa daerah menyebabkan masyarakat tidak mampu membeli cabai segar. Masyarakat pun terpaksa membeli cabai busuk.
Berdasarkan laporan tvOne, fakta miris tersebut terjadi di salah satu pasar di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Banyak pembeli yang menanyakan ke pedagang apakah menjual cabai busuk. Dan ternyata, barangnya pun tersedia.
Harga cabai rawit merah di pasar Pelita, Sukabumi, mencapai Rp120 ribu per kg dan cabai merah dijual Rp40 ribu per kg. Sementara itu, untuk cabai merah busuk dijual Rp20-25 ribu per kg.
Menurut Sulaiman, salah satu pedagang sayur di pasar itu, cabai busuk diburu pembeli beberapa hari ini. Bahkan, persediaan cabai busuk yang disimpan pedagang ludes terjual.
Tidak hanya itu, di Tangerang, mahalnya harga cabai disiasati dengan menjual cabai merah oplosan. Pedagang mencampur cabai keriting dengan cabai yang masih muda, cabai rawit biasa, atau cabai yang berkualitas buruk.
Rohiyat, salah seorang pedagang di pasar Cikupa, Tangerang mengaku mengoplos cabai untuk menyiasati harga.
"Sengaja dicampur begini, karena kalau enggak dicampur bisa mahal dan masyarakat enggak mau beli. Kalau seperti ini (dicampur), harga per kg cuma Rp60 ribu. Sementara, kalau cabai yang enggak dicampur bisa Rp120 ribu," ungkapnya, Jumat 6 Januari 2017.
Para pembeli di pasar pun terpaksa membeli cabai campuran lantaran harga lebih murah. "Enggak sanggup kalau belinya yang per jenis, mending dicampur rada murah," ujar Tini, seorang pembeli di pasar Cikupa.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia, Abdullah Mansuri, mengatakan, cabai merah mencapai harga tertinggi Rp170 ribu per kg dan terendah Rp98 ribu per kg. Dia memperkirakan, harga cabai terus naik, jika pemerintah tetap tidak memberi solusi terhadap produksi pangan.
Ia mengharapkan pemerintah, baik Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan berkoordinasi dengan para petani serta pedagang untuk menstabilkan harga. Ia juga meminta pemerintah menjamin ketersediaan cabai dari sentra produksi cabai dan mendistribusikannya ke wilayah non-produksi cabai.
"Kedua, memetakan wilayah produksi atau data produksi dalam waktu dekat. Kemudian, memastikan perluasan wilayah produksi di sekitar Jabodetabek," ucapnya.
Tidak akan impor
Sementara itu, pemerintah mengklaim bahwa mahalnya harga cabai rawit tersebut tidak menyebar merata, dan hanya di sejumlah daerah. Kenaikan harga cabai dipengaruhi kecenderungan curah hujan yang tinggi di daerah tersebut.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan, kementeriannya memonitor harga cabai di pasaran. Dia menampik bahwa harga cabai bisa mencapai Rp200 ribu per kg.
Dia mengatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya, harga cabai di tingkat petani masih rendah di sentra produksi cabai antara Rp15-20 ribu per kg. Sementara itu, harga di pedagang di kisaran maksimal Rp50 ribu per kg.
"Di sentra-sentra produksi cabai (misalnya), kalau di petani Rp40 ribu, di pedagang Rp50 ribu. Bukan Rp200 ribu per kg," katanya.
Menurut dia, ketersediaan komoditas cabai untuk dalam negeri aman, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, ia menolak menjawab jumlah ketersediaan cabai. Ia hanya mengatakan bahwasanya ketersediaan cabai di Kalimantan, Sulawesi, dan Aceh, aman.
Meski begitu, Amran mengaku telah mendapatkan arahan dari Presiden Joko Widodo, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, untuk memperbaiki distribusi pasokan ke daerah-daerah dengan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan.
"Memutus rantai pasok, meningkatkan produksi dan stok, sehingga tidak perlu lagi bergantung pada impor, sekaligus dapat menekan lebih baik lagi kontribusi bahan pokok pangan terhadap inflasi nasional," ujarnya.
Pemerintah juga memastikan tidak akan melakukan langkah impor untuk menekan tingginya harga cabai. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memastikan hal tersebut.
“Kalau cabai, tidak mudah melakukan (impor) itu. Orang Indonesia juga tidak suka dengan cabai dari Thailand,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, harga cabai di pasaran cenderung mengalami tren penurunan. Dia mengungkapkan, Kemendag telah bekerja sama dengan perusahaan BUMN, yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia untuk menekan harga cabai.
"PPI sudah melakukan pembelian cabai rawit, baru kami tugaskan PPI. Sekarang, setelah dilakukan ini, harga cenderung menurun. Walau, masih di atas harga rata-rata ditetapkan (Rp29 ribu), tetapi yang tadinya Rp70-80 ribu sekarang Rp42 ribu, dan arah tren turun," ujarnya.
Kenaikan harga cabai diperkirakan mengerek inflasi, apalagi diikuti oleh kenaikan bahan bakar minyak, dan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan mampu 900 Volt Ampere pada awal tahun ini. Bank Indonesia memprediksi terjadi inflasi sekitar 0,6-0,7 persen pada Januari ini.
"Di sistem kami ini, memang untuk harga pangan strategis nantinya akan menjadi kontributor utama terhadap ketidakstabilan makanan. Hasil pantauan kami, mungkin diperkirakan inflasi di Januari di tingkat 0,6-0,7 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat 6 Januari 2017.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto, pun menggarisbawahi pergerakan harga cabai pada 2017. Ia mengharapkan para regulator terkait, seperti Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Pertanian, tetap harus mencermati perkembangan harga cabai ke depan.
BPS menyatakan, kenaikan harga cabai ini turut memicu inflasi nasional di bulan Desember. BPS mencatat bahwa penyumbang inflasi terbesar sepanjang 2016 adalah cabai merah dan rokok kretek, masing-masing 0,35 persen dan 0,18 persen.
“Andil cabai rawit di Desember itu kecil sebesar 0,04 persen. Tapi tidak ada salahnya menjadi salah satu perhatian,” kata Suhariyanto.
Cabai amfibi
Berbagai cara dilakukan pemerintah guna mencari solusi untuk menekan harga cabai, mendorong peningkatan produksi, dan ketersediaan cabai di pasaran.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir, pun merekomendasikan penggunaan bibit cabai amfibi secara masif. Upaya ini akan menggiatkan pengembangan penggunaan varietas bibit cabai merah amfibi lokal ke beberapa daerah secara merata.
"Ada serangan hama biotik tinggi, karena musim hujan dengan curah hujan tinggi. Kami merekomendasikan penanaman cabai yang bersifat amfibi," ujar Syakir, Jumat 6 Januari 2017.
Pengembangan penanaman bibit cabai amfibi ini diutamakan untuk basis daerah produksi dan yang memiliki curah hujan cenderung rendah. Pengembangan bibit cabai merah amfibi dilakukan di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Selanjutnya, basis produksi cabai jenis biasa, saat ini masih mengandalkan dari daerah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Ia mengatakan, rasa dari varietas cabai amfibi ini tidak berbeda dengan cabai jenis biasa. Yang membedakannya adalah sifat adaptif dari bibit terhadap curah hujan.
Syakir mengatakan, potensi produktivitas dari cabai merah amfibi ini sekitar 24 ton per hektare.
"Sudah ada produksi panen 24 ton (per ha), 20 ton (per ha). Kalau hujannya tinggi sekali, bisa 18 ton (per ha). Sudah ada di Jabar, Sulawesi, Jatim," ungkapnya.
Ia mengatakan, dengan penggunaan bibit cabai amfibi ini dapat pula menekan harga di pasaran. Sesuai dengan target, batas cabai di tingkat konsumen, yaitu sekitar Rp28 ribu per kg.