Bisakah Budi Gunawan Jadi Kepala BIN?
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Nama , Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), kembali mencuat. Kabarnya, Presiden Joko Widodo akan mengganti purnawirawan TNI yang memimpin BIN sejak 8 Juli 2015 itu dengan Wakil Kapolri Komjen Pol .
Memang belum ada pernyataan resmi bila resmi ditunjuk sebagai pengganti . Namun diakui, nama memang sudah berkibar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu alasannya, pria berkumis yang pernah direncanakan akan jadi Kapolri sebelum Jenderal Badrodin Haiti itu dianggap memiliki jaringan kuat dan pengalaman yang sudah matang sebagai penegak hukum.
"Surat baru hari Rabu (24/8/2016), rencananya akan dikirim ke DPR," kata Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, Selasa, 23 Agustus 2016. Surat yang dimaksud Bambang itu adalah permohonan Presiden kepada DPR untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon Kepala BIN yang baru.
Merujuk ke Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Memang sudah menjadi hak presiden untuk mengangkat dan memberhentikan seorang Kepala BIN. Mekanismenya presiden harus mengusulkan satu orang calon ke DPR. Lalu, selambatnya 20 hari kemudian, surat pertimbangan itu harus ditindaklanjuti untuk dipertimbangkan oleh DPR dan selanjutnya akan dilanjutkan dengan uji kepatutan dan kelayakan.
Dari Tolikara sampai Arcandra Tahar
Sejak didapuk pada awal Juli 2015. Kinerja memang langsung dipacu. Ini ditunjukkan dengan pecahnya kerusuhan di Tolikara Papua pada 17 Juli 2015 di mana ratusan umat muslim diusir paksa oleh sejumlah warga Papua saat menunaikan salat Idul Fitri.
Insiden itu mengakibatkan seorang warga tewas, 11 lainnya terkena peluru dan puluhan kios terbakar termasuk sebuah musala. Saat itu, mengklaim telah melakukan antisipasi.
Edaran soal pelarangan ibadah pun diakui telah diterima sejak sepekan sebelum kerusuhan, dan upaya preventif telah dilakukan. Namun demikian, kerusuhan tetap pecah dan memakan korban dan menebar teror.
"Kondisi di lapangan kadang berbeda. Silakan sajalah (dibilang kecolongan), sudah saya kasih penjelasan," kata menjawab soal kerusuhan Tolikara.
FOTO: Dampak kerusuhan Tolikara di Papua pada Juli 2015 silam
Masuk di pertengahan Oktober 2015. Kerusuhan berbau agama kembali pecah di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. Ribuan orang mengungsi, akibat adanya pembakaran gereja dan penembakan.
pun kembali mengklaim telah mengetahui kabar adanya penyerangan itu. Namun demikian, faktanya kerusuhan dan pembakaran gereja tetap terjadi. Dalam pernyataannya mengaku, bahwa hal itu di luar kuasanya.
"Pelaku itu kan mencari lengah. Mencari kesempatan yang tepat. Aparat tidak mungkin melototi sampai 24 jam," kata .
Awal tahun 2016, ujian bagi kembali pecah dengan munculnya Bom Thamrin yang membuat geger Indonesia. Maklum, bom yang dibawa empat pelaku bom bunuh diri itu terjadi tak jauh dari Istana Presiden.
Kabar menyebut saat kejadian panik ketika munculnya ledakan itu dan harus menjawab pertanyaan Jokowi. Sore hari ia bergegas ke lokasi ledakan dan kemudian menggelar konferensi pers.
Dalam pernyataannya, kembali menjawab bahwa BIN telah mengetahui rencana ledakan itu sejak November 2015. Namun demikian, BIN kata sayangnya tak bisa bertindak karena bukan ranahnya. BIN pun hanya bisa memberikan informasi awal.
"Kita tidak tahu (ledakan bom) persis waktunya kapan dan dimana. Negara sebesar apa pun seperti Amerika, Prancis juga bisa jebol," kata .
Berlanjut ke bulan Juli 2016. Sebuah kerusuhan berupa pembakaran dan penjarahan Vihara pecah di Kota Tanjungbalai Sumatera Utara. Tidak ada korban jiwa daam insiden ini, namun delapan tempat ibadah umat Budha di wilayah itu rusak dibakar dan dijarah bersama sejumlah kendaraan.
Dalam pernyataannya, menilai kejadian itu murni spontanitas. Ia pun berharap kasus Tanjungbalai dapat menjadi pelajaran semua pihak. "Itu spontanitas, tidak direncanakan. Seharusnya ketidaknyamanan disampaikan baik-baik," kata di Sumatera Utara.
Hingga kemudian, yang terhangat adalah pencopotan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pria kelahiran Padang Sumatera Barat ini dianggap 'jebol' ketika ditunjuk Jokowi sebagai menteri.
Status warga negaranya yang masih Amerika seolah menampar Presiden Joko Widodo secara terbuka. Dan salah satu biang awalnya adalah gagalnya BIN mendeteksi atau memberikan latar belakang sebelum ditunjuk menjadi menteri.
Nama pun lagi-lagi menjadi sorotan tajam. dianggap kecolongan atas lolosnya Arcandra menjadi menteri. Presiden dibuat malu dan terpaksa mencopot yang baru duduk selama 20 hari di Kementerian ESDM.
Dalam pernyataannya, menjawab bahwa kasus Arcandra memang di luar kemampuannya. Sebabnya, BIN tidak memiliki atau diminta untuk melakukan filter terhadap calon menteri. "Para menteri tidak dimintakan clearance oleh BIN," kata tengah Agustus lalu.
FOTO: Arcandra Tahar, mantan Menteri ESDM yang baru menjabat 20 hari lalu dicopot Presiden Jokowi karena kewarganegaraannya bermasalah
Lantas apakah seluruh indikasi di atas menjadi alasan Jokowi menggantikan ? Rasanya Jokowi, yang paling paham. Hanya saja memang diakui, selama setahun menjabat dianggap minim prestasi.
Catatan berupa, turun gunungnya pimpinan Kelompok bersenjata di Aceh yang dipimpin dan pemulangan buronan koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tertangkap saat menonton balap Formula 1 di Shanghai, , sepertinya tak memberi pengaruh untuk nama baik .
"Kinerjanya biasa-biasa saja, tidak ada yang luar biasa," kata politikus PDIP Masinton Pasaribu yang juga duduk di Komisi III DPR.
Komjen BG Populer
Lalu siapa kandidat kuat pengganti ? Sejauh ini memang cuma satu nama yang paling populer, yakni Komjen .
Rachmawati Soekarno, yang tak lain adik kandung dari Megawati Soekarnoputri, bahkan pernah mengungkapkan bocoran penunjukan sebagai Kepala BIN.
Lewat akun Twitternya, @rsoekarnoputri, politikus yang selalu bersebarangan dengan Megawati ini mencuitkan bahwa penunjukan Komjen atas dasar permintaan Megawati Soekarnoputri.
Gara2 Rini Soemarno gak dipecat/kena resufle- kabarny Mega geram dan mendesak pesuruh partainya agar jagonya komjen BG dijadikan KaBIN-
— Rachmawati Soekarno (@rsoekarnoputri) August 11, 2016
- jd win win solution lagi2 urusan bagi2 kekuasaan, pdhal Inteligen Negara patut fatsunnya anggota TNI BUKAN POLRI
— Rachmawati Soekarno (@rsoekarnoputri) August 11, 2016
-apalg BG tdk punya latar belakang kualifikasi INTELIJEN, sekolah intel ada pengalaman intelijen-
— Rachmawati Soekarno (@rsoekarnoputri) August 11, 2016
- jgn asal comot sep kasus Banyubiru yg org pdip-ckp sudh Mega ngacak2 kelaziman yg ada demi ambisi pribadi! Nauzubilah min zalik.
— Rachmawati Soekarno (@rsoekarnoputri) August 11, 2016
Menguatnya nama Komjen juga mendapat respons positif dari DPR. Sejumlah politikus sudah menyatakan dukungannya dan mengaku siap memberi 'karpet merah' untuk di BIN.
"Pak BG ()Â sudah sangat layak dan memadai secara kapasitas pengetahuan, jaringan dan pengalaman," kata anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu.
Ya, memang populer dan layak. Bagaimana tidak, ia merupakan kandidat pertama Kapolri yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi di awal kabinet. Meski kemudian harus tersandung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun nama tetap berkibar.
FOTO: Massa pendukung KPK saat terjadi polemik antara KPK dan Polri usai penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan
Ia mampu meruntuhkan status tersangkanya lewat sidang Praperadilan dan membuat posisinya 180 derajat bersih dari tudingan rekening gendut, gratifikasi dan lain sebagainya yang pernah dialamatkan oleh KPK.
Atas itu pun, akhirnya tetap duduk di posisi petinggi Polri meski harus di posisi Wakapolri pendamping Jenderal Badrodin Haiti. Catatan pentingnya adalah boleh dibilang bersih.
Dan, jika memang ia ditunjuk sebagai Kepala BIN, maka kembali akan menorehkan sejarah di Indonesia. Ia akan menjadi orang kedua setelah Jenderal Polisi (Purn) Sutanto sebagai Kepala BIN di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tahun 2001, dari basis kepolisian.
Lalu, bagaimana dengan kabar penunjukan menjadi Kepala BIN? Sejauh ini tidak ada gejolak di tingkatan publik soal nama Budi Gunawan untuk memimpin BIN. Saat ini banyak pihak justru mengapresiasi rencana penempatan itu. Faktor umur Sutiyoso dan rendahnya kemampuan menjadi alasan kokoh menunjuk sebagai pengganti Sutiyoso.
"Tunggu sajalah. Itu semua hak prerogatif presiden," kata menjawab soal isu pencopotannya.
(ren)