Pantaskah Arcandra Jadi Menteri Lagi?

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Betapa istimewanya Arcandra Tahar. Muncul isu bahwa dia bakal diangkat lagi menjadi menteri setelah kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia lewat proses yang sangat cepat berkat bantuan pemerintah.

Legislator Nasdem Imbau Personel TNI Tidak Terlibat dalam Penanganan Kasus Warga Sipil

Tapi, belum terang betul posisi menteri apa yang akan diamanatkan lagi kepadanya setelah Presiden memberhentikannya dari jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 15 Agustus 2016. Presiden Joko Widodo belum mengonfirmasi isu itu karena masih kunjungan kerja di luar negeri.

Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah memberi isyarat bahwa terbuka peluang bagi Arcandra untuk kembali masuk ke Kabinet Kerja. “(Kemungkinan menjabat menteri lagi) ada, pasti," kata Kalla saat menjawab pertanyaan wartawan seusai membuka gelaran Indonesia Business and Development Expo di Jakarta pada Kamis, 8 September 2016.

Anggota DPRD Partai Demokrat Diduga Selingkuh, Pengakuan Mengejutkan Pembunuh Wanita tanpa Kepala

Kalla mengingatkan, hak mutlak Presiden mengangkat seseorang menjadi pembantunya. Begitu juga andai Kepala Negara memutuskan merekrut lagi Arcandra sebagai menteri meski pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, itu pernah menjadi warga negara Amerika Serikat.

Lagi pula, kata Kalla, Arcandra telah sah sebagai warga Indonesia dan sudah melewati proses serta prosedur hukum untuk itu. “Memang pada dasarnya dia orang Indonesia.” Dia pun mengklaim Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak keberatan dengan Arcandra.

Anggota DPRD Diduga Selingkuh 14 Tahun Hingga Punya Anak, Partai Demokrat Turun Tangan!

Bukan orang asing

Arcandra menjadi menteri dengan masa jabatan tersingkat, hanya 20 hari, sepanjang sejarah pemerintahan Indonesia. Dia dilantik sebagai Menteri ESDM untuk menggantikan Sudirman Said pada 27 Juli 2016 dan diberhentikan pada 15 Agustus 2016.

Jabatan Arcandra dilucuti menyusul polemik dwikewarganegaraan yang ditujukan kepadanya. Dia memiliki dua paspor sekaligus dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Dia menjadi warga negara Amerika setelah melalui proses naturalisasi pada Maret 2012. Karena Indonesia tidak mengakui dwikewarganegaraan, status warga negara Indonesia-nya niscaya gugur alias hilang secara hukum.

Arcandra mendapatkan lagi status kewarganegaraan Indonesia-nya pada 1 September 2016, sebagaimana diungkapkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly. "Demi asas perlindungan maksimum, dan tidak boleh stateless, kami keluarkan surat keputusan penetapan namanya (Arcandra) jadi warga negara Indonesia sejak 1 September," katanya dalam rapat bersama Komisi III di DPR di kompleks Parlemen di Jakarta pada Rabu, 7 September 2016.

Pemerintah mengembalikan kewarganegaraan Indonesia untuk Arcandra, kata Yasonna, atas dasar atau prinsip bahwa seorang tidak boleh tanpa kewarganegaraan (stateless). Soalnya Arcandra sempat tak memiliki kewarganegaraan. Statusnya sebagai warga Amerika otomatis gugur saat dia dilantik sebagai Menteri ESDM, karena negeri Paman Sam itu memiliki aturan soal siapa pun yang dilantik sebagai pejabat negara lain, otomatis kehilangan kewarganegaraan Amerika. Kewarganegaraan Indonesia-nya pun lenyap bersamaan saat dia resmi menjadi warga Amerika pada Maret 2012 itu.

Menteri Yasonna mengakui memang ada perlakuan istimewa kepada Arcandra. Berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, ada dua syarat seorang warga asing bisa menjadi warga Indonesia: pertama, naturalisasi atau bermukim di Indonesia selama paling sebentar lima tahun, dan kedua, kalau warga negara asing itu berjasa kepada Indonesia. Arcandra tidak melewati prosedur itu.

"Tapi itu berlaku pada warga negara asing. Arcandra Tahar, kan, bukan orang asing lagi. Kewarganegaraannya di Amerika resmi dicabut," kata Yasonna berdalih.

Lagipula, menurut Yasonna, kewarganegaraan Indonesia untuk Arcandra belum pernah resmi dicabut. Ada prosedur dan tata cara pencabutan status kewarganegaraan seseorang, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pemerintah menghentikan proses pencabutan kewarganegaraan karena Arcandra telah kehilangan kewarganegaraan Amerika sejak 15 Agustus 2016. Maka, pemerintah Indonesia meneguhkan lagi status kewarganegaraan Indonesia-nya.

Ia menegaskan tak ada hukuman pidana bagi seseorang yang menganut dwikewarganegaraan. Hukuman pidana tiga tahun bisa dikenakan kalau orang sengaja menghilangkan kewarganegaraan orang lain.
"Kalau aku bikin Surat Keputusan pencabutan warga negara Arcandra Tahar, akulah masuk penjara tiga tahun," ujarnya.

Pengkhianat

Namun klaim Wakil Presiden bahwa DPR menyetujui peneguhan kembali Arcandra sebagai warga Indonesia, termasuk peluang menjadi menteri lagi, dimentahkan Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman. Menurut dia, pemerintah tak seharusnya mengembalikan kewarganegaraan itu karena justru Arcandra-lah yang membuatnya tak memiliki kewarganegaraan. Dia bahkan menuding Arcandra sebagai pengkhianat negara karena sempat memiliki dwikewarganegaraan.
 
“Bukan kita (Indonesia) yang buat stateless (tanpa kewarganegaraan). Kalau negara yang buat stateless, itu masuk akal. Dia pengkhianat, yang sudah lama hidup di sini saja dipersulit. Ini jelas-jelas pengkhianat, kok, tiba-tiba ada pengukuhan," kata politikus Partai Demokrat itu.

DPR, terutama Fraksi Partai Demokrat, kata Benny, tak begitu saja dapat menerima kebijakan Menteri Yasonna untuk Arcandra. Terlebih lagi kalau Presiden benar menunjuk lagi Arcandra sebagai menteri. Pemerintah harus lebih dahulu melihat kesetiaan Arcandra kepada bangsa dan negara. “kita kasih kesempatan lima tahun untuk menguji loyalitasnya pada negeri ini,” katanya.

Benny bahkan mengancam menggalang dukungan DPR untuk mengajukan hak bertanya kepada Presiden. "Kalau Komisi (Komisi III DPR RI) tak mau, saya pribadi (yang mengajukan hak bertanya kepada Presiden).” Dia meyakini Presiden tak mungkin tak mengetahui bahwa Arcandra memiliki kewarganegaraan ganda sebelum dilantik sebagai Menteri ESDM. “Dia yang menipu Presiden atau Presiden sengaja angkat WNA jadi menteri di republik ini," katanya.

Kritik yang tak kalah keras disampaikan Akbar Faizal, anggota Komisi III DPR RI. Dia memprotes keras kebijakan Menteri Yasonna yang mengembalikan status kewarganegaraan Indonesia untuk Arcandra. Dia mengaku telah mempelajari rangkaian polemik kewarganegaraan ganda itu sehingga menyimpulkan bahwa Arcandra pernah mengucap sumpah menjadi warga negara Amerika Serikat. Itu artinya pula Arcandra telah mengkhianati Tanah Air-nya.

Menurut Akbar, tak ada dasar kuat bagi Presiden untuk mengangkat seseorang yang pernah mengkhianati negaranya sebagai pejabat penyelenggara negara, apalagi menteri. "Saya protes keras. Memang tidak ada lagi orang baik. Apa istimewanya Arcandra,” katanya.

Dia juga menyoal betapa mudah pemerintah mengembalikan kewarganegaraan Indonesia untuk Arcandra, sementara banyak orang lain susah-payah mendapatkannya. Arcandra pun tak melewati prosedur sebagaimana mestinya untuk kembali menjadi warga Indonesia.

Pendapat berbeda disampaikan Trimedya Panjaitan, Wakil Ketua Komisi III DPR. Dia mengaku belum memastikan Presiden akan mengangkat lagi Arcandra sebagai menteri. Namun dia menyerahkan sepenuhnya itu kepada Kepala Negara karena memang hak prerogatif presiden.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu hanya memberikan catatan bahwa setiap warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Semestinya pula Arcandra melewati prosedur hukum untuk mendapatkan kewarganegaraannya. “Apalagi untuk kepentingan bangsa, harus diberlakukan yang sama dengan Arcandra. Jangan seperti atlet bulutangkis yang sulit menjadi WNI," ujarnya.

Dia memahami langkah Menteri Yasonna yang mengistimewakan Arcandra karena negara membutuhkan tenaga dan pikirannya, terutama untuk mengurus persoalan energi di Indonesia. Pemerintah memanfaatkan celah hukum sehingga tak sampai melanggar konstitusi.

Ruhut Sitompul, anggota Komisi III DPR RI, terang-terangan mendukung jika Presiden mengamanatkan lagi jabatan Menteri ESDM kepada Arcandra. Dia mengakui kapasitas Arcandra dalam bidang perminyakan, terutama offshore (pengeboran minyak dan gas lepas pantai) dan onshore (pembangunan kilang minyak darat). Negara sangat membutuhkan kemampuannnya.

“Apa pun, Arcandra itu aset kita (Indonesia), lho. Kalau aku Presiden, jujur aku angkat kembali (sebagai menteri),” kata Ruhut kepada wartawan saat menemui Pelaksana Tugas Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta pada Rabu, 7 September 2016.

Jebakan

Maka, sebagian kalangan menilai rumor tentang Arcandra bakal diangkat lagi menjadi menteri adalah semacam jebakan bagi Presiden Joko Widodo. Kredibilitas Presiden telah menurun akibat menunjuk warga negara asing sebagai menteri. Presiden beruntung karena segera memberhentikan Arcandra, setelah terkonfirmasi bahwa dia memiliki kewarganegaraan ganda.

Koordinator Konsorsium untuk Transparansi Informasi Publik, Hans Suta Widhya, mengingatkan Presiden agar tak kecolongan untuk kali kedua. Soalnya dia menengarai ada gerakan yang mendorong Arcandra menjadi Menteri ESDM lagi asalkan sudah menjadi warga negara Indonesia.

"Banyak orang-orang yang lebih hebat dari Arcandra, kok. Banyak yang lebih paham ESDM, dan lebih paham finansial. Makanya saya curiga: jangan-jangan gerakan mewacanakan Arcandra masuk ke kabinet lagi hanya untuk merusak reputasi Jokowi," ujar Hans melalui keterangan tertulisnya pada Senin, 5 September 2016.

Menurut Hans, sebaiknya Jokowi secara independen memilih Menteri ESDM yang lebih kompeten, lebih nasionalis, lebih setia kepada Indonesia, dan tidak menjadi beban politik bagi bangsa. Apalagi tokoh seperti itu cukup banyak, tak hanya Arcandra.

Pengamat politik pada Universitas Jayabaya Jakarta, Igor Dirgantara, berpendapat bahwa perkara Arcandra bukan lagi semata menjadi perhatian kalangan politikus, melainkan juga publik awam. Masyarakat mengerti betapa nasionalisme itu menjadi utama bagi seorang pejabat penyelenggara negara, termasuk menteri. Publik pasti memprotes andai Presiden menunjuk lagi Arcandra sebagai menteri.

“Ini masalah nasionalisme, masih banyak anak bangsa lainnya di bidang yang sama dengan dedikasi jauh lebih baik dari Arcandra," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Minggu, 4 September 2016.

Igor menilai, saat Jokowi memberhentikan Arcandra, kewibawaan dan kredibilitasnya sangat positif dan mencapai titik indeks yang terbaik. Maka, apa pun alasannya, wacana mengangkat kembali Arcandra sebagai menteri adalah kesalahan kedua yang sangat fatal. Soalnya sudah terbukti Jokowi menerima bisikan atau tekanan dari orang sekelilingnya yang salah besar dalam memberikan rekomendasi.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya