PDIP dan Ahok Ubah Peta Politik Pilkada DKI
- istimewa
VIVA.co.id – Bursa calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 mencapai puncaknya.
Semua itu terjadi setelah Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mengumumkan secara resmi mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon gubernur, dan Djarot Saiful Hidayat sebagai calon wakil gubernur.
"Calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Dan sebagai calon wakil gubernur adalah Djarot Saiful Hidayat," kata Hasto Kristiyanto di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa malam, 20 September 2016.
Menurut Hasto, keputusan PDI Perjuangan untuk menentukan nasib Ahok dan Djarot didasari empat pertimbangan. Pertama, Ahok merupakan petahana yang telah diusung PDI Perjuangan pada Pilkada DKI 2012 bersama Jokowi. Atas kondisi tersebut PDI Perjuangan berharap Ahok dapat meneruskan tugas-tugas yang telah mereka usung sebelumnya.
Kedua, berdasarkan ideologi kedua pasangan berkomitmen akan menjalankan Tri Sakti, mengamalkan Pancasila, mengusung persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga ini menjadi keputusan final partai.
Ketiga, dalam pandangan PDI Perjuangan, pasangan Ahok-Djarot dinilai dapat bersinergi dengan Pemerintah Pusat dan dapat melanjutkan program Nawa Cita yang diusung partai.
Keempat, PDI Perjuangan berpandangan, pasangan ini mampu meneruskan Jakarta Baru yang sebelumnya diusung Jokowi. Selain itu, partai juga melihat survei masih menunjukkan kepuasan terhadap kinerja Ahok dalam satu tahun terakhir.
"Atas dasar-dasar pertimbangan tersebut, PDI Perjuangan akan menyatu guna mengamankan kemenangan pasangan Ahok dan Djarot pada Pilkada 2017," kata Hasto menyerukan.
Keputusan PDI Perjuangan itu bukan keputusan biasa. Karena keputusan ini telah membuat impian partai-partai politik lain untuk dapat mengusung calon gubernur bersama dengan partai pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) itu, pupus.
Karena sekadar diketahui, PDI Perjuangan merupakan salah satu dari tujuh parpol yang masuk koalisi kekeluargaan. Koalisi ini mayoritas diisi oleh parpol yang bisa dikatakan berseberangan politik dengan Ahok, seperti Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Tak hanya itu, sudah barang tentu keputusan PDI Perjuangan juga mengubah peta pertempuran politik antarpartai politik dalam mengusung pasangan untuk merebut kursi Gubernur DKI dari tangan Ahok.
Karena, dari koalisi kekeluargaan itu, baru muncul satu nama pasangan calon gubernur dan wakil gubernur saja, yaitu pasangan Sandiaga Uno dari Partai Gerindra dan Mardani Ali Sera (PKS). Pasangan ini dideklarasikan di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis malam, 8 September 2016.
"Insya Allah, PKS bersama Gerindra sepakat untuk mengusung duet Sandiaga Uno-Mardani Ali Sera sebagai Cagub dan Cawagub DKI di Pilkada 2017," kata Presiden PKS, Mohamad Sohibul Iman, dalam siaran persnya.
Dengan kondisi seperti saat ini, dipastikan ada empat parpol berjuluk 'Koalisi Asal Bukan Ahok' tersisa yang belum memiliki siapa orang yang bakal diusung. Kini asumsinya, mereka hanya punya tiga pilihan, yakni apakah harus ikut mendukung Ahok-Djarot bersama PDI Perjuangan sebagai pengusung. Ikut berkoalisi dengan Gerindra dan PKS mengusung Sandiaga-Mardani, atau ikut berkoalisi dengan Gerindra dan PKS dengan pasangan calon yang baru. Atau juga membuat koalisi sendiri dan mengusung calon lain. Keempat parpol itu yakni, PKB, PPP, Partai Demokrat dan PAN.
Kemungkinan terbesar PKB, PPP, Partai Demokrat dan PAN akan memilih berkoalisi dengan Gerindra dan PKS atau membentuk koalisi sendiri. Namun, sangat tipis kemungkinan empat parpol itu mau bergabung mendukung PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Hanura dan Partai Nasdem untuk mengusung Ahok-Djarot.
Karena, selama ini keempat partai ini dikenal cukup tak ramah dengan Ahok. Cukup banyak kritik pedas yang dilemparkan petinggi di keempat parpol ini kepada Ahok. Salah satunya kritikan dari Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais, yang baru-baru ini menyebut Ahok dalam memimpin Jakarta bagaikan seorang dewa.
Menurut Amien, Ahok kerap berseteru dengan sejumlah lembaga negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yang merupakan lembaga pemerintah pusat. Ahok juga tak segan mengerahkan aparat Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung penertiban bangunan liar yang menjadi salah satu program utamanya.
"Dia saya kira sudah seperti dewa kecil lah ya," ujar Amien di Pasar Permai Lorong, Koja, Jakarta Utara, Minggu, 18 September 2016.
Namun, kehebohan yang dibuat PDI Perjuangan melalui keputusan mereka mengusung Ahok-Djarot, dibalas langsung oleh berubahnya peta politik Pilkada DKI Jakarta.
Dengan apa yang diputuskan PDI Perjuangan itu, maka pasangan Ahok-Djarot secara otomatis telah memiliki jumlah dukungan kursi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI. Jauh melampaui syarat jumlah minimal kursi yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI, sebanyak 21 kursi, merujuk kepada Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Keputusan PDI Perjuangan itu menggenapkan dukungan kursi DPRD untuk Ahok-Djarot menjadi 52 kursi. Dengan rincian, 28 kursi dari PDI Perjuangan, 10 kursi dari Hanura, 9 kursi dari Golkar dan 5 kursi dari Nasdem.
Sementara itu, jumlah kursi yang mendukung Sandiaga-Mardani hanya sebanyak 26 kursi, dengan rincian 15 kursi dari Partai Gerindra dan 11 kursi dari PKS.
Sedangkan jumlah kursi empat partai lainnya sebanyak 28 kursi, dengan rincian 10 kursi dari PPP, 10 kursi dari Demokrat, 6 kursi dari PKB dan 2 kursi dari PAN.
Tapi, dalam rapat dadakan yang digelar enam partai politik anggota koalisi kekeluargaan, diputuskan bahwa koalisi itu tidak akan pecah sepeninggal PDI Perjuangan. Hal itu disampaikan Ketua DPD Gerindra DKI, Muhammad Taufik, dalam rapat yang digelar di kawasan Jalan Pramuka, Jakarta Pusat.
"Ada beberapa kesepahaman. Keluarga ini enggak boleh pecah. Kalau ada tujuh anak, ada satu yang berbeda itu wajar. Itu adalah hak, kami hormati. Kita berenam akan mempererat silaturahmi. Kita berharap pemilukada berjalan aman dan lancar," ujar Taufik.
Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Nachrowi Ramli, menambahkan, keputusan rapat koalisi kekeluargaan malam ini akan dibawa oleh para pimpinan dewan pimpinan daerah dan dewan pimpinan wilayah masing-masing ke dewan pimpinan pusat partai koalisi kekeluargaan. "Mudah-mudahan besok atau Kamis akan ada keputusan," kata purnawirawan jenderal TNI ini.
Koalisi kekeluargaan hingga malam tadi masih solid mendukung Sandiaga Uno sebagai calon gubernur yang akan diusung untuk melawan Ahok. Tapi, kemungkinan nama Mardani Sera Ali yang diusung PKS akan tercoret dari posisi calon wakil gubernur. Sebab, koalisi kekeluargaan baru membahas siapa kandidat yang akan diusung sebagai pendamping Sandiaga untuk melawan Ahok-Djarot. "Nama sudah ada. Kita serahkan ke DPP untuk memutuskan," ujar Nachrowi.