Tamatnya Kiprah 'Corong' Ruhut di Demokrat
- ANTARAFOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id – Ruhut Sitompul dicopot statusnya sebagai Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat. Pria yang dikenal tak sungkan berbalah itu, kini tak lagi diakui Partai Demokrat sebagai perpanjangan mulut.
Hanya melalui kiriman pesan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakhiri prestise Ruhut sebagai “corong” partai.
Setelah sekian lama ditunjuk sebagai juru bicara partai, Ruhut Sitompul diberhentikan dari posisinya. Pencopotan itu tak lama, setelah ia dalam beberapa kesempatan, gamblang mengungkapkan dukungan terhadap Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama sebagai bakal calon petahana gubernur di Pilkada Jakarta tahun depan.
Alasan yang berkaitan dengan Ahok itu tak ditampik oleh Politikus Demokrat yang juga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Agus Hermanto. Menurutnya, pernyataan Ruhut yang jelas-jelas mendukung Ahok akan membuat publik menilai bahwa Partai Demokrat akan mengusung Ahok. Padahal tidak.
”Sekarang, kami sampaikan Demokrat untuk penentuan gubernur itu yang menentukan Majelis Tinggi yang memilih melaksanakan pemantauan survei sehingga ditetapkan," kata Agus Hermanto di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 23 Agustus 2016.
Namun, menurut Ruhut, alasan pencopotannya bukan hanya menyangkut Ahok. Dia mengatakan, ada sejumlah pejabat partai yang memang tak menyukainya. Disebutnya antara lain, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsuddin dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo.
Dia mencontohkan bahwa ketidaksukaan Amir kepadanya, tak lain soal kasus Anggota Komisi III, I Putu Sudiartana yang saat ini menjadi pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kasus korupsi.
Menurut Ruhut, pada awalnya Amir Syamsuddin Cs terkesan membela Sudiartana dan mengkritik operasi tangkap tangan KPK. Dalam kasus ini, Ruhut mengaku memilih sikap berbeda. Dia mendukung KPK dan meminta, agar mantan kolega satu komisinya itu diproses segera.
“Saya kan juru bicara. Partai saya, katakan tidak pada korupsi. Saya tegas, nyatakan segera pecat Putu. Itu pakta integritas kami. Saya tak tahu Amir Syamsudin dan kawan-kawan kebakaran jenggot,” kata Ruhut.
Ruhut mengakui, sejak lama ada kolega di internal Partai Demokrat, yang ingin menyingkirkannya. Mereka juga menjadi pembisik SBY, agar mencopot Ruhut dari posisi juru bicara. Namun, kata dia, SBY tetap mempercayainya. Sebagai bukti, Ruhut tetap diberi posisi Ketua Departemen bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di DPP Demokrat.
“Setelah ketua umum itu langsung namaku, Koordinator Polhukam. Kalau juru bicara, biasa berganti. Mereka alergi lihat saya jadi juru bicara, karena selalu dukung KPK. SBY yang minta saya dukung KPK," katanya.
Kabar pencopotan Ruhut sebagai juru tutur disampaikan Ketua Dewan Pembina, sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat, SBY, hanya melalui pesan singkat. Keputusan itu diambil, setelah SBY diketahui memimpin rapat DPP partainya.
Dalam pesan itu, SBY menyatakan bahwa dia sudah cukup sering menegur Ruhut. Sayangnya, tidak ada perubahan sikap dari si juru bicara. Empat pesan SBY kepada Ruhut tersebut, lalu ditutup dengan kalimat tegas dan perintah untuk segera dilaksanakan.
1. Saya mengikuti dinamika perpolitikan dewasa ini dan saya nilai saudara benar-benar tidak mengikuti kebijakan dan garis partai, terutama Ketum PD (Partai Demokrat), karena pernyataan-pernyataan yang saudara keluarkan tidak mencerminkan posisi PD dan garis saya selaku Ketum PD.
2. Sudah cukup sering saya berikan peringatan terhadap pernyataan saudara, tetapi tidak diindahkan. Terus terang ini sangat merugikan kepentingan PD ke depan.
3. Melalui sistem yang belaku di PD, saya mempertimbangkan tindakan yang tepat untuk saudara. Dan, untuk sementara, saya menonaktifkan kedudukan saudara sebagai koordinator Jubir PD.
4. Untuk diindahkan dan dilaksanakan.
Mak Lampir dan Monyet
Kiprah Ruhut sebagai juru bicara bisa dikatakan jauh dari kesan diplomatis. Semenjak dia duduk di kursi Senayan, dan memiliki kapasitas sebagai praktisi politik, Ruhut tak jarang harus berurusan dengan orang dari dalam dan luar partainya.
Tercatat dari waktu ke waktu, ada saja pihak yang merasa dilecehkan politikus selebritas itu. Meskipun demikian, Ruhut seakan tak bergidik sekali pun, dia kerap diadukan.
Yang paling mutakhir adalah kasus Ruhut dilaporkan oleh Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada April 2016. Sebab, Ruhut dianggap melanggar etika dan menyampaikan kata-kata kasar di depan publik.
Ihwalnya, pada saat rapat kerja Komisi III dengan Kapolri, Ruhut mengecam pihak yang menurutnya memojokkan Densus 88 atas kematian terduga teroris, Siyono.
Pada saat itu, Ruhut menyebut pembelaan terhadap Siyono bukanlah atas dasar hak asasi manusia (HAM) melainkan hak asasi monyet. Persoalan kata monyet itu yang lalu dibawakan Muhammadiyah ke MKD. Tak hanya ke lembaga etik itu, persoalan “monyet” juga dilaporkan ke DPP Partai Demokrat.
Sementara pada 2014, riwayat percekcokan Ruhut juga terekam media. Pada saat itu, Ruhut kerap tak harmonis dengan ketua fraksinya, yaitu Fraksi Demokrat di DPR, Nurhayati Ali Assegaf. Pada tahun Pemilu itu, Ruhut yang notabene adalah kader Partai Demokrat, justru menyatakan dukungan kepada calon Presiden Joko Widodo (Jokowi), sedangkan Partai Demokrat diketahui berada di koalisi yang tak mendukung Jokowi.
Nurhayati disebutkan memberi teguran. Namun ,akhirnya teguran itu berbuntut panjang.
“Karena, SBY sangat sayang sama saya. Kan, kalau mak Lampir itu kan, kalian tahu kan dia,” kata Ruhut merujuk kepada Nurhayati pada 28 Juni 2014, saat terjadi polemik antara keduanya.
Mak Lampir diketahui secara luas adalah karakter dalam salah satu serial laga dan misteri di radio dan televisi Indonesia yang memiliki perangai jahat dengan rupa yang buruk.
Tak cuma soal “Mak Lampir”, Ruhut juga sempat dilaporkan Nurhayati ke DPP Partai Demokrat. Nurhayati, kali ini mengatakan bahwa saat dia berbicara di telepon untuk menegur Ruhut soal dukungannya kepada Jokowi, Ruhut justru melontarkan kalimat “Hai Arab” yang dianggapnya bermuatan rasisme.
“Kenapa dia harus menyerang pribadi saya. Itu kan jelek sekali. Masyarakat yang menilai, tetapi ya, kita tahu siapa dia,” kata Nurhayati pada saat itu.
Pada tahun yang sama, Ruhut juga dipolisikan soal masalah rasis itu. Pengamat Politik Boni Hargens tak terima disebut Ruhut sebagai pengamat hitam. Menurut Boni, Politikus Demokrat tersebut jelas melakukan kekerasan dengan rasisme. Boni lantas melaporkan hal tersebut ke Komnas HAM dan Kepolisian.
Insiden peristiwa rasis itu terjadi tatkala Boni dan Ruhut menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di acara televisi nasional. Dituntut minta maaf, Ruhut tak bersedia. Dia mengatakan bahwa sebutan pengamat “hitam” bukan merujuk pada warna kulit, namun soal posisi Boni yang dinilai ingin menjatuhkan citra Presiden SBY atas “pesanan” pihak-pihak tertentu.
Bawa-bawa Ahok
Peringatan keras, sekaligus pencopotan sebagai koordinator juru bicara Partai Demokrat tak membuat Ruhut mengakui bahwa sikapnya kerap menuai kontroversi. Pemberhentian itu disebutnya rotasi biasa. Posisi juru bicara dianggap bukan jabatan struktural tetap dalam organisasi DPP.
Ruhut karena itu mengatakan, dia tak lantas harus pindah partai merespons keputusan itu. Walaupun dalam rekam jejaknya, Ruhut sempat menjadi kader Partai Golkar yang akhirnya meloncat ke Partai Demokrat, setelah partai besutan SBY itu berkuasa.
“Aku cuma bilang, apa berani SBY pecat saya? Itu saja. Yang lain, tak ada yang pecat. Itu juru bicara biasa di-rolling. Saya dipecat waktu Anas. Nyatanya, saya diangkat lagi jadi ketua (departemen)," kata Ruhut.
Pada masa Partai Demokrat dipimpin Ketua Umum Anas Urbaningrum, Ruhut memang pernah diberhentikan dari jabatan Ketua DPP bidang Informasi dan Komunikasi. Hal itu dilakukan Anas, karena Ruhut kerap memintanya mundur dari posisi ketua umum. Namun, pada akhirnya Anas tersangkut korupsi, Ruhut kembali menjabat sebagai ketua departemen oleh pimpinan DPP yang baru.
Lalu, soal prahara yang menimpanya saat ini, Ruhut merasa tak kehilangan hak untuk tetap bersuara. Dia mengatakan, masih memiliki kapasitas sebagai Anggota DPR. Namun, wacana keluar dari partai politik tak ditampiknya. Lagi-lagi, dia membawa-bawa nama Ahok.
“Demokrat bukan partai saya yang pertama, tetapi partai yang terakhir. Kalau di Demokrat ada yang tidak senang dengan saya, saya bersama Ahok, kami ingin menjadi tokoh independen, tak mau lagi berpartai kalau seperti ini," katanya. (asp)