Kisruh Kepemimpinan, Parfi Mau Dibawa ke Mana?
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) resmi didirikan pertama kali pada tahun 1956 dengan para pelopornya Usmar Ismail dan Djamaludin Malik. Saat itu, terpilihnya Soerjo Soemanto sebagai Ketua Parfi yang pertama mengawali kiprah Parfi dalam dunia perfilman Indonesia.
Sebagai organisasi profesi, Parfi berdiri sebagai wadah para artis meningkatkan kemampuannya guna memberi sumbangsih yang lebih besar untuk Indonesia lewat karya, kreativitas, dan moral artis perfilman itu sendiri.
Dalam perjalanannya, Parfi dipimpin pegiat-pegiat film yang memiliki dedikasi tinggi di dunia perfilman Indonesia, sampai lima tahun lalu tiba-tiba muncul nama Gatot Brajamusti. Gatot terpilih sebagai pimpinan Parfi di tahun 2011.
Ia menggantikan aktris kawakan Jenny Rachman yang menjabat di periode sebelumnya. Terpilihnya Gatot sebagai ketua Parfi saat itu pun langsung menjadi kisruh di kalangan para anggotanya. Kubu Jenny Rachman kala itu dengan tegas menolak, bahkan memperkarakan kasus ini sebagai kasus penipuan ke pengadilan.
Gatot Brajamusti, menurut Jenny, maju menjadi Ketua Umum Parfi saat itu dengan memanipulasi data formulir dan mengaku dirinya pernah main film sebagai peran utama, sebagaimana yang dicantumkan dalam AD/ART Parfi. Bahkan Gatot memiliki kartu keanggotaan Parfi yang bertipe AB (Anggota Biasa) di luar pengetahuan dan seizin Jenny.
"Perlu diketahui tanda tangan kartu keanggotaan itu menggunakan scan tanda tangan saya seharusnya lebih dahulu disetujui saya, tapi ini tidak ada persetujuan saya sama sekali," kata peraih penghargaan Piala Citra itu.
Aktris senior itu juga pernah menjelaskan, salah satu syarat mutlak mencalonkan diri sebagai calon ketua umum Parfi adalah para calon diwajibkan berstatus sebagai anggota biasa (AB) yang notabene pernah bermain film, setidaknya tiga film. Sementara Gatot, menurut penelusuan tim Jenny Rachman, tidak pernah bermain dalam film yang ia sebutkan.
Namun meski gugatan gencar dilakukan, pria yang akrab disapa Aa Gatot itu tetap melenggang menjalankan organisasi tersebut. Selama dipegang Gatot, Parfi dinilai mandul dan tak memiliki prestasi.
Banyak pelaku film yang mengkritisi sosok Gatot sebagai ketua umum Parfi. Sutradara Joko Anwar, misalnya. Lewat akun Twitternya pada 2013 lalu, ia pernah menyindir film Azrax di mana Gatot berperan di dalamnya.
"Nonton Azrax kayak ngeliatin Aa Gatot mengagumi dirinya sendiri di cermin dan kita harus bayar," tulis sang sutradara. Ia juga makin protes kala Azrax masuk dalam daftar seleksi Festival Film Indonesia 2013 saat itu.
Namun Gatot sendiri tak terima jika Parfi dibilang mati suri. Ia menjelaskan, Parfi dalam kepemimpinannya banyak bergerak dan berkontribusi baik di sektor daerah maupun pusat.
Menurutnya, sepanjang kepengurusannya, sudah berdiri beberapa cabang dan munculnya DPD yang dahulu tidak ada kini menjadi ada. Semula, cabang Parfi ada 24 dan kini sudah menjadi 36 cabang. Selain itu, untuk peningkatan kualitas agama para anggotanya, ada pengajian rutin bulanan hingga pemberangkatan umrah.
Parfi Pascapenangkapan Aa Gatot
Kongres Parfi ke-15 pun kembali digelar di Lombok pada akhir Agustus 2016 lalu. Meski ditentang banyak pihak, kongres ini kembali memenangkan Gatot Brajamusti untuk periode 2016-2021. Belum sempat dilantik, Gatot ditangkap dan terseret kasus narkoba di Hotel Golden Tulip, Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Minggu, 28 Agustus 2016.
Penangkapan Gatot Brajamusti ini pun membuat kisruh Parfi semakin memanas. Seolah menjadi pembuktian bahwa Aa Gatot dianggap tidak pantas menduduki kursi kepemimpinan organisasi tersebut, berbagai pihak yang bersangkutan angkat bicara.
Mark Sungkar, aktor senior ini menjelaskan, Parfi sebaiknya membersihkan diri dahulu dari dalam dan bukan sebaliknya. Ia mengatakan, Parfi sebenarnya bisa menjadi organisasi besar jika dipimpin orang yang tepat.
"Berulang kali saya mengatakan Parfi terlalu besar untuk diabaikan, tetapi terlalu kecil untuk dipertimbangkan keberadaannya. Yah, tergantung siapa yang mengemudikan," ujarnya.
Sejak awal kongres besar Parfi ke-15, Roy Marten menyebut, terjadi perpecahan di tubuh Parfi ke dalam empat kubu. Yang pertama memang kubu yang mendukung Gatot Brajamusti, kubu Andryega da Silva, kubu yang ingin membuat kongres tandingan di Jakarta, dan yang terakhir adalah kubu anggota Parfi yang apatis atau tidak peduli.
Perpecahan ini, dianggap sebagai dinamika dari sebuah organisasi. Ia mengatakan, Parfi memang hanya bagian kecil dari Indonesia yang jumlahnya hanya seribuan orang saja. Namun organisasi ini diinilai bisa memberikan kontrubusi yang besar untuk Indonesia jika dikelola dengan baik. Roy sendiri dengan tegas menyatakan berada di kubu Andryega da Silva.
"Saya memberi dukungan kepada Bung Andryega sebagai ketua umum Parfi. Bahkan saat ini, rasanya dia (Andryega) sudah jadi ketua umum," kata Roy kepada VIVA.co.id, Kamis 25 Agustus 2016 lalu.
Tak hanya Roy, sejumlah aktor dan aktris senior Wieke Widowati, Eddy Riwanto, Elly Ermawati, Piet Pagau, Amoroso Katamsi juga terlihat berada kubu yang sama.
Pada Rabu, 31 Agustus 2016 di Gedung Perfilman H. Usmar Ismail Kuningan, Jakarta, Andryega pun resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum Parfi periode 2016-2021 menggantikan Gatot Brajamusti yang gugur karena kasus narkoba tersebut.
Pengangkatan Andryega itu diketahui berdasarkan keputusan AD/ART Pasal 17 dan Pasal 19 di mana ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) Parfi perlu menetapkan ketua umum yang baru. Andryega da Silva merupakan rival Gatot pada kongres Lombok sebelumnya.
Ditetapkan sebagai ketua umum, Andryega akan melakukan ‘penyusunan kabinet’ yang baru terlebih dahulu sebelum nantinya akan menyusun program yang akan dijalankan Parfi. Dengan lantang, Andryega menyatakan siap mengemban amanah sebagai ketua umum Parfi selama 5 tahun ke depan.
Deklarasi DPO tentang ketua umum Parfi yang baru tidak serta merta diterima begitu saja oleh kubu yang lainnya. Parfi dengan semangat angkatan 1956 menolak keputusan tersebut. Kubu ini bersikeras ingin melakukan reformasi secara utuh di tubuh Parfi.
Debbie Cynthia Dewi, aktris senior, yang menjadi juru bicara dari kubu ini menegaskan, sejak awal mereka tidak berada di pihak siapa pun. Kubu ini mengklaim ingin mengembalikan semangat Parfi 1956 atau fungsi organisasi ini sesungguhnya.
"Statement kita itu enggak sah. Mana ada DPO bisa ngangkat langsung Andre. Harusnya ada kongres luar biasa," kata Debbie saat dihubungi VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Jumat, 2 September 2016.
Ia menjelaskan, Parfi 1956 ini sudah mempersiapkan rencana mengembalikan semangat asli organisasi ini sudah sangat lama, jauh sebelum adanya kisruh penangkapan Aa Gatot. Mereka berharap, Parfi bisa dipegang orang-orang muda yang lebih segar.
"Tio Pakusadewo, Sophia Latjuba, Johan Morgan, Marcella Zalianty, Adam Jordan yang sudah mendaftar. Kita harap nantinya ada nama-nama seperti Raffi Ahmad, Baim Wong, Dude Harlino juga," ujar Johan Morgan.
Dari reformasi ini diharapkan bisa mengembalikan Parfi ke marwahnya. Parfi diharap bisa menjalankan amanah untuk memperjuangkan hak-hak artis yang sudah malang melintang di dunia perfilman dan sinetron. "Tentunya yang senior jadi pembina dan dewan kehormatan," tambahnya.
Hak-hak artis itu antara lain seperti memperjuangkan jam syuting agar tidak lewat dari jam 12 malam, para pensiunan artis juga bisa dibangunkan rumah. Yang jelas, kubu ini mengatakan, dana yang diperoleh dari sponsor, kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), dan juga pemerintah bisa dipergunakan untuk benar-benar memperjuangkan hak para anggotanya.
Tak sedikit publik yang tidak 'engeh' dengan kehadiran Parfi dan fungsinya yang penting itu. Siapapun yang menjalankan Parfi, tentunya diharapkan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perfilman Indonesia. Parfi seharusnya benar-benar mewujudkan tujuan awal para pendirinya, yakni mengembangkan kemampuan para pelaku seni lewat karya dan kreativitasnya sebagai artis profesional dan integritas artis film Indonesia.