Mengoptimalkan Aset Negara
- VIVA.co.id/Moh Nadlir
"Posisi aset pemerintah per 30 Juni 2016 mencapai Rp5.285 triliun, dan dinyatakan meningkat dengan adanya inventarisasi. Tetapi, belum termasuk sumber daya alam," kata Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, Sony Loho di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Rabu 2 November 2016.Â
Sony mengatakan, total aset negara per 31 Desember 2015 sebesar Rp5.163,3 triliun. Dalam kurun waktu enam bulan sejak Desember 2015 hingga Juni 2016, aset negara telah meningkat Rp122 miliar.
"Peningkatan jumlah total aset negara ini setara dengan 2,3 persen," kata Sony. Ia mengakui, pemerintah akan terus berupaya melakukan perbaikan catatan laporan keuangan, bagi tiap-tiap kementerian, atau lembaga negara.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui, sebelum DJKN dibentuk oleh Kemenkeu 10 tahun silam, banyak aset dan kekayaan negara yang tidak terurus dan berpindah kepemilikan. Karena itu, saat dia menjabat sebagai menteri keuangan pertama kali di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibentuklah DJKN ini untuk mengelola aset-aset negara.
"Kekayaan negara selama ini banyak yang dikelola tidak tertib administrasi dan hukum. Jadi, awal pembangunan DJKN ini kita memang bersama-sama membangun, untuk mengelola aset negara. Dengan penilaian dari disclaimer hingga kini berhasil meraih WTP (wajar tanpa pengecualian)," kata Sri di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu 2 November 2016.
Oleh karena itu, dalam upaya menjaga aset kekayaan negara, pemerintah melakukan berbagai upaya. Menurut Sony, langkah yang dilakukan DJKN ini cukup berhasil, dengan banyaknya kementerian, atau lembaga negara yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian.
"Sejak dibentuk 10 tahun lalu, DJKN fokus kepada tertib hukum. Hal ini dapat dilihat dari pelaporan keuangan kementerian, atau lembaga negara lainnya yang telah meningkat menjadi wajar tanpa pengecualian," kata Sony.
Karena itu, pihaknya telah mengubah dari sekadar tertib administrasi dan tertib hukum, menjadi pencapaian WTP tersebut. “Dan, ini nantinya juga akan ada fungsi perencanaan, dan fungsi pemerintah melalui skema lelang melalui mekanisme finalisasi aset," ujarnya.Â
Hal senada diungkapkan, Ani, sapaan akrab Sri Mulyani. Menurut dia, tugas DJKN jangan sekadar penginventarisasi aset-aset negara. Tapi, harus menjadi seorang manajer profesional, yang mampu mengelola aset serta kekayaan negara, dan menghasilkan sesuatu bagi negara.
"Akan sangat sayang kalau banyak aset-aset negara yang idle (nganggur), sia-sia. Dalam ekonomi itu opportunity lost, yakni hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan. Jadi bagaimana kita memikirkan aset itu agar bisa berguna untuk kepentingan masyarakat," kata Ani.
Bahkan, dia menganggap bahwa aset negara yang dibiarkan saja tanpa adanya aspek pemanfaatan, hal itu sama saja dengan merugikan keuangan negara.
"Makanya saya menegaskan the best and the highest use. Kalau ada lokasi (tanah sebagai aset negara) dibiarkan saja dan tidak ada nilai ekonomisnya, itu sama dengan merugikan keuangan negara," ujarnya.Â
Tertib Pembukuan
Oleh karena itu, untuk mengoptimalisasi aset negara tersebut, tugas dari DJKN tidaklah mudah. Menkeu meminta agar jajaran DJKN jangan sampai mengesampingkan perihal tata tertib pembukuan, tertib sertifikasi, dan evaluasi dalam menjalankan kinerjanya.
Dia juga mengajak seluruh jajaran DJKN untuk membentuk pola pikir sebagai pengelola aset negara, guna mengoptimalisasikan aset tersebut bagi kepentingan perekonomian bangsa.
"Untuk menjadi pengelola aset negara, kita harus mulai dengan mindset baru, yakni mengoptimalisasikan. How to manage your assets," katanya.Â
Menurut dia, aset akan menjadi suatu hal yang memberikan kegunaan bagi ekonomi Indonesia, apabila dikelola dengan pola pikir sebagai manajer aset. Untuk itu, dalam masa 10 tahun umur DJKN, sudah waktunya menggunakan pola pikir sebagai manajer aset negara yang memiliki tanggung jawab dan risiko begitu besar.
"Tentunya hal itu berbeda sekali dengan kultur birokrasi yang hanya menjaga ketertiban administrasi. Karena, manajemen aset adalah sesuatu yang penuh risiko, dan butuh kesamaan pengelolaan beberapa pihak kelembagaan negara lainnya," kata dia.Â
Selain itu, Ani melanjutkan, sebagai manajer aset negara, seluruh jajaran DJKN harus memiliki integritas, baik dalam wilayah pribadi maupun institusi.
Kondisi ini, menurut dia, sangat penting, karena merupakan refleksi kemampuan dan kualitas sumber daya, untuk mewujudkan manfaat maksimal dari pengelolaan aset negara tersebut.
"Dan yang terpenting, integritas ini adalah prasyarat minimal yang harus dimiliki seseorang, sebagai seorang manajer aset yang profesional," tutur Ani.
Perlu Kreativitas
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan A. Djalil, menambahkan, DJKN diminta untuk berperan aktif sebagai regulator dalam optimalisasi aset.Â
"Birokrasi tidak dapat bertindak secara fleksibel. Perlu adanya alat yang dapat bergerak lebih komersial tanpa menghilangkan aset negara. Secara hukum peluang untuk menciptakan alat tersebut memungkinkan sekali," katanya.Â
Menurut Sofyan, perlu kreativitas untuk mengoptimalkan aset tanpa harus menghilangkan aset negara. "Di Indonesia bagaimana caranya? Salah satunya dengan memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada kementerian/lembaga atau pihak lain dan di atasnya dapat dilekatkan Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai (HP), sehingga dapat menghasilkan penerimaan negara," tuturnya dikutip dari laman DJKN, Kamis 3 November 2016.Â
Sofyan mengakui, belum optimalnya aset negara juga dipengaruhi dengan peraturan yang kurang fleksibel. Untuk itu, DJKN harus mengambil peran yang strategis sebagai regulator yang mampu menciptakan atau menyusun peraturan dan perangkat yang dapat mendorong proses optimalisasi semakin mudah serta cepat dilaksanakan.
"Karena itu lah status hukum aset negara menjadi sangat penting. Dan kami siap mendukung Kemenkeu dalam program sertifikasi BMN berupa tanah agar selesai sesuai terget yang ditetapkan," ujarnya.
Adapun Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, M. Basoeki Hadimoeljono, menambahkan, jajarannya telah berkomitmen pada saat penyusunan neraca kekayaan negara dengan mengerahkan ratusan akuntan dan auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.Â
Ia mengakui, saat ini Kementerian PUPR memiliki aset lebih dari Rp800 triliun, sekitar Rp287 triliun berupa tanah. Paling banyak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air baru kemudian Ditjen Bina Marga.
"Untuk dapat mewujudkan pengelolaan aset yang optimal, pengguna barang dan pengelola barang harus berjalan bersama-sama dan di sini peran DJKN ke depan sangat diharapkan," ujarnya.