Gertak Sambal Pemberantasan Pungli Jokowi

OTT Pungli Perizinan di Kementerian Perhubungan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA.co.id – Suasana kantor Kementerian Perhubungan Selasa sore itu, 11 Oktober 2016, berubah gaduh. Halaman dan lantai dasar Gedung Karya dipenuhi polisi. Di dalam gedung, Kepolisian menangkap enam orang yang diduga memungut biaya secara ilegal dari masyarakat.

Mereka yang ditangkap, terdiri dari pegawai negeri sipil dan pekerja harian lepas di Kementerian Perhubungan, serta seorang pekerja swasta.

Namun, bukan penangkapan ini yang membuat publik memalingkan perhatian. Di sela-sela operasi tangkap tangan ini, Presiden Joko Widodo hadir di Kementerian Perhubungan, untuk meninjau langsung jalannya operasi.

Tindakan ini pun menjadi sejarah baru, karena tak pernah ada Presiden di Indonesia yang pernah turun langsung meninjau operasi tangkap tangan terkait pungli.

Presiden lantas mengimbau semua aparatur sipil negara berhenti mengambil keuntungan ilegal dari masyarakat yang membutuhkan layanan pemerintah.

"Menyampaikan pada seluruh lembaga dan instansi, setop pungli," tegas Presiden di Kementerian Perhubungan, Selasa.

Pada kesempatan ini, Presiden juga menjelaskan alasan di balik kehadirannya pada operasi ini. Hal ini berkaitan dengan Rapat Terbatas mengenai reformasi hukum, di mana diputuskan pembentukan Operasi Pemberantasan Pungli (OPP), dengan dibentuk tim di bawah koordinasi Wiranto selaku Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Secara terpisah, Wiranto menjelaskan dalam upaya memberantas pungli ini, OPP akan bergerak berdasarkan aduan masyarakat dalam sistem pelaporan secara online.

"Itu (pungli) akan diberantas. Segera akan dihabiskan, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, lebih murah," janji Wiranto.

Sementara Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangan pers usai rapat mengatakan, pungli harus diberantas, karena menjadi keluhan masyarakat paling banyak.

Pungli bisa terjadi dalam pengurusan SIM, STNK, BPKB, hingga pelayanan di pelabuhan. "Dalam waktu sekarang-sekarang ini akan ada shock therapy," kata Pramono di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 11 Oktober 2016.

Komitmen ini beralasan, karena pungli menjadi isu utama yang dinilai masih mengganggu masyarakat, terutama sektor bisnis. Efek paling terasa adalah masalah dwelling time, atau waktu bongkar muatan kapal di pelabuhan.

Hal ini sudah menjadi sorotan sejak menteri perhubungan masih dijabat Ignasius Jonan. Bahkan, beberapa waktu lalu, Presiden menyoroti dwelling time di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, yang bisa menghabiskan waktu seminggu.

Setelah itu, polisi juga menangkap dua orang yang diduga melakukan pungli, terhadap pengguna jasa pelabuhan.

OTT Pungli Perizinan di Kementerian Perhubungan

Tiga tersangka pungli

Kembali ke kasus dugaan pungli di Kementerian Perhubungan, dari enam orang yang ditangkap Polisi, semuanya berasal dari loket layanan izin kelautan. Di sini, penyidik menemukan beragam amplop berisi uang dari berbagai pihak,dengan jumlah bervariasi.

Setelah itu, penyidik mengembangkan temuan mereka ke lantai 12 gedung yang sama. Mereka curiga, uang yang diduga suap untuk memuluskan proses izin itu mengalir dari lantai enam ke atas. Lagi-lagi, di lantai 12 ini, petugas menemukan uang terbungkus amplop.

Dalam hitungan polisi, barang bukti uang tunai yang disita total mencapai Rp95 juta. Di lantai enam Rp34 juta, dan Rp61 juta di lantai 12. Tak hanya itu, ada juga buku tabungan dengan saldo mencapai miliaran rupiah.

Dari enam orang yang ditangkap, Kepolisian menetapkan tiga pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan menjadi tersangka. Mereka adalah ES, Ahli Ukur di Direktorat Pengukuran, Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub; MS, Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal; dan AR,PNS golongan 2D.

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi M. Iriawan menjelaskan, rangkaian penangkapan ini bermula di lantai satu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dengan menangkap ES.

"Sedang menerima uang dari pihak swasta bernama PT LUA, lalu kami melakukan penggeledahan, ditemukan uang Rp4,5 juta," katanya, saat mengumumkan penetapan tersangka di Polda Metro Jaya, Rabu 12 Oktober 2016.

Kemudian ES dan salah satu pegawai PT LUA tadi dibawa untuk menggeledah di lantai 12. Di lantai itu, uang dikumpulkan salah satu atasannya, tersangka MS. "Di sana, kita menemukan duit Rp68 juta, dan buku tabungan dengan saldo berjumlah Rp1 miliar," ujarnya.

Di saat bersamaan, tim juga menggeledah loket pelayanan langsung di lantai enam. Di sini, petugas menangkap AR.

Kata Iriawan, loket yang berada di bawah Direktorat Perkapalan dan Kelautan ini, ada 152 izin pemberian akta hipotik kapal, pembelian akta balik nama, akta barang kapal, kemudian surat ukur sementara, surat laut dan surat kebangsaan kapal.

OTT Pungli Perizinan di Kementerian Perhubungan

Pemberantasan pungli, kenapa Presiden turun tangan?

Beragam reaksi bermunculan, usai operasi tangkap tangan ini. Dari kalangan legislatif, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat justru menilai aksi ini sebagai pengalihan isu. Di mata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, pungli ini lebih memiliki nuansa politis, ketimbang hukum.

"Kalau kita ingin menghapuskan pungli itu secara sistemik. Tidak perlu melibatkan Presiden," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 11 Oktober 2016.

Menurut politikus Partai Gerindra ini, kehadiran Presiden justru menyebabkan orang gagal fokus, sehingga menilai aksi ini dilakukan untuk menutupi isu tertentu, atau demi pencitraan.

Apalagi masih banyak kasus korupsi besar yang saat ini belum terselesaikan dengan tuntas. "Jadi, saya kira ini hanya pengalihan isu," kata dia. 

Isu yang dialihkan, menurut Fadli adalah dugaan penistaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang kini kasus hukumnya tengah berjalan di Polri. Sebab, Ahok, sapaan akrab Gubernur DKI, memang dikenal akrab dengan Presiden, karena mereka pernah bersama-sama memimpin DKI Jakarta.

Hal senada diungkapkan Anggota Komisi III DPR, Supratman Andi Agtas, hadirnya Jokowi dalam operasi di Kementerian Perhubungan merupakan hal yang berlebihan. 

Meski dia mendukung langkah pemberantasan pungli yang sedang digencarkan pemerintah.

"Tapi upaya penegakan hukumnya kami dukung, jadi itu semacam shock therapy, saya sih apresiasi Menteri Perhubungan, Wakapolri, dan Wakapolda, terutama Kapolda yang sudah lakukan bersih-bersih yang dianggap potensi pungli," kata Supratman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 12 Oktober 2016.

Dia pun tak setuju jika aksi ini dilakukan semata-mata untuk mengalihkan isu. Kata Supratman, itu hanya tudingan tak berdasar.

Satu hal yang menjadi catatan dia, usai peristiwa penangkapan di Kementerian Perhubungan adalah konsistensi pemerintah pada komitmen pemberantasan pungli. Sebab, praktik ini tak hanya terjadi di satu instansi.

"Paling penting adalah keinginan kuat dalam pemberantasan pungli di instansi pemerintah. Menurut saya, kalau pemerintah mau itu sangat mudah, karena pungli-pungli itu pemerintah sudah tahu tempatnya di mana dan tiap hari terjadi," jelasnya.

"Jadi, kalau berhenti di Kemenhub, maka anggapan soal pengalihan isu itu semakin kencang," lanjut Supratman.

Di mata Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio, tindakan Presiden turun langsung meninjau pelaksanaan operasi ini sebagai tindakan berlebihan, yang hanya memberikan keuntungan secara politik. Apalagi, pungli termasuk kategori petty crime, atau korupsi dalam skala kecil.

Agus pun pesimistis peristiwa penangkapan ini bisa menjadi shock therapy yang memberikan efek jera. Dia tak yakin pungli lantas hilang dengan sekali operasi.

"Sekarang shock therapy, bulan depan ada lagi," kata Agus, saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 12 Oktober 2016.

Dia, kemudian mencontohkan shock therapy serupa yang terjadi di Jawa Tengah, ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo marah-marah pada petugas Dinas Perhubungan setempat, karena menarik uang secara ilegal dari sopir truk yang lewat.

Kata Agus, setelah itu, pungli di sana tak lantas menghilang, tetapi justru berkembang dengan modus baru.

Menurutnya, untuk mengefektifkan pemberantasan pungli, harus dimulai dengan membersihkan alat pembersihnya. Dalam kasus ini, karena dugaan tindak pidana mereka yang terlibat pungli ditangani kepolisian, maka seharusnya lembaga itu menjadi prioritas untuk dijamin bebas pungli.

Sebab, ada istilah, "Bagaimana bisa membersihkan lantai kotor kalau sapunya kotor," ucap Agus.

Selain itu, membuat semua pelayanan secara online untuk menghindari kontak antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang membutuhkan layanan.

OTT Pungli Perizinan di Kementerian Perhubungan

Sebagai kepala negara, Presiden memang tak perlu unjuk kekuatan dengan turun langsung ke lapangan. Hal ini bisa dikerjakan dengan mengoordinasikan jajarannya. Misalnya, dalam penegakan hukum, Presiden secara teknis dibantu sejumlah institusi seperti Kapolri, Jaksa Agung.

Penampakan 3 Pegawai Kemenhub Ditahan KPK Karena Terlibat Kasus Korupsi DJKA

"Secara tata negara, Presiden itu penanggung jawab penegakan hukum," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis kepada VIVA.co.id, Rabu 12 Oktober 2016.

Meski terbilang janggal, di mata Margarito, tindakan Jokowi ini lebih pada gaya kepemimpinan. Dia juga tak bisa menyebut Presiden mengintervensi polisi dengan meninjau langsung ke lapangan. 

Jokowi Ngevlog dan Jalan-Jalan Sama Cucu Naik MRT, Sempat Dihentikan Warga karena...

"Tidak bisa dikatakan campur tangan, kalau membuat lurus. Kalau membengkokkan itu campur tangan. Kita harus tahu penegakan hukum secara umum, tanggung jawab ada pada dia (Presiden)," ujarnya.

Ke depan yang mesti dilakukan tinggal menjaga konsistensi. Dalam arti, melakukan hal yang sama pada semua kasus lain, sehingga tak menimbulkan kesan operasi ini hanya sebuah gertakan sambal.

Data Kemenhub: Pelita Air Jadi Maskapai yang Berhasil Pertahankan OTP di Atas 90 Persen

"Pastikan hukum tidak tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas," jelas dia.

Pungli di setiap lini

Praktik pungli seolah lazim ditemui sebagai upaya para petugas untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini ditemui dalam berbagai kesempatan layanan pemerintah. Lembaga yang berwenang mengawasi penyelenggaraan layanan publik, mengungkapkan memang sedang mengawasi beberapa layanan publik yang dicurigai terdapat pungli.

Ada empat kegiatan layanan publik di berbagai instansi yang sedang menjadi sorotan Ombudsman sejak lama, yaitu layanan di lembaga pemasyarakatan, imigrasi, persoalan tilang dan pengajuan SIM. 

"Di BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) masih ketemu, di lapas ada lagi, di razia-razia kami temukan juga. Artinya kami ingin katakan kepada Presiden," kata Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantornya, Rabu 12 Oktober 2016.

Dari empat layanan itu, masalah yang terbilang kronis adalah pada proses pembuatan SIM dan pengadilan tilang. Kata Adrianus, kondisi kronis tercipta karena memang tak ada kemauan berubah dari instansi.

"Kami berpikiran positif kalau banyak kementerian/lembaga yang umumnya sudah memperbaiki kualitas pelayanannya. Tapi kalau pada konteks SIM, karena mungkin masuk era comfort zone, maka mereka enggak mau berubah. Pengadilan tilang juga sama. Sudah enak sih. Begini saja dapat duit. Enggak usah (buat) terobosan," ucap Adrianus.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian

Terlepas dari beragam kritikan itu, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian memastikan, OPP akan dilakukan di semua lini, termasuk di internal Polri sebagai lembaga yang berwenang menangani kasus pidana terkait ini.

"Jadi, kami akan terus berlanjut, tapi jangan salah, internal pun sudah saya sampaikan kemarin. Di internal (Polri) kami lakukan operasi pungli, nanti Kapolda bisa menjelaskan, ada empat kalau tidak salah yang sudah ditangani di internal. Jadi, ini akan terus berlanjut," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Rabu 12 Oktober 2016.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini memastikan akan menggelar video conference dengan para Kapolda, untuk meminta mereka membentuk tim OPP. Tim ini akan bergerak menangani laporan masyarakat mengenai pungli.

"Sasarannya adalah pelayanan publik, mulai dari masalah perizinan, surat, baik maupun di pelayanan instansi Polri seperti SIM, STNK, BPKB, kemudian juga menyangkut sertifikat kepungurusan jenazah di kuburan, KTP, apapun juga yang berhubungan dengan layanan publik," katanya.

"Kalau tidak bisa bersih, nol, paling tidak ditekankan," tegas Tito.

Semoga saja. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya