Menertibkan Kemang agar Tak Lagi Tergenang
- @TMCPoldaMetro
VIVA.co.id – Malam itu, Purnomo tersentak. Petugas keamanan itu – yang berjaga di salah satu optik di seberang Kemang Square di kawasan Kemang, Jakarta Selatan – tak menyangka banjir besar akan melanda tempat dia bekerja. Banjir tiba-tiba datang bak air bah yang ditumpahkan ke sana.
Gara-gara banjir, arus lalu lintas di Jalan Kemang Raya lumpuh total. Akses jalan terputus. Puluhan mobil dan sepeda motor di basement beberapa gedung di kawasan itu terendam banjir. Bahkan, sejumlah mobil hanya terlihat bagian atapnya.
Saat itu, ketinggian air mencapai lebih dari sepinggang orang dewasa. Banjir pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016 tersebut, menurut Purnomo, merupakan yang terparah sejak tiga tahun terakhir. "Kami sudah enggak bisa apa-apa, tanjakan kali di situ kayak ombak," ujar Purnomo, Minggu, 28 Agustus 2016.
Banjir memang bukan sekali ini terjadi di Kemang. Pada 19 Agustus 2016, misalnya. Banjir juga melanda kawasan itu. Bahkan pada 21 April 2016, banjir masuk ke rumah-rumah mewah.
Satu di antaranya rumah mewah bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Hasnaeni Moein. Rumah yang berlokasi di kawasan Kemang Timur 5 kavling 2, Jakarta Selatan itu tergenang air setinggi sekitar 20-30 sentimeter (cm).
Kemang rentan terkena banjir lantaran secara geografis terletak di kawasan yang berbentuk seperti lembah atau cekungan. Bila hujan turun, air akan memenuhi dasar kawasan itu. "Pas hujan, air enggak bisa keluar masuk," ujar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kamis, 21 April 2016.
Ahok, sapaan Basuki, menuding banjir di Kemang lantaran banyak warga mendirikan rumah persis di pinggiran Kali Krukut. Dampaknya, lebar kali itu menyusut. Keberadaan hunian juga membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tak bisa melakukan pelebaran saluran air.
Penilaian serupa diungkapkan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Parahnya banjir di Kemang lantaran banyak hunian di bantaran sungai. Akibatnya, Kali Krukut yang membentang dari Situ Citayam, Depok, dan bermuara di Kanal Banjir Barat, mengalami penyempitan. Lebar sungai Krukut yang seharusnya 20 meter hanya tinggal 1,5 meter.
"Yang bermasalah itu bagian tengah dan hilir, mulai dari Pondok Labu (Jakarta Selatan), sampai Kembangan (Jakarta Barat), itu yang jadi masalah," ujar Kepala BBWSCC, T. Iskandar di Balai Kota, Jakarta, Senin, 29 Agustus 2016.
Tak hanya itu. Banyaknya bangunan yang berubah fungsi ditengarai juga memicu banjir di Kemang. Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mencontohkan perubahan fungsi dari tempat hunian menjadi restoran dan hotel. Padahal, kawasan tersebut merupakan daerah resapan air.
Perubahan fungsi bangunan di Kemang pun diungkapkan Ahmad Alamsyah Saragih, salah satu pimpinan Ombudsman. Dia menyebutkan, hampir 90 persen bangunan yang peruntukannya hunian telah berubah menjadi tempat usaha.
"Pada 2001, menunjukkan hampir lebih dari 57 persen lahan atau bangunan di Jalan Kemang Raya dan Kemang Selatan telah berubah fungsi menjadi tempat usaha. Padahal kondisi bangunan sebelumnya 73 persen adalah tempat tinggal," katanya, 26 Juli 2016.
Untuk menertibkan Kemang, menurut Djarot, akan cukup sulit. Sebab, warga di bantaran sungai itu telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas rumah dan lahan yang mereka tempati.
Ahok dan Djarot mengaku tak mengerti bagaimana bangunan yang didirikan di atas bantaran sungai bisa memiliki sertifikat. "Nah, saya tak tahu bagaimana caranya mereka dapat sertifikat zaman itu," kata Ahok, Minggu, 28 Agustus 2016.
Ada sejumlah solusi yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta agar Kemang tak tergenang. Untuk jangka pendek, DKI akan melakukan pengerukan atau normalisasi Kali Krukut.
Pemprov DKI juga berencana melebarkan Kali Krukut di sekitar kawasan Kemang. Kali akan dilebarkan dari tiga meter yang ada sekarang menjadi 20 meter.
Rencananya, pelebaran dilakukan tahun mendatang. Saat ini, Dinas Tata Air melakukan penentuan titik yang terkena pelebaran. Sejumlah hunian hingga hotel di kawasan yang terkenal dengan tempat-tempat hiburan itu, diperkirakan terkena dampak pelebaran.
Pemerintah menempuh strategi konsinyasi untuk membebaskan lahan yang terkena pelebaran. Pelaksanaannya dijamin Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pemerintah menitipkan uang ganti rugi pembelian lahan ke pengadilan. Pemilik bangunan diminta mengurus sendiri penerimaan ganti rugi untuk bangunan mereka yang akan dirobohkan. “Kalau mereka (pemilik bangunan) enggak mau ambil, ya pembangunan kami tetap jalan," ujar Kepala Dinas Tata Air DKI Teguh Hendarwan, Senin, 29 Agustus 2016.
Rencananya, Dinas Tata Air mendapat tambahan anggaran hingga Rp1,5 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI 2016, khusus untuk pembebasan lahan. Namun, anggaran itu tidak dikhususkan untuk pembebasan lahan di lokasi tertentu. "Anggarannya (Rp1,5 triliun) gelondongan. (Penggunaannya) tinggal lihat prioritas saja," ujar Teguh.
Sejumlah warga tak keberatan Pemprov DKI melakukan pelebaran Kali Krukut. Cici (39), warga RT 04/ 06, Cipete Utara, misalnya. "Boleh-boleh disuruh pindah, asal sesuai harga saja pemerintah memberikan uang pengganti. Misalnya, satu meter lima juta atau satu meter sepuluh juta," katanya.
Setali tiga uang. Nana (42), warga yang tinggal di samping bantaran Kali Krukut itu juga setuju dengan pelebaran sungai. "Asalkan untuk pelebaran kali 10 meter bagian kanan dan 10 meter kiri. Jadi harus adil dong," kata Nana.
Urusan menggusur hunian di bantaran kali untuk normalisasi sungai pernah dilakukan Pemprov DKI. Agustus 2015 misalnya, DKI menggusur hunian liar di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Penertiban untuk normalisasi Sungai Ciliwung itu dilakukan agar kawasan tersebut tak selalu terendam banjir. Warga di sana lantas dipindahkan ke rumah susun Jatinegara Barat.
Soal menggusur hunian di pinggir kali, anggota DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman mengkritik Ahok. Dia menilai, Ahok hanya berani menggusur rakyat kecil, namun terkesan tak berani menyentuh kawasan elite Kemang yang berada di bantaran Kali Krukut. "Jadi Pak Ahok jangan cuma menggusur rakyat kecil, berani tidak menertibkan bangunan di sepanjang Kali Krukut itu," ujar Prabowo kepada VIVA.co.id, Selasa, 30 Agustus 2016.
Menurutnya, wilayah Kemang dan sekitarnya merupakan daerah resapan air. Namun, wilayah yang dikenal kawasan ekspatriat itu justru telah dipenuhi oleh bangunan baik hunian maupun komersial. Sejumlah bangunan pun berdiri di bantaran sungai.
Politikus Gerindra ini meminta agar Pemprov DKI mengembalikan fungsi wilayah itu sebagai daerah hijau dan resapan air. Bukan hanya itu. Dia pun meminta Pemprov DKI mengevaluasi izin bangunan yang ada. "Pak Ahok jangan bicara saja, segera normalisasi Kali Krukut," ujar dia.
(ren)