Jokowi Harus Segera Tunjuk Menteri Baru ESDM

Berstatus sebagai "Pelaksana Tugas" Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Luhut Binsar Pandjaitan tidak berwenang mengambil kebijakan-kebijakan strategis bidang ESDM.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Shintaloka Pradita Sicca

VIVA.co.id – Sore menjelang malam kala itu, Senin 15 Agustus 2016, kantor presiden sesak dipenuhi para menteri, khususnya bidang ekonomi. Bukan dalam rangka rapat kabinet, tapi Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan pencopotan Arcandra Tahar dari jabatannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Gunakan Hak Pilih, Ayu Ting Ting: dari Kecil Gak Pernah Diajarin Golput

Profesor minyak itu dicopot karena masalah administrasi yang menurut beberapa kalangan sangat sederhana, yaitu kewarganegaraan. Setelah itu, pucuk pimpinan di Kementerian ESDM ditempati oleh Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pelaksana tugas (Plt). Luhut pun, yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, sejak hampir dua bulan terakhir akhirnya harus rangkap jabatan. 

Kini, hampir dua bulan menteri definitif di Kementerian ESDM belum ditentukan oleh Jokowi. Padahal, sektor energi sangat sensitif dan strategis khususnya guna mendorong perekonomian.  

Ahmad Luthfi-Taj Yasin Kalah di Tempat Jokowi Nyoblos

Banyak kalangan resah menanti kapan pengganti Arcandra akan diumumkan. Bahkan, parlemen sudah terus mendesak Jokowi untuk segera mengambil keputusan mengenai hal ini. 

Wakil Ketua Komisi VII Fadel Muhammad saat berbincang dengan VIVA.co.id mengungkapkan, rasa kekecewaan pihaknya terkait sikap Jokowi, yang hingga kini belum menentukan siapa pengganti Arcandra di Kementerian ESDM. 

Ahmad Luthfi-Taj Yasin Keok di TPS Jokowi Nyoblos

"Kerja kita semua tertunda meskipun ada pelaksana tugas. Kami sangat kecewa dengan presiden, harusnya sudah ditentukan," ujarnya Selasa 4 Oktober 2016. 

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati. Dia mengaku heran, kenapa sampai saat ini Jokowi belum mengumumkan pengganti Arcandra. 

Sebab, menurutnya kekosongan Menteri ESDM yang terlalu lama ini akan menimbulkan sejumlah ketidakpastian, karena sektor ini adalah salah satu sektor strategis dalam hal perekonomian negara.

"Mestinya Pak Jokowi harus mulai betul-betul mempertimbangkan. Saya yakin memang sudah ada, tapi apakah ada sandera politik atau apa sehingga belum diputuskan, jadi kita juga bertanya-tanya," kata Enny kepada VIVA.co.id

"Karena kekosongan dari menteri ESDM ini akan lebih banyak menimbulkan gangguan, positifnya ya apa, enggak ada. Jadi semakin ditunda pasti akan menimbulkan ketidakpastian," ujarnya menambahkan.

Staf Ahli Pusat Studi Energi dan Dosen Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengingatkan, sikap Jokowi yang mengulur waktu ini berbahaya. Sebab, jika semakin lama, maka keputusan-keputusan strategis banyak yang tidak selayaknya diambil oleh Plt.

Salah satunya terkait kerja sama jangka panjang dengan pihak asing di sektor ESDM. "Nah ini yang mestinya Jokowi harus sadar," kata Fahmy ditemui usai diskusi di Tebet, Jakarta, Selasa 4 Oktober 2016. 

Hal senada disampaikan Pengamat energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro. Jokowi menurutnya harus lebih berhati-hati dengan waktu. Jangan sampai permasalahan ini berlarut-larut. 

Karena selain dapat mengganggu kinerja Kementerian ESDM, yang notabene merupakan sektor strategis, kerja Luhut di sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman juga bisa berantakan, karena banyak sektor yang harus dikoordinasikan.  

"Karena Plt kan tentu terbatas dalam melakukan atau mengambil keputusan atau kebijakan," kata Komaidi kepada VIVA.co.id.

Kinerja Menteri Luhut

Selama hampir dua bulan rangkap jabatan, Luhut terlihat lebih aktif mengurusi Kementerian ESDM dibanding Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Hal itu tercermin dari beberapa kebijakan yang telah diambilnya dalam waktu singkat. 

Misalnya mengenain aturan bisnis hulu migas yang tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Revisi PP itu telah dirampungkan dalam waktu singkat dan memberikan insentif-insentif baru khususnya di bidang perpajakan untuk para investor. 

Asumsi makro di bidang energi RAPBN 2017 yang dibahas oleh Komisi VII juga telah ditetapkan pada masa kepemimpinan Luhut. Kemudian, kelanjutan investasi asing di beberapa blok migas juga sebagian besar sudah akan diputuskan. 

Menanggapi hal tersebut, Komaidi berpendapat, Luhut menonjol dalam melakukan koordinasi. Pemetaan masalah dan solusi untuk merespons masalah tersebut dilakukan dengan cepat. 

Hal itu yang membuat, kerja dia di Kementerian ESDM terlihat cepat. Bahkan dibandingkan menteri-menteri sebelumnya. 

"Kemauan beliau dalam mengkoordinasikan lintas sektor relatif lebih menjanjikan dibandingkan pak Dirman (Sudirman Said) maupun pak Arcandra kemarin, terlepas dari gaya kepemimpinannya," ungkapnya. 

Dia mencontohkan, gaya respons cepat Luhut tercermin dari revisi PP No 79 Tahun 2010. Koordinasi perubahan aturan dengan kementerian lain yang terkait dilakukan secepat mungkin, sehingga revisi dapat cepat dirampungkan dan memberikan kepastian hukum bagi investor. 

"Terlepas adanya progres itu secara ril, beliau punya kemampuan koordinasii lintas sektor yang sebelumnya itu menjadi titik kelemahan menteri sebelumnya," ungkapnya. 

Kriteria Ideal

Selain harus menguasai sektor energi, penentuan siapa menteri ESDM sudah menjadi rahasia umum sarat akan kepentingan politik. Partai penguasa pemerintah biasanya menguasai sektor ini karena kementerian ini sangat strategis. 

Namun, Enny berpendapat, Jokowi tetap konsisten memilih menteri ESDM baru dari kalangan pengusaha atau profesional di bidang energi. 

"Jangan dijatahkan ke partai, walaupun ada juga profesional-profesional dari partai. Hal ini penting untuk menghindari conflict of interest,"kata Enny. 

Menteri ESDM baru juga harus bisa tegas dalam mengimplementasikan regulasi yang telah ditetapkan. Sehingga tata kelola bisnis di sektor energi dapat lebih teratur dan terarah untuk mendorong perekonomian. 

"Karena di sektor ini kan sangat kental dengan istilah mafia. UU Minerba kita saja sampai saat ini belum dilaksanakan, padahal 3 tahun lalu seharusnya sudah dilakukan oleh pemerintah," tambahnya. 

Sementara itu, Komaidi mengungkapkan, sektor energi lazimnya dipimpin oleh orang kepercayaan presiden. Analoginya dalam sebuah kerajaan, sektor ini harus dipimpin oleh orang yang bisa dikendalikan oleh raja. 

"Sektor ESDM dalam konstelasi politik Indonesia itu sama dengan upeti di zaman kerajaan," kata dia. 

Karena itu, menurut dia, akan tepat jika Jokowi memilih menteri ESDM dari kalangan murni profesional. Karena, orang-orang politik, meskipun dari kalangan profesional, akan sulit dikendalikan dan cenderung mudah berbalik arah. 

Hal tersebut lanjut dia, terbukti dari pencopotan Sudirman Said. Sebab, Jokowi terlihat sudah mulai kesulitan mengendalikan kebijakan-kebijakan energi yang dikeluarkan pada kepemimpinan Sudirman. 

"Karena pak Dirman mulai kelihatan warnanya mengarah ke mana, akhirnya kan jadi enggak cocok (dengan Jokowi)," ungkapnya. 

Namun, dia mengingatkan kasus Arcandra jangan sampai terulang kembali. Karena, secara birokrasi hal tersebut mencoreng citra presiden dalam mengelola pemerintahannya. 

"Kalau masalah Archandra itu karena pemerintah tidak hati-hati melakukan screening," kata Komaidi. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya