Berangus Mobil LCGC Lewat Aturan Taksi Online

Ilustrasi/Layanan taksi berbasis aplikasi
Sumber :
  • telegraph.co.uk

VIVA.co.id – Pamor mobil Low Cost Green Car (LCGC) atau mobil “murah” yang tengah meroket bakal sedikit terganggu dengan adanya aturan baru dari Kementerian Perhubungan. Meski tak secara langsung menyasar mobil LCGC, namun tentunya mobil murah ini bakal kena imbasnya.

Peraturan Menteri Perhubungan RI No 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek tepatnya pasal 18 ayat 2 butir g, secara tegas melarang mobil dengan kubikasi di bawah 1.300cc digunakan untuk angkutan umum atau sewa termasuk taksi online.

Padahal fakta di lapangan, saat ini masih bertebaran mobil dengan kubikasi mesin di bawah 1.300cc yang tergabung sebagai mitra beberapa perusahaan taksi online seperti PT Go-Jek Indonesia, Grab Indonesia, dan Uber.

Dengan munculnya aturan ini, tentu populasi mobil-mobil LCGC yang digunakan sebagai angkutan sewa berbasis aplikasi akan terseleksi karena tak lolos uji KIR. Dan mau tak mau, mobil-mobil dengan status LCGC ini harus tergusur dalam bisnis taksi online.

Menariknya, sebenarnya aturan ini tak hanya menyasar mobil LCGC. Beberapa mobil yang tak menyandang status LCGC pun kena imbas. Ambil contoh, Xenia. Mobil Daihatsu ini juga sempat hadir dengan varian mesin di bawah 1.300cc, tepatnya 1.000cc. Dan faktanya saat ini masih banyak digunakan untuk taksi online.

Yang menjadi pertanyaan, apa dasar dari keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan ini? Jawaban diberikan Kepala Unit Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor (UPPKB) Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Musliman, kepada VIVA.co.id.

Menurut Musliman, peraturan ini muncul karena mempertimbangkan faktor keselamatan dan kenyamanan. "(Kendaraan) Harus mencapai standar minimal. Contohnya dari sisi rem, tentu harus pakai ABS. Begitu juga dengan airbag. Belum kendaraan juga harus stabil saat mengangkut penumpang saat agak kencang," kata Musliman.

Namun lagi-lagi alasan itu juga terbantahkan dengan fakta bahwa hampir semua LCGC saat ini juga telah dilengkapi fitur keamanan seperti ABS hingga airbag. Untuk urusan kencang, justru mobil LCGC dengan kubikasi mesin kecil tentu tak akan sekencang mobil dengan kapasitas mesin yang lebih besar.

Belum terjawab hal itu, munculnya aturan dari Kementerian Perhubungan ini juga mengisyaratkan tak sinkronnya dengan Kementerian Perindustrian. Pasalnya, pengembangan produksi kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau justru diluncurkan Kementerian Perindustrian yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/PER/7/2013.

Namun saat coba dikonfrontir, pihak Kementerian Perindustrian mengaku tak ikut campur dengan kebijakan mengenai transportasi. Kementerian Perindustrian mengaku hanya fokus untuk mengembangkan industri alat transportasi yang terjangkau.

Reaksi Produsen Mobil dan Perusahaan Taksi Online

Tak dipungkiri jika pasar mobil LCGC di Indonesia memang sangat tinggi. Tak heran jika beberapa produsen mobil berlomba-lomba menghadirkan mobil yang diklaim sebagai mobil murah ini. Toyota, Daihatsu, Datsun, hingga Suzuki sama-sama berebut pasar mobil LCGC dengan produk-produk andalan mereka.

Lalu bagaimana tanggapan para produsen mobil ini dengan dikeluarkannya aturan dari Permenhub tersebut? PT Toyota Astra Motor (TAM) selaku agen pemegang merek Toyota di Indonesia mengaku tak punya masalah. Padahal saat ini mereka punya dua mobil LCGC yakni Agya dan terakhir Calya, yang belum lama meluncur.

"Untuk Calya, target kami kan first buyer family dan rasanya tidak masalah dengan itu (peraturan menteri perhubungan). Tapi dari data yang kami peroleh, memang ada beberapa mobil Calya digunakan untuk taksi online," kata Executive General Manager Area Management PT TAM, Anton Jimmi Suwandy, kepada VIVA.co.id.

Toyota, kata dia, akan tetap mengikuti aturan yang diterapkan pemerintah termasuk pelarangan itu. Namun ia enggan menyebutkan secara pasti langkah apa yang akan dilakukan Toyota menghadapi regulasi dari pemerintah itu. "Ya kan peraturannya sudah ada, kita tinggal ikuti saja," katanya.

Hal senada juga disampaikan pihak Grab Indonesia. Menurut Public Relation Manager Grab Indonesia, Dewi Nuraini, pihaknya siap mengikuti aturan yang dibuat pemerintah. Oleh karena itu pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada para driver yang tergabung dalam Grab Car agar dapat mengganti jenis kendaraan yang digunakan.

Ditargetkan, beberapa waktu ke depan, sudah tidak ada lagi sopir yang menggunakan mobil LCGC sebagai kendaraan operasionalnya. "Kita masih sosialisasi bahwa mereka harus menaati peraturan yang ada," ujarnya singkat.

Namun reaksi berbeda diberikan pihak Uber Indonesia. Menurut Head of Communications Uber Indonesia, Dian Safitri, pembatasan itu sangat tidak konsisten. Pasalnya, banyak kendaraan yang digunakan mitra Uber dengan kubikasi mesin di  bawah 1.300cc telah lolos uji KIR sebelumnya.

"Kendaraan-kendaraan di bawah 1.300 cc milik mitra pengemudi Uber telah lolos uji KIR. Kendaraan dengan mesin 1.000 cc -1.300 cc telah umum digunakan oleh masyarakat pada umumnya serta berbagai layanan transportasi darat bahkan taksi, tanpa ada masalah berarti," ungkap dia.

Selain itu, menurut dia, mobil Low Cost Green Car yang memiliki mesin di bawah 1.300 cc sangat efisien bahan bakar, biaya operasional, ramah lingkungan dan memiliki tingkat keamanan dan kenyamanan yang memadai, bahkan semakin baik saat ini.

"Tak hanya itu, di layanan berbasis aplikasi, semua perjalanan memiliki batas maksimal empat orang per kendaraan dan mitra pengemudi memerhatikan batas kecepatan sehingga terjaga kenyamanan dan keamanan perjalanan.”

Uber Indonesia berharap pemerintah bisa meninjau ulang pembatasan itu karena sangat memberatkan dan berdampak pada kesempatan ekonomi para mitra pemilik LCGC yang jumlahnya cukup signifikan.

Sejatinya, peraturan ini mulai diterapkan pada 1 Oktober 2016, namun masa sosialisasi akhirnya diperpanjang hingga enam bulan ke depan atau hingga 1 Maret 2017 mendatang. Dengan kata lain, hingga enam bulan ke depan taksi berbasis aplikasi yang melanggar aturan ini masih terbebas dari ancaman tilang.

Pesan Avanza, Datangnya Agya

Terlepas dari pro-kontra yang muncul, tak dipungkiri jika banyak konsumen pengguna jasa taksi online ini mengeluhkan kehadiran mobil LCGC untuk angkutan umum. Tak sedikit penumpang yang merasa tertipu saat memesan kendaraan mobil MPV tujuh penumpang seperti Toyota Avanza namun yang datang justru Toyota Agya.

Para pengguna layanan taksi online pun lantas kecewa karena kendaraan yang ada tak sesuai dengan pesanan atau tertera pada aplikasi tersebut. VIVA.co.id pun berusaha menelusuri masalah yang kerap dialami pengguna taksi online itu.

BN, seorang sopir taksi online mengaku bahwa dia pernah membawa penumpang dengan kendaraan berbeda dengan yang tertera pada aplikasi. Jadi awalnya dia memang memakai Toyota Avanza sama seperti dalam aplikasi. Seiring banyaknya masyarakat yang memilih menjadi sopir taksi online membuat persaingan menjadi ketat sehingga bisa dibilang sulit untuk memenuhi uang yang akan ia setorkan ke pihak rental mobil.

"Jadi saya bingung tuh kalau bawa Avanza setoran harus Rp300 ribu sehari sementara pemasukan kurang karena banyaknya saingan sesama driver," katanya.

Akibat setoran yang tinggi itu lantas ia pun mengambil inisiatif untuk mengganti mobil dengan setoran yang ringan. Adapun mobil itu adalah mobil LCGC, Agya. Setoran untuk mobil LCGC itu sendiri hanya Rp200 ribu. "Saya ganti mobil Avanza dengan Agya yang setorannya lebih ringan," katanya.

Ia mengakui bahwa kesalahannya lantaran ia tak memperbaharui akun dan jenis kendaraan yang akan dibawa. Akibatnya penumpang sewaktu memesan banyak yang kecewa setelah tahu bahwa mobil yang ditumpanginya tidak sesuai.

"Banyak yang cancel setelah tahu saya pakai Agya. Biasanya kalau penumpang cewek tidak mau kalau mobilnya beda karena takut dijahatin. Saya sih terima saja, mau bagaimana lagi," katanya.

Tak hanya itu, trik “nakal” driver juga pernah ditemui Lydia, seorang karyawan swasta. Ia mengaku pernah naik taksi online yang dapat bergonti-ganti menjadi mobil Xenia dan Avanza, tentu sesuai kebutuhan. Kok bisa?

"Jadi dia cerita ikut lebih dari satu aplikasi taksi online dengan mendaftarkan dua model mobil yang berbeda Xenia dan Avanza. Jadi nanti dia bisa milih mau ambil yang mana. Jika enak dari aplikasi Xenia ia tinggal memasang logo sama tulisan Daihatsu Xenia. Jika order yang masuk lebih menguntungkan aplikasi yang menggunakan mobil Avanza, ia tinggal ganti logo sama tulisan Toyota,” katanya kepada VIVA.co.id.

Lantas bagaimana reaksi perusahaan taksi online dengan aksi-aksi nakal para driver itu? Public Relation Manager Grab Indonesia, Dewi Nuraini, mengatakan pihaknya tentu akan memberi peringatan terhadap sopir yang tak menaati peraturan. "Kalau kayak gini biasanya kami kasih tahu dulu. Kami tegur driver-nya," kata Dewi.

Dewi mengklaim, bedanya kendaraan yang dipesan umumnya terjadi karena mobil tersebut sedang berada di bengkel, dan biasanya sopir tersebut memilih mobil lain sebagai alternatifnya. "Kami sarankan driver lapor ke customer service, kasih tahu mobilnya enggak sesuai sama yang di aplikasi, nanti akan kami adjust (menyesuaikan) di aplikasi," katanya.

Namun demikian, apabila pengemudi kerap melakukan kesalahan itu, maka pihaknya tak segan-segan memberikan sanksi, yakni mencabut izin operasi pengemudi itu.

"Kalau terjadi beberapa kali kami bisa suspend untuk alasan kenapa sih dia ganti-ganti mobil mulu. Tapi kami enggak bisa langsung suspend. Kami harus pelajari dulu kenapa alasannya," kata Dewi.

Aliando Minta Tak Ada Implementasi Permenhub Saat Status Quo
sorot ojek online - transportasi online - unjukrasa aksi tolak

Atur Transportasi Online Cukup Permen atau Perpres

Tak usah merevisi UU. Makan waktu dan biaya.

img_title
VIVA.co.id
8 April 2018