Akhir Pelarian Santoso, Gembong Teroris Indonesia Timur

Santoso alias Abu Wardah, pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Abdullah Hamann

VIVA.co.id – Senin petang, 17 Juli 2016, jadi akhir pelarian gembong teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah. Timah panas yang ditembakkan tim Satgas Tinombala 2016 menembus tubuh Santoso. Ia tewas bersama seorang anak buahnya, diduga bernama Muchtar alias Kahar di Pegunungan Desa Tambarana, Kecamatan Poso, Pesisir Utara.

Drama penyergapan Santoso itu bermula ketika 63 tim gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Tinombala 2016 menggelar patroli ke tiga wilayah yang diduga sebagai lokasi persembunyian Santoso dan kelompoknya pada Senin kemarin. Sementara ada satu tim di belakang, yang bertugas sebagai tim penutup.

Tim Alfa 29 yang ditugaskan tim penutup ini menyisir sepanjang jalur-jalur yang diduga akan jadi tempat pelarian kelompok-kelompok Santoso dari kejaran Satgas Tinombala. Dua tim yang sebelumnya melakukan operasi perburuan memaksa Santoso dan kelompoknya terpencar, mencari tempat baru yang lebih aman.

Saat berupaya mencari tempat aman dari kejaran aparat, Santoso dan kelompoknya justru terdeteksi oleh Tim Alfa 29, pada Senin petang, sekira pukul 17.00 WIT.

"Berdasarkan penglihatan (tim Alfa 29), mereka bersenjata. Mereka lagi santai mau mandi dan kegiatan MCK," kata Ketua Satgas Tinombala yang juga Wakapolda Sulawesi Tengah, Komisaris Besar Leo Bona Lubis, saat berbincang dengan tvOne, Selasa, 19 Juli 2016.

Tim Alfa 29 yang terdiri dari sembilan orang prajurit elit TNI dari Batalion 515/Raider Kostrad langsung menyergap kelompok tersebut. Dari situ baku tembak dimulai. Tim Alfa 29 yang dipimpin Serda Firman Wahyudi terlibat baku tembak dengan kelompok Santoso yang kala itu berjumlah lima orang.

Selang 30 menit aksi baku tembak. Dua orang dari kelompok tersebut tewas. Salah satu yang tewas adalah Santoso, gembong teroris paling dicari saat ini. Sementara tiga orang lainnya melarikan diri.Terdiri dari satu pria yang membawa senjata dan dua wanita berhasil meloloskan diri. Dari penyergapan ini, Tim Alfa 29 mengamankan senjata laras panjang jenis M-16.

Keesokan harinya, Selasa, 19 Juli 2016, aparat langsung mengevakuasi jenazah dua terduga teroris ke Rumah Sakit Bhayangkara, Polda Sulteng untuk diindentifikasi. Berdasarkan identifikasi luar meliputi ciri-ciri tentang daftar pencarian orang (DPO) dan ciri yang dikenali orang terdekat atau kerabat kedua jenazah, terkonfirmasi bahwa salah satu teroris yang tewas adalah Santoso.

"Disimpulkan bahwa dua jenazah yang ada saat kontak tembak kemarin adalah gembong teroris Santoso, dan satu lagi DPO teroris Muchtar," ujar Kombes Leo. [Tito Karnavian: Jasad Teroris Itu 100 Persen Santoso]

Meski begitu, untuk lebih dapat memastikan dua jenazah itu adalah Santoso dan Muchtar, Leo mengatakan Polri akan melakukan identifikasi DNA keduanya, dengan mendatangkan data pembanding dari pihak keluarga. "Dengan data pembanding itu mudah-mudahan bisa dilakukan untuk memastikan bahwa itu Santoso dan Muchtar," kata dia.

Lanjutkan Perburuan

Tewasnya Santoso jelas membuat kekuatan kelompoknya semakin lemah. Namun, bukan berarti kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu tidak eksis di Poso. Basri yang merupakan tangan kanan Santoso yang masih buron. Di bawah Basri, ada Ali Kalora dan Barok. Mereka dinilai masih berbahaya sekalipun tanpa Santoso.

"Sisa DPO yang ada 19, ada Basri, Ali Kalora dan lain-lain. Dari 19 itu tiga wanita dan DPO, istri Santoso, Basri dan Ali Kalora," terang Leo.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Pol Rudy Sufahriadi mengatakan, Basri adalah buronan kepolisian dalam kasus terorisme. Di mana, di sisa setahun tahanannya, ia justru melarikan diri dari lembaga pemasyarakatan.

"Basri ini pernah saya tangkap ketika saya menjadi Kapolres di Poso dan sedang menjalani hukuman, sisa hukuman satu tahun lagi, dia melarikan diri dari LP di Ampana atas kasus terorisme. Tahun 2007 dia masuk," jelas Rudy, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 19 Juli 2016.

Rudy memastikan Basri adalah orang penting dari kelompok Santoso. Ia menjelaskan, dari 21 yang tersisa dari kelompok ini, sebenarnya terpecah dua. Yakni, ada tim lima dan tim 16. Tim lima ini, terdiri dari Santoso dan Basri, serta tiga orang yang berhasil kabur. Yakni dua perempuan sebagai istri Santoso dan Basri, dan seorang pria.

"Ada kelompok pertama 16 orang yang dipimpin oleh Ali Kalora. Ada kelompok lima orang dipimpin oleh Santoso dan Basri. Yang lima orang ini ada istrinya Santoso dan istrinya Basri, serta satu laki-laki lain. Di kelompok yang 16, ada Ali Kalora yang memang bersama istrinya. Sisanya laki-laki," jelas Rudy.

Rudy menambahkan, saat ini pihaknya masih memburu anggota kelompok Santoso lain yang masih berada di hutan Pegunungan Napu, Poso, Sulawesi Tengah. "Kita kejar sisanya," ucap dia.

Setali tiga uang, mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) Ansyaad Mbai mengapresiasi kinerja personil gabungan TNI-Polri yang berhasil melumpuhkan Santoso bersama kelompoknya. Dengan tewasnya Santoso, Ansyaad berharap perburuan kelompok teror Poso itu terus dilanjutkan.

"Pasca ditembaknya Santoso dilanjutkan dengan perburuan lain, karena mereka (teroris) ini akan membalas memburu aparat, masyarakat lain juga, karena telah memberi informasi kepada aparat," kata Ansyaad.

Penerus Santoso

Sepeninggal Santoso, banyak pihak menebak-nebak siapa pengganti Santoso yang akan memimpin kelompok yang kini berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syiria (ISIS) itu. Kapolda Sulteng, Brigjen Rudy Sufahriadi sebelumnya memperkirakan bila Santoso berhasil dilumpuhkan, penggantinya adalah Basri.

Selain Basri, masih ada nama lain yang bisa menggantikan Santoso. "Kalau tidak Ali Kalora, ada yang namanya Barok," ujar Rudy.
 
Rudy tidak menjelaskan lebih rinci siapa sosok Ali Kalora dan Barok. Namun, dari 21 anggota kelompok Santoso yang tersisa memang diakuinya terpecah dua, yakni tim 16 yang dipimpin oleh Ali Kalora dan tim lima yang dipimpin Santoso.
 
Meski begitu, dugaan Ali yang menggantikan Santoso, karena secara senioritas dia yang lebih tua dari anggota lain. Meski begitu, Rudy berharap saat ini jaringan Santoso yang tersisa belum bisa membangun kekuatan.
 
"Selama ini kan dia yang paling senior, paling lama jadi teroris di sana. Saya belum melihat kekuatan baru, kita selesaikan ini dan program kontra radikalisme di Poso harus tetap berjalan," katanya.

Mantan teroris asal Lamongan, Jawa Timur, Ali Fauzi Manzi punya penilaian sendiri mengenai sosok Basri. Ali mengaku cukup mengenal Basri. Menurutnya, meski Basri dikenal senior di kelompok Santoso, tapi ia belum pantas dijadikan sebagai pimpinan karena minim pengetahuan keagamaan.

"Karena untuk menjadi pemimpin kelompok seperti ini harus dilihat rekam jejaknya," ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id.

Mantan instruktur pelatihan bom Jamaah Islamiyah (JI) Wakalah Jawa Timur itu menganalisis, proses pergantian pimpinan MIT sepeninggal Santoso akan melibatkan tokoh ISIS, baik yang berada di Indonesia maupun di pusatnya, Suriah. "Sangat mungkin yang menentukan ISIS," kata Fauzi.

Selain itu, Pengamat terorisme yang juga mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII), Al Chaidar mengaku sempat berkomunikasi dengan salah satu anggota kelompok Santoso setelah peristiwa baku tembak. Dari komunikasi itu, Chaidar mendapat konfirmasi bahwa Santoso benar telah tewas. Kelompoknya pun merasa sangat kehilangan dengan sosok Santoso.

Kepergian Santoso, lanjut Al Chaidar tidak menyurutkan niat kelompok tersebut untuk mencapai tujuannya yakni membentuk Negara Islam di Indonesia.

"Mereka akan terus berjuang sampai tegaknya Negara Islam, sampai Indonesia miliki khalifah sendiri," kata Al Chaidar kepada VIVA.co.id

Pakar: Indonesia Masih Belum Aman dari Ancaman Terorisme

Kelompok Santoso, menurut Al Chaidar, masih memiliki keterkaitan dengan kelompok radikal Abu Sayyaf. "Iya, mereka pernah belajar di Mindanau dan menjalin hubungan baik dengan Abu Sayyaf," terangnya.

Pembuktian Tito

Kepala BIN Ungkap Potensi Kekacauan Jelang Pilkada, Ada Ancaman Terorisme

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Mahesa menilai tertembaknya Santoso belum memberikan jaminan masalah terorisme di Indonesia sudah selesai. "Teroris di negeri kita selesai atau tidak? Saya lihat tidak selesai juga, karena akan muncul Santoso-Santoso lain," ujar Desmond di Gedung DPR, Selasa, 19 Juli 2016.

Terlepas dari itu, Desmond yang juga politikus Gerindra ini menekankan penanganan terorisme, khususnya kelompok Santoso harus memperhatikan aspek-aspek hak asasi manusia.

21 Juta Orang Indonesia Jadi Nasabah Kripto, Bamsoet Desak Pemerintah Perketat Pengawasan

"Teroris harus ditangani dengan persuasif, berdasarkan criminal justice system, jangan main klaim, jangan mem-PKI kan orang," tegas Desmond.

Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme, Supiadin Aries Saputra menganggap cara melumpuhkan teroris dengan menembak titik bagian tubuh yang tidak berbahya sejauh ini memang menjadi cara yang terbaik. Seperti pada bagianlengan, kaki, atau paha terduga teroris.

Dari situ, aparat bisa menggali lebih banyak keterangan dari para terduga teroris, dalam konteks penanggulangan terorisme secara total.

"Ini kan terpaksa kontak tembak. Tidak ada pilihan lain untuk kita. Ketika sulit untuk melumpuhkan dia maka cara yang terbaik bunuh," kata Supiadin di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 19 Juli 2016.

Meski begitu, ia mengapresiasi keberhasilan satgas Tinombala menangkap teroris Santoso meskipun dalam keadaan tewas.

Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris pun senada. Ia mengapresiasi kinerja Satgas Tinonbala yang berhasil melumpuhkan Santoso dan kelompoknya. Artinya, Satgas gabungan TNI-Polri ini telah bekerja sesuai perintah Kapolri yang baru, Jenderal Tito Karnavian.

"Kapolri yang baru Tito Karnavian baru saja menorehkan prestasi membanggakan diawal jabatannya. Pimpinan kelompok teroris yang selama ini jadi buron, Santoso diduga sudah berhasil dilumpuhkan dan tewas tertembak ditangan pasukan Satgas Tinombala yang merupakan gabungan personil TNI-Polri," kata Charles saat di hubungi, Selasa 19 Juli 2016.

Politikus PDIP ini menambahkan sebagai Kapolri yang baru, Tito melunasi janjinya sewaktu menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Dia sempat mengatakan menangkap dan meringkus, Santoso hanya menunggu waktu saja. Dan hari ini janji itu sudah terealisasi," ujar Charles.

Charles mengingatkan keberhasilan menangkap Satgas Tinombala melumpuhkan, Santoso bukan hanya keberhasilan Polri semata.  "Harus diakui bahwa ini keberhasilan operasi yang dilakukan bersama TNI-Polri. Keberhasilan ini karena koordinasi yang apik antara TNI, Polri dan BNPT," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya