Kekayaan Melimpah Hasil Upeti Mohamad Sanusi
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi didakwa, Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Suap itu diberikan untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Selain itu, mengupayakan agar keinginan Ariesman agar membuat pasal mengenai kontribusi tambahan dimasukan dalam penjelasan dengan menggunakan konversi.
Permintaan itu dilakukan Ariesman, karena dia juga diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudera, perusahaan pemegang persetujuan prinsip reklamasi Pulau G.
Upaya Sanusi ini kemudian membuahkan hasil, ketika penjelasan terkait tambahan kontribusi yang semula tercantum "cukup jelas", diubah menjadi ketentuan sesuai Pasal 111 ayat 5 huruf c dengan penjelasan: "Yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta, terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi."
Kemudian, Sanusi memerintahkan staf pribadinya, Gerry Prastia, untuk menagih janji dari Ariesman mengenai pemberian Rp2,5 miliar, jika berhasil memasukan masalah kontribusi tambahan ke dalam penjelasan dan menggunakan konversi. Akhirnya pemberian ini diserahkan dalam dua tahap. Pertama Rp1 miliar pada 28 Maret 2016 di di SPBU Jalan Panjang, Jakarta. Kemudian 31 Maret 2016, Rp1 miliar lagi di FX Mall Senayan, Jakarta. Setelah itu, Sanusi ditangkap.
Selain suap, Sanusi juga didakwa mencuci uangnya. Dalam berkas dakwaan, Sanusi disebut mendapatkan kekayaan dengan cara meminta beberapa perusahaan rekanan yang pernah memenangkan proyek di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Aksi ini bisa dikatakan mirip makelar yang meminta upeti balas jasa.
Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ronald F. Worotikan, memaparkan Sanusi telah membelanjakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana senilai total Rp45,2 miliar guna membeli tanah, bangunan, serta kendaraan. Lalu menempatkan USD10 ribu dari hasil tindak pidana itu dalam brangkas di lantai 1 rumahnya di Jalan Siadi I No. 23, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Padahal, kata Ronald, berdasarkan surat keputusan pengangkatan menjadi anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta selama 2009 - 2014, dan tunjangan menjadi anggota Badan Legislatif Daerah sejak 2010 sampai April 2016, penghasilan keseluruhan Sanusi hanya Rp2,2 miliar. Adapun penghasilan lain dari perusahaan miliknya, PT Bumi Raya Properti, mencapai Rp2,6 miliar.
"Selama menjabat, terdakwa tidak pernah melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara kepada KPK," kata Ronald saat membacakan dakwaan M. Sanusi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2016.
Ronald mengungkapkan pencucian uang yang dilakukan Sanusi banyak berasal dari rekanan Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta, selaku Mitra kerja Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Pemberian itu di antaranya berasal dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama, Danu Wira, yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air Pemprov DKI antara 2012 sampai 2015. Dari Danu, Sanusi mendapatkan Rp21,2 miliar. Kemudian dari Komisaris PT Imemba Contractors, Boy Ishak Rp2 miliar, dan penerimaan lain senilai total Rp 22,1 miliar.
Kemudian, uang puluhan miliar itu disamarkan asal-usulnya, dengan dibelikan sejumlah aset. Sanusi antara lain membeli tanah dan bangunan yang dinamakan Sanusi Center di Jalan Mushollah, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Selain itu, membeli Satuan Rumah Susun non Hunian pada Thamrin Executive Residence di lantai G dari PT Jakarta Realty. Kemudian tanah dan bangunan dari PT Putra Adhi Prima di Perumahan Vimala HillsVilla and Resorts Cluster Alpen.
Tak hanya itu, Sanusi juga membeli mobil Audi A5 tahun 2013 senilai Rp875 juta dan Jaguar tipe XJL di tahun yang sama, seharga Rp2,25 miliar.
Atas perbuatan itu, Sanusi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sedangkan untuk pencucian uang, Sanusi didakwa Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terhadap dakwaan ini, Sanusi menyatakan tidak mengajukan keberatan atau eksepsi, dan memilih untuk melanjutkan agenda sidang pada tahap pembuktian.
Penasihat Hukum Sanusi, Krisna Murti, mengatakan sikap itu dilakukan agar sidang kliennya bisa segera selesai.
"Kami ingin mempercepat proses peradilan ini. Undang-undang kan mengatur 90 hari sidang harus selesai. Jadi kami pikir ini untuk mempercepat saja," kata Krisna usai mendampingi Sanusi menjalani sidang perdana.
Meski demikian, Krisna memandang dakwaan yang diajikan kabur dan tidak jelas. Khususnya menyangkut dugaan pencucian uang yang dilakukan Sanusi.
"TPPU ini contohnya (yang tidak jelas). Di sana disebutkan pihak-pihak lain, lah itu siapa saja? Sebutkan dong. Padahal, rekening-rekening lainnya disebut. Tinggal di pembuktian saja nanti kami kejar itu," kata Krisna.
Sanusi juga berpendapat demikian. Dia hanya meminta doa agar dalam persidangan ini mampu membuktikan harta yang didapatnya adalah legal. "Doain saya bisa buktikan di pengadilan dengan saksi-saksi yang dihadirkan," ujarnya.
Untuk melihat dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang Sanusi, berikut rinciannya:
Harta kekayaan M. Sanusi yang diduga hasil tindak pidana | Keterangan |
Sanusi Center | Sebidang tanah beserta bangunan seluas 469 m2 atas nama Rully Farulian berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 01917 tanggal 09 Mei 2006, di Jalan Musholla Rt.004/Rw.09 Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Untuk pembayaran terdakwa meminta Danu Wira uang Rp1,91 miliar yang dikirim dari rekening Bank Mandiri atas nama Danu ke Rekening Bank Panin atas nama Rully pada 14 Desember 2012. Sebidang tanah beserta bangunan di Gg. Musholla Rt.004/Rw.09 Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur, seluas 330 m2 atas nama Angkie Sofianti berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 405 tanggal 15 April 1994. Untuk pembayaran atas pembelian ini, terdakwa meminta Danu Wira uang sejumlah Rp1,09 miliar yang dikirim dari rekening Bank Mandiri Danu ke rekening Bank BCA atas nama Angkie. |
2 unit Rumah Susun Non Hunian Thamrin Executive Residence | Satu unit di lantai G Nomor 3A seluas 61,98 m2 dengan harga pengikatan sebesar Rp847,5 juta berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Non Hunian Thamrin Executive Residence Nomor 3938/TU/VIII/13 tanggal 29 Agustus 2013. Unit kedua di lantai G Nomor 3B seluas 120,84 m2 dengan harga pengikatan sebesar Rp1,65 miliar berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Non Hunian Thamrin Executive Residence Nomor 3939/TU/VIII/13 tanggal 29 Agustus 2013. Untuk pembayaran atas pembelian 2 unit Satuan Rumah Susun Non Hunian itu, terdakwa meminta uang kepada Danu Wira uang sejumlah Rp1,64 miliar yang dikirim dari rekening Bank Mandiri milik Danu, ke rekening BCA atas nama PT Jakarta Realty. Selanjutnya dari rekening tersebut digunakan untuk melakukan pembayaran booking fee, down payment dan angsuran. Sedangkan sisa angsuran diberikan beberapa pihak lain atas permintaan terdakwa, yaitu: a) Sejumlah Rp208,3 juta dari Gina Aprilianti; b) sejumlah Rp647,8 juta dibayarkan pihak lain. |
Perumahan Vimala Hills Villa and Resorts Cluster Alpen | Tipe 4 Bed Room E, luas tanah 540 m2 dan luas bangunan 219 m2, yang terletak di Jalan Alpen Permai Nomor 1 Desa Sukamahi Kecamatan Mega Mendung Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan harga sejumlah Rp5,99 miliar. Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan di Vimala Hills Villa and Resorts Nomor 00000369 tanggal 26 Desember 2013. Untuk pembayaran itu, terdakwa meminta Danu Wira uang Rp2,7 miliar dari rekening Bank Mandiri Danu ke Rekening BCA atas nama PT Putra Adhi Prima. Uang itu untuk down payment dan angsuran. Sedangkan pembayaran sisa angsurannya dilakukan oleh pihak lain atas permintaan terdakwa, yaitu: a) Sejumlah Rp181 juta dibayarkan Gina Prilianti b) Sejumlah Rp513,8 juta dibayarkan Hendrikus Kangean c) Sejumlah Rp171,2 juta dibayarkan PT Bumi Raya Properti d) Sejumlah Rp866,4 juta dibayarkan oleh pihak lain. |
Rumah Susun pada Soho Pancoran South Jakarta | Terletak di Jalan MT. Haryono Kavling 2-3 Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Blok North Wing, lantai 16, No. 8 tipe Dakota luas Semi Gross/Nett 109,81 m2 /119,65 m2 dari PT CIPTA PESONA KARYA. Harga unit sebesar Rp3,2 miliar berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Soho Pancoran South Jakarta No. 00000059 tanggal 19 Desember 2013. Untuk pembayaran tersebut, Sanusi meminta kepada Danu Wira uang sejumlah Rp1,28 miliar yang dikirim dari rekening Bank Mandiri Danu ke Rekening BCA PT Cipta Pesona Karya. Selanjutnya dari rekening tersebut digunakan untuk melakukan pembayaran angsuran. Sedangkan sisa angsuran pembayaran dilakukan oleh pihak lain atas permintaan Terdakwa, yaitu: a) Sejumlah Rp428 juta dibayarkan Hendrikus Kangean. b) Sejumlah Rp1,37 miliar dibayarkan oleh pihak lain. |
2 unit Apartemen Callia (Park Center Pulomas) | Terletak di Jalan Kayu Putih Raya dan Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. a) Unit Nomor 16 lantai 30 tipe 2 BRA Tower CL seluas 64 m2 semi gross dengan harga sebesar Rp858,2 juta berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen Callia Nomor 147 tanggal 17 Desember 2014; b) Unit Nomor 22 lantai 30 tipe 2 BRC Tower CL seluas 64 m2 semi gross dengan harga sebesar Rp867,7 juta berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Unit Apartemen Callia Nomor 148 tanggal 17 Desember 2014. Untuk pembayaran Down Payment pertama atas pembelian 2 unit apartemen itu Sanusi meminta uang kepada Danu Wira sejumlah Rp375,7 juta pada tanggal 23 September 2013 yang dikirim dari rekening Bank Mandiri atas nama Danu Wira ke Rekening BCA atas nama PT Indomarine Square. Sedangkan sisa pembayaran angsuran dilakukan oleh pihak lain atas permintaan terdakwa, yaitu: - Sejumlah Rp10 juta untuk pembayaran booking fee apartemen lantai 30 No. 16 type 2 BRA dibayarkan Gina Prilianti; - Sejumlah Rp136,6 juta untuk pembayaran angsuran pertama apartemen lantai 30 No. 16 dan No. 22 type 2 BRA dibayarkan Agus Kurniawan. - Sejumlah Rp1,37 miliar untuk pembayaran angsuran apartemen dibayarkan oleh pihak lain. |
Apartemen di Residence 8 | Rumah susun Type H1, lantai 51 di Tower 3, Jalan Senopati No. 8B, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan seluas 76 m2, perhitungan gross dengan harga Rp3,15 miliar berdasarkan Perjanjian Kesepakatan Jual Beli tertanggal 19 September 2014, selanjutnya bangunan tersebut diatasnamakan Gina Prilianti. Untuk pembayaran itu Sanusi meminta uang kepada Danu Wira sejumlah Rp3 miliar tanggal 19 September 2014 yang dikirim dari rekening Bank Mandiri Danu ke Rekening Bank Mandiri atas nama Tasdikiah. Sedangkan uang tanda jadi sejumlah Rp100 juta atas permintaan terdakwa dibayarkan pihak lain pada tanggal 21 Agustus 2014 yang ditransfer ke rekening BII atas nama Tasdikiah. |
Tanah dan bangunan di Perumahan Permata Regency | Membeli dari Dany Indra Brata Solisa sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Haji Kelik Komplek Perumahan Permata Regency Blok F Nomor 1 Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, seluas 206 m2 berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 8852 tanggal 18 Oktober 2012, (BB-312) dengan harga sebesar Rp7,35 miliar. Namun dalam akta jual beli Nomor 41/2015 tanggal 25 Juni 2015, tercantum sebesar Rp2,25 miliar yang dibuat dihadapan PPAT Anne Meanne Alwie. Selanjutnya tanah dan bangunan tersebut diatasnamakan Naomi Shallima. Untuk pembayaran atas pembelian sebidang tanah dan bangunan tersebut, Sanusi meminta uang kepada Danu Wira sejumlah Rp7,35 miliar yang dikirim dari rekening Bank Mandiri atas nama Danu ke beberapa pihak, yaitu: a) Ke rekening BCA atas nama Dany Indra Brata Solisa untuk pembayaran uang muka pada tanggal 02 Mei 2014 sebesar Rp500 juta; b) Ke rekening BII atas nama Dany Indra Brata Solisa dengan 3 kali pembayaran, pertama tanggal 13 Mei 2014 sebesar Rp2 miliar, kedua tanggal 14 Mei 2014 sebesar Rp2 miliar, dan ketiga tanggal 16 Mei 2014 sebesar Rp2,85 miliar. |
Tanah di Cipete | Pada tanggal 13 Juli 2015 membeli sebidang tanah dan bangunan dari Trian Subekhi di Jalan Saidi I Nomor 23 RT.011/RW.007 Kelurahan Cipete Utara Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, seluas 410 m2 dengan harga Rp16,72 miliar, namun yang tercantum dalam akta jual beli Nomor 19/2015 sebesar Rp4,32 miliar, yang dibuat di hadapan PPAT Rina Utami Djauhari, SH. Selanjutnya tanah dan bangunan tersebut diatasnamakan Jeffry Setiawan Tan. Untuk pembayarannya, Sanusi meminta uang kepada Danu Wira sejumlah Rp900 juta yang dikirim dari rekening Bank Mandiri Danu Wira ke Rekening Bank Trian Subekhi. Selanjutnya Evelien Irawan meminta Trian membuka rekening Bank Mandiri prioritas outlet atas nama Joint account Trian Subekhi dan Linus Erwanto. Rekening ini digunakan untuk menerima sisa pembayaran tanah dan bangunan tersebut. dengan perincian, yaitu : a) Sejumlah Rp529,52 juta melalui transfer; b) Sejumlah USD1,27 juta atau setara Rp15,29 miliar disetorkan secara tunai. |
Pembelian aset berupa kendaraan bermotor | |
Mobil Audi A5 2.0 TFSI AT Tahun 2013 | Mobil dengan Nomor Polisi B 22 EVE dibeli dari PT Wangsa Indra Permana, yang dipesan oleh Evelien Irawan dengan harga Rp875 juta. Selanjutnya kepemilikannya diatasnamakan Leo Setiawan. Untuk melakukan pembayaran atas pembelian mobil tersebut, Sanusi meminta uang kepada Danu Wira uang Rp850 juta yang dikirim dari rekening Bank Mandiri atas Danu ke Rekening Bank Mandiri PT Wangsa Indra Permana. Sedangkan untuk pembayaran down payment dibayarkan pihak lain sejumlah Rp25 juta ke rekening BCA PT Wangsa Indra Permana. |
Mobil Jaguar Tipe XJL 3.0 V6 A/T Tahun 2013 | Mobil dengan Nomor Polisi B 123 RX dibeli dari PT Wahana Auto Ekamarga yang diatasnamakan PT Imemba Contractors yang kemudian dibaliknamakan atas nama Gerard Archie Istiarso. Mobil ini dipesan terdakwa dengan harga sebesar Rp2,25 miliar. Untuk melakukan pembayaran atas pembelian mobil tersebut, Sanusi meminta uang kepada Boy Ishak sejumlah Rp2 miliar yang dikirim ke Rekening BCA atas nama PT Wahana Auto Ekamarga. dengan 3 (tiga) kali pembayaran yaitu: a) Dari PT Imemba Contractors: - Tanggal 17 Desember 2013 sejumlah Rp500 juta melalui kliring otomatis Bank BNI; - Tanggal 20 Desember 2013 sejumlah Rp1,5 miliar melalui cek Bank BNI. b) Dari pihak lain : - Tanggal 13 Desember 2013 melalui pencairan cek Bank Mandiri sejumlah Rp250 juta; |
Simpang USD10 ribu | Sanusi menyimpan uang USD10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumah Jalan Saidi I Nomor 23 RT.011/RW.007 Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. |
Uang Politik dari Berbagai Pihak
Menurut KPK, jumlah penghasilan Sanusi tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa, sehingga asal usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah. KPK menilai kekayaannya menyimpang dari profil penghasilan terdakwa sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, sehingga menduga harta itu tidak didapatkan Sanusi secara legal.
Beragam pendapatan Sanusi ini diduga berasal dari pihak yang masih memiliki kaitan dengan jabatan Sanusi di Komisi D DPRD DKI. Setidaknya, KPK menyebut dua pihak yang diduga memberikan uang agar Sanusi bisa membeli beragam harta itu. Pertama adalah Direktur Utama PT Wirabayu Pratama, Danu Wira, dan kedua Komisaris PT Imemba Contractors, Boy Ishak. Selain itu, KPK juga menduga ada beberapa pihak lain yang ikut memberikan kekayaan pada Sanusi, yaitu Gina Prilianti, Hendrikus Kangean dan PT Bumi Raya Properti.
Dari penelusuran, PT Wirabayu Pratama kerap mengerjakan proyek yang berkaitan dengan pemeliharaan pengendalian saluran air. Setidaknya mereka pernah terpilih menjadi pemenang proyak di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, untuk pemeliharaan dan operasional infrastruktur pengendalian, pembersihan sampah di saluran kali. Selain itu, Penggantian Pompa-pompa Pengendali Banjir di Provinsi DKI Jakarta.
Namun pada situs resmi perusahaan, disebutkan mereka resmi berdiri sejak 1995, dan fokus bergerak di bidang bisnis teknologi informatika. Dalam perkembangannya, mereka mendirikan divisi kontraktor sipil, mechanical electrical, dan perangkat militer.
Perusahaan ini juga menjual beragam perangkat keras dan lunak komputer, kapal keruk, alat penglihatan malam, dan senter militer.
Sementara PT Imemba Contractors, berdasarkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, berpengalaman mengerjakan beragam pekerjaan konstruksi sejak didirikan pada 8 Maret 2002. Berdasarkan pengalaman kerja perusahaan itu, mereka sudah sering mengerjakan proyek untuk beragam perusahaan seperti PT Krakatau Steel, PT Medco Energi International, PT Angkasa Pura II, dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.
Kebutuhan Politik
Lekatnya hubungan politik dan korupsi sudah kerap dibuktikan oleh para pendahulu Sanusi. Mereka adalah politisi yang tertangkap KPK, dan pada akhirnya terbukti bersalah melakukan korupsi. Hampir tak ada partai politik yang absen dalam prestasi ini.
Sebut saja deretan politisi dari Partai Demorkat, mulai dari Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Nazaruddin, sampai Sutan Bhatoegana. Kemudian di Partai Golkar ada Akil Mochtar, Hamka Yandhu, Ratu Atut Chosiyah, Zulkarnaen Djabar, dan Paskah Suzetta. Di PDIP, ada Max Moein, Panda Nababan, Agus Condro, dan Adriansyah. Kemudian di PKS ada Luthfi Hasan Ishak, Hanura punya Dewie Yasin Limpo, Partai Nasdem Rio Capella, serta PPP dengan Suryadarma Ali.
Peneliti Cyrusnetwork, Hasan Nasbi, menilai akar masalah politik uang di partai politik bukan soal sumber dana. Namun masalahnya ada pada pengeluaran dana yang dinilai tak masuk akal.
"Bukan persoalan ideologi. Politik uang itu kan perilaku yang sama di semua parpol," kata Hasan dalam diskusi di kantor Mahfud MD Initiative, Jakarta.
Dia menilai saat ini partai hanya menjadi oligarki modal. Sebab syarat yang diatur dalam undang-undang untuk membuat sebuah partai politik memang mahal. Contohnya saja, syarat partai politik harus memiliki sekretariat di semua provinsi.
"Harus ada bukti sewanya. Siapa yang bisa bikin partai yang wajib sewa tempat untuk kegiatan partai. Harus perlihatkan sewanya selama lima tahun. DPD dan DPC ada syarat minimalnya. Siapa yang biayai? Di tengah-tengah kepercayaan yang rendah pada parpol," kata Hasan.
Menurutnya, untuk mengurangi potensi korupsi, hendaknya partai politik diperbolehkan untuk menghidupi diri secara independen dengan membuat usaha. Sumber pendanaan dari usaha itu menurutnya lebih mudah untuk diaudit laporan keuangannya, daripada sekarang.
Di lain sisi, pengeluaran partai politik juga mesti dibuat efektif, sehingga pengeluaran tidak hanya banyak saat membutuhkan kegiatan politik, seperti pemilu.
"Dari mana parpol dapat dana. Tidak apa parpol punya badan usaha selama tidak terkait konflik kepentingan. Punya pabrik, mal. Boleh harusnya. Tapi belanjanya juga harus dilihat. Kalau belanja partai sama seperti hari ini, partai akan sama," jelas Hasan.