Lempar Tanggung Jawab Kasus Videotron Porno
VIVA.co.id – Videotron di Kebayoran Baru yang tiba-tiba menayangkan video vulgar, sempat membuat Pemprov Jakarta kelimpungan. Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat mengatakan sangat terkejut. Sementara Gubernur Ahok merasa kesal. Dia lantas tak rela disalahkan sendiri atas insiden video porno itu.
Kasus papan iklan digital mempertontonkan aksi pornografi sempat membuat geger warga Jakarta. Jumat, 30 September 2016, kondisi Jalan Prapanca di Kebayoran Baru yang letaknya tak jauh dari lokasi Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, pada siang itu, padat hingga macet.
Penyebabnya, lalu lintas tersendat karena banyak pengendara yang berhenti dan menyaksikan tayangan khusus dewasa di medium gambar bergerak berukuran 24 meter persegi itu. Tak lama, video itu dimatikan dengan colokan listrik dicabut paksa. Namun tontonan itu sempat diabadikan sejumlah warga yang melintas. Videotron dengan adegan syur menyebar sejak Jumat siang dan menjadi buah bibir di media sosial.
Videotron milik PT Transito Adiman Jati tersebut kini dalam pemeriksaan polisi. 10 orang sudah diperiksa, sebagian besar di antaranya berasal dari perusahaan operator iklan elektronik tersebut. Meskipun belum menetapkan tersangka, polisi tak menampik potensi bahwa perusahaan pemilik videotron bisa menjadi tersangka.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono, mengatakan, tak tertutup pula kemungkinan adanya unsur kesengajaan dalam insiden tersebut. Namun polisi belum bisa menarik kesimpulan sahih sebagai buah penyelidikan.
“Ya bisa sadar bisa enggak sadar, namanya operator enggak mungkin enggak tahu (layar apa). Tapi kalau adanya kemungkinan ya. Kami lihat fakta-fakta hukum yang ditemukan penyidik di lapangan,” kata Awi Setiyono di Jakarta sebagaimana dikutip dari VIVA.co.id, Sabtu 1 September 2016.
Sementara Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, saat ditemui, justru menyampaikan kecurigaan soal momen yang menurutnya sengaja diatur untuk menayangkan video tersebut. Oleh karena itu dia mengatakan bahwa Pemprov akan mengusut tuntas kasus ini.
“Kasus ini saya mau tanya, kenapa kok munculnya baru sekarang. Kenapa tidak dari dulu-dulu. Videotron kan dari dulu ada. Kalau misalnya sudah memasukkan konten itu maka itu harus didalami. Kenapa dikeluarkan pada hari Jumat setelah orang salat Jumat,” kata Djarot di Balai Kota Jakarta pada Jumat pekan lalu.
Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama turut menyesalkan kejadian tak pantas itu. Namun, dia meyakini bahwa yang patut menjadi tumpuan kesalahan adalah Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta.
Pasalnya, kata dia, izin videotron tersebut sebenarnya sudah berakhir pada tahun 2010. Realitanya, videotron tersebut masih bertengger selama enam tahun ini, lantaran pajaknya masih tetap dipungut oleh Dinas Pajak.
“Jadi mereka (DPP) ini konyol,” kata Ahok.
Sang Gubernur menjelaskan, keberadaan reklame elektronik di luar ruang seperti videotron harus berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 244 Tahun 2015. Di Pasal 15 aturan itu disebutkan bahwa reklame elektronik harus dibuat terintegrasi dengan rancang bangun. Sementara reklame di Kawasan Kebayoran Baru tersebut didirikan di atas trotoar.
“Kalau enggak punya izin, jangan diterima pajaknya,” kata Ahok lagi.
Menyoal iklan, belum lama ada kejadian lainnya yang juga menjadi tamparan bagi pemerintah DKI Jakarta. Beberapa pekan lalu, jembatan penyeberangan orang (JPO) yang tak jauh dari Stasiun Pasar Minggu, ambruk. Kejadian itu bahkan menyebabkan korban tewas dan lainnya terluka serius. Sepihak, pemerintah Ahok sempat menyinggung bahwa salah satu biang kerok beratnya jembatan tak lain karena iklan- iklan yang bertengger di fasilitas publik tersebut.
Saat robohnya jembatan masih hangat di publik, kini perihal iklan juga menjadi momok. Tayangan video porno yang tak lain menjadi medium iklan, jadi masalah.
Sebenarnya tahun lalu, Ahok pernah menyinggung soal tata letak iklan yang sedianya tak mengusik keindahan kota, apalagi bisa membahayakan publik. Pada tahun 2015, Ahok sempat menyebut soal pengadaan iklan yang menurutnya harus bisa dipampang di dinding gedung dengan teknologi LED (light emitting diode). Bahkan Ahok sempat menjanjikan akan memberikan tarif lebih murah kepada para pemilik iklan LED yang sebelumnya harus membayar lima kali lipat dibandingkan iklan dengan papan reklame atau billboard dua dimensi.
Ahok menyebutkan bahwa penataan iklan di kota Jakarta akan menjadikan wajah Ibukota lebih rapi, secara tampilan bakal bisa disejajarkan dengan New York, Tokyo dan kota besar dunia lainnya. Iklan model LED yang diaplikasikan di permukaan gedung juga akan memperkecil risiko kecelakaan. Direncanakan, dengan model iklan tersebut, pemprov akan merelakan pemasukan pajak reklame berkurang dengan porsi bagi hasil yang dominan untuk perusahaan yakni 70 persen dan sisanya, 30 persen untuk Pemprov DKI Jakarta.
Ada Iklan, Dimana Pengawasan?
Bila ditilik lebih jauh, penerimaan pajak reklame Pemprov DKI Jakarta pada dua tahun terakhir, cukup signifikan. Pada tahun 2015 dan tahun 2014, target penerimaan pajak reklame ada di urutan ke-6 dan ke-5 dari 13 item jenis pajak yang ada di daftar Dinas Pajak DKI Jakarta yaitu PKB, BBNKB, PBBKB, PAT, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, PPJ, Pajak Parkir, BPHTB, Pajak Rokok dan PBB.
Sesuai data Dinas Pajak DKI Jakarta tentang target dan penerimaan pajak hingga 31 Desember 2015, disebutkan bahwa target pajak reklame pada tahun 2015 adalah Rp1,8 triliun namun realisasinya hanya menyentuh angka Rp741,6 miliar. Sementara pada tahun sebelumnya, target penerimaan pajak reklame DKI Jakarta yakni Rp 2,4 triliun namun realisasinya hingga akhir tahun 2014 senilai Rp833,7 miliar.
Sementara buntut video porno yang membuat Ahok kesal pada Dinas Pajak itu tak lama ditindaklanjuti. Wagub Djarot mengatakan bahwa Dinas Pajak sudah turun langsung melakukan penyelidikan sebagaimana yang dilakukan Kepolisian.
Wakil Kepala Dinas Pajak DKI Jakarta, Adi Sumantri, membenarkan hal tersebut. Namun dia menyanggah bahwa tanggung jawab sepenuhnya ada di institusinya. Dinas Pajak, kata dia, hanya memantau reklame yang ditayangkan dan saat penyelenggara reklame mendapatkan hak tayang maka bisa menjual berbagai konten kepada klien iklannya.
“Dalam Pergub 244 seluruh konten merupakan tanggung jawab pemilik reklame,” kata Adi di Balai Kota, Jakarta, Senin 3 Oktober 2016.
Adi mengatakan, seluruh berkas terkait PT Transito juga sudah diserahkan Dinas Pajak kepada Kepolisian.
“Kami lapor jam 8 malam dan baru selesai jam 3 pagi dengan posisi pelapor. Kami datang dengan tiga orang saksi. Di saat yang bersamaan dari perusahaan tersebut, PT Transito juga sudah delapan orang diperiksa,” kata Adi menggambarkan koordinasinya dengan penyidik.
Dia mengatakan, Dinas Pajak saat ini tengah menunggu penyelidikan Kepolisian. Namun ia mengingatkan bahwa izin pengelola reklame tersebut lengkap dan tak bermasalah. “Khusus untuk di Jalan Iskandar (PT Transito) itu semua izinnya lengkap sampai 30 Oktober (2016) nanti,” ujar Ade.
Lepas Tangan
Pemerintah Provinsi dan Dinas Pajak yang terkesan lepas tangan menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), tidak tepat. YLKI menilai bahwa Pemprov DKI bisa dikatakan lalai dalam pengawasan videotron di Jakarta hingga kebobolan menayangkan video panas.
“Ini menunjukkan Pemprov DKI lemah dalam pengawasan, tidak jelas dan tidak dipelajari kontraknya,” kata Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, saat dihubungi VIVA.co.id.
Menurut Tulus, sekalipun dalam aturan disebutkan bahwa operasi dan konten menjadi tanggung jawab pemilik iklan, selayaknya tugas pengawasan Pemprov tidak terabaikan. YLKI bahkan menilai, tak hanya pelaku dan pemilik izin yang perlu diganjar sanksi, tetapi juga pejabat di DKI Jakarta yang wewenangnya terkait reklame tersebut.
"Termasuk pemasang iklan harus diberi sanksi tegas jika terbukti menyalahgunakan pemasangan iklan tersebut," katanya.