Menagih Pengacara Agar Taat Pajak

Suasana helpdesk tax amnesty
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali membeberkan fakta-fakta baru terkait ulah Wajib Pajak. Kali ini,Bendahara Negara itu mengungkap kepatuhan perpajakan profesi di bidang notaris, pengacara, dan kurator.

Terkait kepatuhan notaris, Ani demikian sapaan Sri Mulyani menyebut jumlah notaris yang teridentifikasi memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di seluruh Indonesia mencapai 11.314 Wajib Pajak (WP). 

“Lima tahun ke belakang, kepatuhan membayar pajak atau lapor saja kadang-kadang nihil dari profesi notaris,” kata Ani,saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu malam, 24 November 2016.

Ia mencatat, kepatuhan perpajakan dari para notaris selama lima tahun ke belakang hanya tercatat sebesar 35 persen dari total jumlah notaris yang teridentifikasi oleh otoritas pajak. Bahkan, persentase tersebut setiap tahunnya bisa dibilang semakin memburuk. 

“Tahun 2011, hanya 6.851 yang lapor, dan 4.400 tidak lapor. Persentase ini malah makin buruk. Dari 39 persen menjadi 30 persen,” ujarnya.

Lalu kepatuhan para pengacara, Ani mengungkap, jumlah pengacara yang teridentifikasi oleh otoritas pajak mencapai 16.789 WP.  Namun, hanya 1.976 pengacara yang memiliki NPWP. Kepatuhan dari pakar hukum seperti pengacara pun dipertanyakan.

“Ini profesi yang luar biasa tahu sekali mengenai hukum, sehingga tahu betul mengakali hukum dan tahu betul pasti menang,” ujarnya.

Bahkan, Ani menyebut kepatuhan dari pengacara jauh lebih buruk dari notaris. Tercatat pada 2011, jumlah pengacara yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) hanya 522 WP atau 26 persen dari total WP yang memiliki NPWP.

“Mereka yang lapor SPT hanya 26 persen. Padahal hampir di surat kabar, TV, pengacara panen terus. Saya tidak nyindir. Ini ngomong langsung. Kalau nyindir itu bukan di depan orangnya,” katanya.

Obligasi Ritel ORI020 Terbit, Tingkat Kupon 4,95 Persen per Tahun

Karena itu, Ia mengingatkan kepada para notaris dan pengacara untuk segera memanfaatkan tax amnesty atau pengampunan pajak. Sebab, ketika masa periode program ini berakhir pada Maret 2017 mendatang, tentu akan ada konsekuensi yang harus diterima.

“Apabila Ditjen Pajak menemukan data terkait harta, maka akan dianggap tambahan penghasilan yang akan dikenakan PPh (Pajak Penghasilan) dengan tarif normal. Bukan dua persen- tiga persen, tapi 25 persen, dan sanksi bunga dua persen per bulan,” tuturnya. 

Kemenkeu Utak-atik Anggaran Bersiap COVID-19 Jadi Endemi

Ani memandang, masih ada ruang lebih bagi para WP untuk berpartisipasi dalam program tax amnesty. Ia pun mengibaratkan tax amnesty dengan tarif pajak normal seperti bumi dan langit. Ungkap, tebus, lega, atau tarif normal, dengan denda dua persen setiap bulan.

“Used now, or else. Itu kaya ngancem ya, tapi memang ngancem. Jadi kalau memang belum masuk, lebih baik deklarasikan dan membayar tebusan,” ujarnya.

Pengembang Tertarik Sewa Aset Negara per Kawasan Bukan per Gedung

Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Pengampunan Pajak disebutkan apabila dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak amnesti pajak berlaku, dan DJP menemukan data terkait harta WP, maka harta tersebut dapat dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diperoleh pada saat ditemukannya data mengenai harta tersebut. 

Dan harta tersebut berdasarkan UU itu akan dikenakan pajak penghasilan dengan tarif normal ditambah sanksi bunga dua persen per bulan. 

Presiden Joko Widodo meminta seluruh elemen masyarakat menghilangkan sikap pesimistis terhadap realisasi program kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty pada periode kedua pelaksanaan yang relatif rendah.

“Jangan pesimis dulu, karena kita belum masuk lagi. Kita akan terus panggil, panggil, panggil,” kata Jokowi, sapaan akrab Presiden saat ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis 25 November 2016.

Berdasarkan data statisik Direktorat Jenderal Pajak yang dikutip VIVA.co.id pada hari ini pukul 17:30 WIB, komposisi realisasi berdasarkan SSP yang diterima melalui uang tebusan baru mencapai Rp95,2 triliun.

Sementara dari pembayaran bukti permulaan dan pembayaran tunggakan masing-masing Rp426 miliar dan Rp3,06 triliun. Capaian ini pun tidak jauh berbeda, dengan realisasi hingga akhir periode pertama.

“Periode pertama kita sudah tau dapat tambahan Rp97 triliun. Tahapan kedua, kita berharap nanti yang masuk sesuai dengan yang sudah kita kalkulasi,” katanya.

Jokowi mengaku akan kembali melakukan sosialisasi untuk menjaring para WP yang belum berpartisipasi dalam tax amnesty. Apalagi, sampai saat ini ribuan dana dari repatriasi belum sesuai target pemerintah.

Sebagai informasi, komposisi harta berdasarkan SPH yang disampaikan sampai saat ini mencapai Rp3.946 triliun. Rinciannya, deklarasi luar negeri dan dalam negeri masing-masing Rp985 triliun dan Rp2.818 triliun. Sedangkan repatriasi mencapai Rp143 triliun.

Jangan dipaksa 

Salih Mangara, Ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat dan Sertifikasi Advokat DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyatakan jika tax amnesty bukan suatu kewajiban. 

"Saya tegaskan ya, kalau tax amnesty itukan bukan kewajiban hanya program dari pemerintah, jadi kalau wajib pajak tidak mau ikut harusnya ya tidak boleh dipaksa," ujar Salih saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis 25 November 2016. 

Menurutnya dengan melapor SPT setiap tahun dinilai sudah cukup bagi pengacara dan advokat. "Kalau tax amnesty itu untuk untuk yang belum lapor SPT tahunan, dan ada tambahan kekayaan, kalau sudah lapor SPT saya kira buat apa lagi ikut tax amnesty," ujarnya. 

Mengenai masih besarnya pengacara/advokat yang belum lapor SPT, menurut Salih karena tidak semua pengacara/advokat itu memiliki penghasilan besar. 

"Jangan dikira semua pengacara dan advokat kaya ya, ada yang penghasilannya pas-pasan. Mungkin yang dilihat menteri itu hanya yang kaya-kaya saja. Menteri menjeneralisasi kalau advokat sukses semua, tidak loh ya," kata Salih. 

Ia menambahkan, pada intinya semua pengacara dan advokat sudah paham tentang pajak. "Kami menghargai apa yang diungkapkan bu menteri dengan adanya imbauan itu saya kita advokat dan pengacara akan taat hukum. Jadi jangan diartikan kalau kami tidak memanfaatkan tax amnesty itu saja," tuturnya. 

Sementara itu dihubungi terpisah Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, mengatakan pemerintah tidak bisa memaksa seseorang untuk mengikuti program tax amnesty. 

"Jangan dipaksa kalau WP tidak mau ikut tax amnesty, kalau SPT memang sudah seharusnya lapor setiap tahun. Kalau memang Dirjen Pajak menemukan ada yang melanggar yang tinggal dilaporkan saja. Kan mereka punya data- datanya, tidak harus teriak-teriak di media," kata dia kepada VIVA.co.id, Kamis 25 November 2016. 

Menurut Misbakhun, sudah ada koridor yang jelas, bagi WP yang tidak patuh pajak. "Punya NPWP tidak lapor SPT ya silakan dicari mereka (Kantor Pajak) punya buktinya silakan diperiksa. Ini bukan masalah sulit, kenapa harus dibesar-besarkan," kata dia. 

Menurutnya, yang jadi masalah sejak lama adalah soal kesadaran dan kepatuhan. "Banyak juga pengacara yang baik yang lapor, meski ada juga pengacara yang tidak baik dengan tidak melapor. Saya kira itukan biasa, jadi silakan saja diperiksa mereka yang tidak lapor itu," ujar Misbakhun. 

Potensi besar 

Direktur Executif Center For Indonesia (Cita) Yustinus Prastowo mengakui  ada beberapa hal yang menyebabkan pengacara/advokat masih rendah terkait kepatuhannya terhadap pajak. 

"Saya kira memang ada beberapa hal. Pertama, harus diakui ada yang merasa ada kewajibannya sudah terpenuhi dan tidak ada isu lagi. Tapi tidak banyak kelompok seperti ini. Kedua, mereka masih wait and see. Ada yang patuh, ada juga yang tidak. Ketiga, mereka benar-benar ambil risiko. Kalau dihukum ya sudah terima konsekuensinya," kata
Yustinus kepada VIVA.co.id, Kamis 25 November 2016.

Menurut dia, hal itu memang masih ada hubungan dengan pendidikan, dimana pengacara maupun advokat memahami soal aturan dan tahu menyiasatinya. 

"Karena itu perlu strategi untuk mengajak mereka agar patuh terhadap kewajibannya. Bisa juga dengan melampirkan data yang akurat, jadi mereka tidak bisa menghindar lagi," ujarnya. 

Adapun mengenai besarnya potensi mereka, Yustinus menjelaskan jika potensinya masih sangat besar. Karena mereka adalah kelompok yang melapor sendiri. Terutama dari pengacara, dokter, konsultan dan akuntan.

Dihubungi terpisah Hestu Yoga Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, menyatakan akan terus melakukan sosialisasi. 

"Kita akan terus melakukan sosialisasi supaya mereka (pengacara/advokat) yakin dan ikut program tax amnesty. Karena inikan sangat bermanfaat tidak hanya bagi negara tapi juga WP," kata Hestu, kepada VIVA.co.id, Kamis 25 November 2016. 

Ia yakin jika sebenarnya tidak ada kesulitan bagi mereka yang kelompok profesional untuk datang ke KPP. "Mereka juga bisa hire consultan pajak. Karena ada aset-aset mereka yang sebenarnya tidak tercantum dalam SPT. Kami yakin, kampanye di akhir Desember ini akan banyak yang ikut dari kalangan profesional," tuturnya.

Saat ini diakui tingkat kepatuhan WP sudah ada sedikit membaik. "Kami akan konsisten untuk aktif. Kami sudah ada data, dan akan menginventarisir," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya