Hilangnya Privasi, Email Yahoo pun Dimata-matai
- glassdoor.com
VIVA.co.id – Yahoo dituding membantu lembaga intelijen Amerika untuk memata-matai warganya. Langkah ini dilakukan dengan cara melacak email para pengguna perusahaan tersebut. Data terakhir, pada 12 Maret 2016, tercatat ada 280 juta pengguna email Yahoo. Dari jumlah tersebut, sekitar 81 juta merupakan pengguna Yahoo Mail asal Amerika.
Tak lama setelah berita yang ditulis Reuters itu beredar, Yahoo langsung memberikan pernyataan resminya. Isi dari pernyataan itu, tentu saja Yahoo membantah adanya aksi memata-matai email penggunanya. Menurut juru bicara Yahoo, semua isi dalam artikel itu salah kaprah, menyesatkan dan tidak berdasar.
“Kami memang patuh dengan regulasi yang ada di Amerika namun tak ada peluang bagi kami atau mereka (badan intel negara) untuk bisa mengungkap apa yang ada di dalam email pelanggan kami. Apalagi terkait dengan pemindaian email pengguna, yang digambarkan dalam artikel itu, tidak ada sama sekali dalam sistem kami,” ujar juru bicara Yahoo, Kaitlin Kikalo, seperti dikutip dari Fox News.
Sayangnya, Yahoo tidak memberikan pernyataan detail terkait tudingan tersebut. Hanya saja, Yahoo mengakui jika mereka adalah perusahaan yang taat hukum dan mematuhi aturan yang ada di Amerika.
Dalam tulisan Reuters juga disebutkan jika mantan kepala keamanan informasi (CISO) Yahoo, Alex Stamos, mengundurkan diri pada 2015 lalu karena protes akan hal ini. Sebelum resign dari Yahoo, Stamos dikabarkan menemukan surat perjanjian antara badan intel Amerika dengan perusahaannya itu terkait program rahasia, membuat mesin pelacak dan pemindai email. Sayangnya, Stamos yang saat ini telah bekerja di Facebook menolak untuk memberikan konfirmasi terkait isu tersebut.
Integritas Perusahaan Dipertanyakan
Jika terus berkembang, isu ini dianggap akan semakin memperparah kondisi Yahoo, yang sekarang sudah mulai terpuruk. Layanan email Yahoo pun sekarang memiliki jumlah pengguna yang semakin sedikit. Email Yahoo tidak lagi populer seperti Gmail.
“Ini akan sangat merusak Yahoo dan mempengaruhi rasa percaya konsumen terhadap layanan yang diberikan perusahaan itu. Sebenarnya boleh saja Yahoo mendukung aksi pertahanan dan keamanan negara namun harus dalam pola kerja yang legal, transparan, dan hanya merespons kasus kejahatan,” ujar Jim Killick, Executive Director di Open Rights Group, dikutip dari IT Pro.
Tudingan terhadap Yahoo secara tidak langsung akan berimbas pada perusahaan lain yang serupa. Pasalnya, layanan email tidak hanya dikuasai oleh Yahoo. Bahkan para perusahaan teknologi di Amerika, dipertanyakan komitmennya untuk melindungi data-data pribadi penggunanya.
Praktik pemerintah Amerika sepertinya tidak asing lagi. Di 2013 lalu, mantan kontraktor lembaga mata-mata NSA telah membocorkan rahasia itu. Pemerintah dituding melakukan aksi mata-mata terhadap warganya lewat bantuan perusahaan teknologi. Sontak saja, para perusahaan teknologi itu membantahny. Mulai dari Apple sampai Twitter mengatakan jika mustahil bagi mereka untuk tidak melindungi data konsumennya.
“Kami tidak pernah mendapatkan permintaan semacam itu dari pemerintah. Jikapun ada, jawaban kami singkat, Tidak!” ujar juru bicara Google, Aaron Stein.
Hal yang sama juga dikatakan Microsot. Perusahaan pemilik layanan email Hotmail dan Outlook itu mengaku tidak pernah melakukan pelacakan secara rahasia terkait email pengguna.
“Kami tidak pernah mendapatkan permintaan seperti itu, seperti yang dilaporkan terjadi pada Yahoo,” ujar Kim Kurseman dari Microsoft.
Apple malah lebih ekstrim lagi. Dikatakannya, jika mendapatkan permintaan seperti itu dari pemerintah maka mereka lebih memilih ‘bertarung’ di pengadilan. Ini sama dengan yang pernah dilakukan Apple saat diminta membuka akses ke ponsel pelaku penembakan di San Bernardino. Dalam perseteruan dengan FBI di pengadilan, Apple berhasil menang dan tidak diharuskan membuka akses yang diminta.
“Facebook juga tidak pernah mendapatkan perintah seperti ini dari pemerintah manapun. Jika ada, kami akan perjuangkan untuk tidak memberikannya,” ujar juru bicara Facebook, seperti dikutip dari IB Times UK.
Pengamat yang juga CEO Open-Xchange, Rafael Laguna, mengatakan jika ini akan sangat mempengaruhi integritas Yahoo sebagai penyedia email. Meski Yahoo mengaku tidak bekerja sama dengan pemerintah namun lembaga macam NSA atau GCHQ memiliki kemampuan untuk bisa melakukannya. Sebelumnya juga pernah diberitakan jika Yahoo menkonfirmasi adanya aksi peretasan pada akhir 2014 yang melibatkan aktor intelektual pemerintah. Peretasan itu diklaim berhasil mengakses sekitar 500 juta pengguna Yahoo, termasuk nama pengguna dan password yang dimiliki.
“Kami tidak tahu jika Yahoo memperbolehkan pemerintah untuk melakukan hal ini atau tidak. Tapi menurut kami, mereka pasti akan memberikan yang diinginkan pemerintah,” ujar pengamat lain, Jeremiah Grossman, Chief Security Strategi dari SentinelOne.
Lacak Email Pelanggan
Dilansir Reuters, tiga mantan karyawan dan seorang lainnya menyebutkan, Yahoo telah memenuhi permintaan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengklasifikasikan dan memindai jutaan akun Yahoo Mail. Permintaan tersebut datang dari Badan Keamanan Nasional atau FBI dalam bentuk perintah rahasia yang dikirim ke tim hukum perusahaan.
Tidak diketahui informasi apa yang ingin dicari pejabat intelijen. Hanya saja, mereka ingin Yahoo membuat mesin yang bisa mencari satu set karakter, yang kemungkinan berupa frase, dalam email atau lampiran.
Reuters belum dapat mengetahui data apa, jika ada, yang telah diserahkan Yahoo. Belum diketahui juga apakah pejabat intelijen telah mengajukan permintaan serupa kepada penyedia layanan email lainnya.
Menurut dua mantan karyawan tersebut, keputusan ini disetujui CEO Yahoo, Marissa Mayers.