Akankah Presiden Korea Selatan Digulingkan

Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye.
Sumber :
  • REUTERS/Kim Hong-Ji

VIVA.co.id – Choi Soon-sil adalah sahabat karib Presiden Korea Selatan, Park Gun-hye (64), yang kini nasibnya tengah di ujung tanduk. Penyebabnya tak lain karena Soon-sil mempengaruhi pemerintah dalam mengambil keputusan.

Bursa Asia Perkasa Terdorong Lonjakan Saham Teknologi di Wall Street

Soon-sil berhasil memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk memperkaya diri. Mengutip situs Reuters, pihak Kejaksaan Agung Korea Selatan tengah membidik Soon-sil, lantaran dituding memanfaatkan ikatan dengan sang Presiden untuk mencampuri urusan negara.

Soon-sil sendiri telah bersahabat dengan Geun-hye selama 40 tahun. Selain itu, Soon-sil, yang ayahnya pernah menjadi mentor Geun-hye, turut menjadi target penyelidikan karena dicurigai memanfaatkan pengaruh kedekatannya dengan Geun-hye untuk menjamah komunitas kebudayaan dan olahraga.

Survei Terbaru, Setengah dari Orang Dewasa di Korsel 'Ogah' Punya Anak

Sementara Geun-hye, ia diduga telah mendesak banyak juragan konglomerasi Korea Selatan untuk menyumbang bagi yayasan milik Soon-sil.

Tak tanggung-tanggung, uang untuk yayasan itu diperkirakan mencapai US$70 juta (Rp931 miliar), atau 81,8 miliar won, yang di antaranya berasal dari Samsung (20 miliar won) dan Hyundai (12,8 miliar won).

Intelijen Korsel Sebut 100 Tentara Korut yang Dikirim ke Rusia Tewas

Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga telah menanyai pemimpin Samsung Group, Jay Y. Lee dan Presiden Direktur Hyundai Motor Group serta Hanjin Group ihwal ‘perselingkuhan’ yang dimaksud. Aroma skandal korupsi pun tercium publik.

Tak ayal, rakyat negeri Ginseng marah lalu menumpah kekesalannya dengan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di ibu kota, Seoul. Keinginannya hanya satu. Geun-hye harus mundur dari kursi kepresidenan.

Presiden wanita pertama Korea Selatan itu pun terancam dimakzulkan atau digulingkan (impeachment). Geun-hye menjadi Presiden Korea Selatan sejak 25 Februari 2013. Ini adalah skandal terbesar yang dihadapinya selama menjadi presiden.

Telah Dipermalukan

Kendati demikian, Geun-hye dan para loyalisnya ogah mundur. Mereka pun tengah melakukan manuver politik untuk menghindari investigasi terkait penuntutan atas skandal korupsi. Padahal, protes masyarakat terus memuncak akhir-akhir ini.

Geun-hye bersikeras bahwa dirinya telah dipermalukan dan menolak untuk melepaskan kekuasaan. Pengamat politik Yoon Hee-woong menilai, perlawanan presiden ini justru akan memicu reaksi publik yang lebih intens dan memimpin Kongres Korea Selatan untuk memulai gerakan pendakwaan dirinya.

"Skandal korupsi yang semakin menyeruak dan munculnya Presiden Geun-hye sebagai tersangka utama, maka hampir tidak mungkin untuknya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah," kata Hee-woong, seorang pengamat politik senior di Opinion Live, seperti dikutip Korea Times, Rabu 16 November 2016.

Ia mengatakan, meskipun ada gejolak politik, namun Geun-hye tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan mengikuti tekanan publik untuk turun dari jabatannya. “Hal ini jelas menimbulkan keresahan," ujarnya.

Sementara, Ketua Partai Demokrat, yang notabene oposisi utama, Choo Mi-ae, mengatakan kesadaran Presiden Geun-hye terhadap situasi saat ini sangat mengerikan.

Ia menambahkan bahwa pihaknya berencana untuk membentuk sebuah komite untuk meluncurkan kampanye untuk menggulingkan Presiden.

Dalam menghadapi tekanan publik yang sangat besar, Geun-hye mengaku akan mempertimbangkan semua kemungkinan opsi untuk menerobos kebuntuan politik saat ini.

Melansir situs Dawn, mengingat sentimen masyarakat yang terus memburuk dan berbagai tekanan politik, ia akhirnya mengeluarkan empat pilihan.

Yaitu mengundurkan diri secara sukarela, meninggalkan kekuasaan parsial, impeachment atau mempertahankan status quo meskipun dihadapi berbagai rintangan.

Status Quo

Terlepas dari segala kemungkinan, ada spekulasi bahwa Geun-hye akan terus bersembunyi dengan harapan terjadinya perubahan dalam sentimen publik, terutama dari mereka yang pernah setia kepadanya.

Keyakinan ini muncul setelah adanya fakta bahwa presiden sejauh ini tetap memilih bungkam, sejak rekannya Choi Soon-sil terungkap kasusnya. Bahkan, ketika penyelidikan kejaksaan datang dengan berbagai bukti yang menunjukkan keterlibatan Geun-hye, Kantor Kepresidenan memilih tak berkomentar.

"Tidak pantas untuk mengomentari kasus yang berada di bawah penyelidikan kejaksaan," kata Juru Bicara Kepresidenan, Jung Youn-kuk.

Melepas Sebagian Besar Kekuasaan

Inti utama dari pilihan ini adalah menyerahkan kewenangan presiden dan urusan negara kepada perdana menteri, termasuk membentuk kabinet yang kuat untuk secara efektif menggantikan kantor kepresidenan.

Saran ini sebagai solusi kompromi untuk mendorong Geun-hye keluar dari kekuasaan, juga untuk mencegah kebingungan politik yang semakin besar. Rencana ini dikemukakan oleh kubu oposisi utama, yang ragu untuk meminta pemecatan langsung presiden.

Geun-hye tampaknya telah memiliki rencana ini sebelumnya, setelah meminta oposisi untuk mengisi perdana menteri baru.

Penggulingan

Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Dasar Korea Selatan, Majelis Nasional – setingkat MPR – dapat memberikan suara terhadap proses penggulingan apabila Presiden melanggar konstitusi atau undang-undang turunan lainnya.

Setelah gerakan ini memperoleh persetujuan legislatif, maka selanjutnya akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Beberapa tokoh posisi, sebagian besar orang-orang dari Partai Kerakyatan (People Party) mengklaim bahwa penggulingan merupakan hal yang tak bisa dihindari akibat tekanan untuk memintanya mundur semakin kuat.

Undur Diri Sukarela

Dua partai oposisi Korea Selatan menegaskan bahwa pengunduran diri merupakan satu-satunya pilihan yang bisa diterima dari seorang Presiden, yang selama ini telah benar-benar menghilangkan kepercayaan bangsa dan negara terhadap dirinya.

Jika benar Geun-hye memilih untuk mengundurkan diri, yang nampaknya tidak mungkin, maka akan diadakan pemilihan dalam waktu 60 hari untuk memilih pengganti.

Penggantinya inilah yang akan mengambilalih kekuasaan bukan untuk sisa masa jabatan presiden sebelumnya, namun untuk jangka lima tahun penuh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya