Kritik Jokowi di Hari Menabung

Presiden Joko Widodo dalam acara Hari Menabung Sedunia di JCC
Sumber :
  • Kris - Biro Pers Setpres

VIVA.co.id – Senin 31 Oktober 2016, dunia memperingati hari menabung internasional. Momentum tersebut diperingati guna mendorong kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya menabung. Khususnya guna mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara yang pada akhirnya dapat membuat ekonomi dunia bergeliat. 

Di Indonesia, dikutip VIVA.co.id dari data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio tabungan terhadap gross domestic savings rate, yaitu jumlah tabungan  di sektor rumah tangga, korporat dan publik, pada 2015 tercatat sebesar 34,8 persen. Angka tersebut, lebih rendah dari beberapa negara tetangga kita seperti Singapura yang sudah mencapai 49 persen atau Filipina sebesar 46 persen.

Selain itu, perkembangan rata-rata rasio tabungan rumah tangga Indonesia terhadap total pendapatannya juga relatif rendah yakni hanya sebesar 8,5 persen. Rumah tangga yang memiliki pendapatan paling rendah hanya memiliki rasio tabungan sebesar 5,2 persen, sedangkan rumah tangga Indonesia yang berpendapatan paling tinggi memiliki rasio tabungan sebesar hanya 12,60 persen.

Data-data tersebut menunjukkan, masih masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terakses dengan keuangan, khususnya masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini sangat disayangkan, menginggat sebenarnya investasi untuk pembangunan bisa di peroleh dari pembiayaan tersebut. 

"Akibatnya, kebutuhan pembiayaan ini harus dipenuhi dari luar negeri berupa utang dan sumber lainnya," ujar Ketua Dewan Komisioner, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad dalam sambutannya dalam acara peringatan hari menabung internasional bertajuk 'Cultivating Saving to Promote Financial Inclusion' di Jakarta Convention Center (JCC), Senin, 31 Oktober 2016.

Guna mendorong meningkatnya inklusi atau melek keuangan masyarakat, OJK berkoordinasi dengan berbagai pihak. Karena pada dasarnya untuk meningkatkan rasio tabungan itu bisa melalui upaya mobilisasi sumber-sumber dana domestik dengan memanfaatkan berbagai produk industri jasa Keuangan selain perbankan. 

"Menabung tidak hanya menyimpan uang di bank, tetapi juga berinvestasi di pasar modal dan melalui lembaga keuangan non bank," ungkapnya. Upaya ini lah yang sedang didorong OJK dan otoritas terkait lainnya.

Disentil presiden 

Saat menyampaikan sambutannya di acara yang sama, Presiden Joko Widodo menyinggung soal tingginya biaya administrasi tabungan di perbankan dalam negeri. 

Menurut Jokowi, hal itu sering dikeluhkan oleh masyarakat, sehingga enggan menabung di bank, karena uang yang disimpan dapat terkikis setiap bulannya untuk biaya administrasi.

Di Balik Topeng Keberhasilan: Kisah Nyata Burnout di Dunia Finansial

Dia menginstruksikan, otoritas terkait memperhatikan permasalahan ini. Sehingga, masyarakat yang notabennya nasabah merasa nyaman dengan salah satu layanan keuangan yang saat ini paling mudah di akses di Indonesia itu. 

"Saya titip kepada seluruh pimpinan bank, saya melihat masih ada keluhan, adalah masalah yang berkaitan dengan biaya tabungan," kata Jokowi kepada seluruh petinggi bank yang hadir dalam acara tersebut. 

Tindaklanjuti Aduan via "Lapor Mas Wapres", Gibran Kasih Bantuan ke Warga

Menanggapi hal tersebut, Muliaman menegaskan, perbankan siap untuk menjalankan instruksi presiden tersebut. Bahkan, ada tabungan yang tidak mengenakan biaya administrasi, yaitu Simpanan Pelajar (Simpel), setoran minimumnya pun terjangkau sebesar Rp5.000. 

"Tadi saya sudah jelaskan ke beliau. Jadi sudah menjawab tapi belum semua produk," ungkapnya.  

Ekosistemnya Diminta Diperkuat, Karena Transaksi Dengan Ini Lebih Aman

Menabung tak harus di bank

OJK menegaskan, koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan sedang dilakukan untuk mencanangkan gerakan ayo menabung. Hal prinsip yang dilakukan ada mengubah pemikiran masyarakat bahwa menabung itu bisa dilakukan tidak hanya melalui perbankan.

Beberapa upaya yang dilakukan adalah, pembentukan tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD), penyediaan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (LAKU PANDAI), dan pembiayaan bagi sektor prioritas diantaranya sektor perikanan, kelautan, pariwisata dan pangan. 

Kemudian, menyediakan investasi dalam bentuk reksa dana murah dengan investasi awal Rp 100 ribu, penyediaan layanan keuangan mikro dan asuransi mikro. Berbagai program itu diiringi dengan program peningkatan literasi keuangan di berbagai lapisan keuangan. Mulai dari pelajar, ibu rumah tangga hingga UMKM. 

Bahkan selama Oktober 2015, OJK bekerja sama dengan industri jawa keuangan, melaksanakan bulan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. 

Hasilnya, tercatat adanya pembukaan rekening baru selama bulan Oktober 2016 di seluruh industri jasa keuangan yaitu sebanyak 3.546.477 rekening baru. Terdiri dari pembukaan rekening dana pihak ketiga sebanyak 3.388.267 rekening, polis asuransi 12.482, dan rekening investasi pada pasar modal 14.880 rekening.  

Selanjutnya, rekening pada Dana Pensiun sebanyak 665 rekening, rekening pembiayaan sebanyak 14.321 rekening, dan rekening tabungan emas sebanyak 115.862 rekening. 

"Kami akan berupaya keras agar target pencapaian indeks inklusi keuangan 75 persen di 2019 dapat tercapai," tegasnya.
 
Jokowi menyambut baik capaian tersebut. Dia pun meminta, masyarakat untuk meninggalkan cara menabung yang lama. Masyarakat disarankan memanfaatkan lembaga jasa keuangan yang ada seperti bank, asuransi, reksa dana, hingga saham.

"Ini mulai harus kita gerakan, agar semuanya masuk ke tabungan dan perbankan, dimulai dari pelajar dan mahasiswa, agar semua gemar menabung," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya