Bersiap Menggugat Ford
- viva.co.id/Yasin
VIVA.co.id – Menjalankan bisnis dengan menjual kendaraan memang bukan perkara mudah. Tidak hanya jeli memilih produk yang akan dijual, pelaku usaha juga dituntut memiliki modal besar.
Modal ini digunakan untuk menyewa lahan dan membangun ruang pamer. Selain itu, mereka harus menyediakan layanan purna jual, mulai dari pengadaan tempat servis, menyewa teknisi, dan membangun gudang penyimpanan suku cadang.
Beberapa pabrikan otomotif bahkan mensyaratkan tanah yang digunakan harus milik sendiri, bukan tanah sewa. Otomatis, harus mengeluarkan dana tambahan untuk membeli lahan.
Dengan usaha dan dana yang sedemikian besar, wajar jika pemilik diler menuntut komitmen jangka panjang dari produsen.
Namun, hal tersebut ternyata tidak didapatkan oleh beberapa pemilik diler Ford di Indonesia.
PT Ford Motor Indonesia (FMI) awal 2016 mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menghentikan semua kegiatan operasional di Tanah Air.
Keputusan ini diambil setelah induk FMI, Ford Motor Company (FMC), melihat bahwa prospek usaha mereka di Indonesia tidak lagi menguntungkan. FMC berencana mengalihkan semua sumber daya yang ada ke wilayah lain.
Sontak, hal ini memicu protes dari para pemilik diler Ford. Bahkan, beberapa pemilik diler memutuskan untuk melayangkan somasi kepada FMI. Intinya, mereka menuntut ganti rugi kepada FMI.
Enam grup usaha yang menaungi 31 diler Ford di Indonesia dengan pelayanan purna jual dan servis, melayangkan surat somasi dan tuntutan ganti rugi sebesar Rp1 triliun pada PT Ford Motor Indonesia (FMI).
Tuntutan ini dilakukan, setelah sebelumnya mereka melayangkan somasi pertama pada 1 Juni 2016 dan somasi kedua pada 13 Juni 2016. Namun sayangnya, dari dua somasi yang telah dilayangkan itu, mereka tak mendapatkan tanggapan yang memuaskan dari FMI.
Kuasa hukum dari 31 diler Ford, Harry Ponto menjelaskan, tuntutan ini dilakukan karena semua diler merasa sangat dirugikan oleh Ford Motor Indonesia (FMI). Tidak hanya untuk para diler, tetapi juga bagi ribuan karyawan, serta puluhan ribu konsumen Ford.
"Kalau kerugiannya sendiri tentu lebih banyak. Sebab, tanah saja harus dibeli, tidak ada sistem kontrak. Untuk biaya pembangunan diler, biaya termurah saja Rp23 miliar. Itu hanya untuk bangunan," kata Harry.
Selanjutnya: Dituntut buka diler baru oleh Ford
Wakil pemilik diler Ford di Lampung, Bogor, dan Surabaya, Irawan Gozali, mengungkapkan, penutupan sepihak operasi Ford oleh FMI dan FMC membuat diler menderita kerugian sangat besar.
"Selama ini kami sudah mengeluarkan investasi sangat besar. Antara lain untuk pengadaan tanah dan bangunan, showroom serta sarana pendukung lainnya," kata Irawan.
Ia menambahkan, pada September 2015, para diler membuktikan komitmen mereka dengan membuka sembilan diler baru secara serempak di Bumi Serpong Damai (BSD), Bintaro, Depok, Jakarta Selatan, Palu, Bandung, Palembang, Lampung, dan Pontianak.
Hal yang sama juga dirasakan Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana, Andee Y. Yoestong. Perusahaan yang ia pimpin memiliki 11 diler dan sudah menjadi mitra lokal Ford sejak 2002.
Andee menegaskan, pada akhir 2015, pihaknya masih dikejar-kejar FMI untuk memenuhi target pembukaan diler baru di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat.
"Karena kami ingin menunjukkan keseriusan bisnis dengan Ford. Kami akhirnya mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) untuk pembangunan di lokasi Puri Pesanggrahan. Tapi, tiba-tiba, FMI menutup secara sepihak, tanpa ada pembicaraan dulu sama kami sebagai mitra dilernya," ujar Andee.
Sebelum adanya somasi tersebut, FMI sempat menerima keluhan dari perusahaan PT Kumala Motor Prima. Perusahaan tersebut memiliki bisnis usaha diler Ford yang berlokasi di Manado, Makassar, dan Palu.
Selain mengeluh, pemilik diler Kumala Motor Prima, Erwin Tandiawa, juga menuntut ganti rugi dari FMI.
"Itu kami lakukan sebelum beberapa gabungan diler yang kemarin melayangkan somasi. Karena kami merasa dirugikan dengan keputusan FMI sebelumnya,” ujar Erwin kepada VIVA.co.id, Kamis, 14 Juli 2016.
Erwin mengaku jengkel, lantaran hingga kini tidak menerima tanggapan apa pun dari pihak FMI terkait permintaan ganti ruginya yang seakan diabaikan.
Selanjutnya: Pihak ketiga
Sementara itu, Communication Director FMI, Lea Kartika Indra, mengatakan, FMI belum menerima gugatan apa pun. Oleh karenanya, pihaknya belum bisa berkomentar lebih spesifik.
“Namun, kami akan terus mengikutsertakan para diler dalam melaksanakan rencana untuk menghentikan operasional perusahaan di Indonesia pada akhir tahun ini,” kata Lea kepada VIVA.co.id.
Lea juga menyatakan, melalui masa transisi ini, FMI memang akan menghentikan operasional perusahaan. Namun, lanjut dia, prioritas FMI tetap sama, yakni memastikan pelanggan Ford di Indonesia tetap menerima dukungan servis, suku cadang, dan garansi kendaraan.
Keputusan FMI untuk memastikan konsumen Ford tetap terlayani dengan baik ini sebenarnya berkat usaha salah satu pemilik Ford Everest, David Tobing.
David mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena merasa dirugikan dengan keputusan Ford hengkang dari Indonesia.
Setelah melalui beberapa proses, pada 11 April 2016, keduanya akhirnya mencapai kata sepakat. FMI berjanji tidak akan menutup semua kegiatan mereka, hingga ada pihak ketiga yang meneruskan layanan Ford di Indonesia.
Dan pada Kamis 14 Juli 2016, FMI menyatakan sudah mengantongi nama perusahaan yang akan melakukan pelayanan purna jual menggantikan mereka ke depan. Perusahaan yang dikatakan masih dalam tahap finalisasi itu yakni RMA Group.
“Kami sedang melakukan finalisasi rincian kesepakatan kontrak dengan RMA Group, perusahaan yang akan menyediakan layanan servis, suku cadang, dan jaminan garansi kepada konsumen di Indonesia,” kata Lea.
Untuk saat ini, lanjut Lea, FMI juga terus melakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap RMA Group, untuk memastikan mereka mampu menjadi pihak yang diharapkan FMI.
"Kajian meliputi kemampuan dan sumber daya mereka dalam penyediaan, kelanjutan dukungan dan pemeliharaan yang diharapkan serta dibutuhkan oleh pelanggan Ford di Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan penelusuran VIVA.co.id, RMA Group memang telah lama menjalin kerja sama dengan Ford. Selain menjual produk Ford, RMA juga menyediakan jasa modifikasi kendaraan untuk keperluan tertentu, seperti pertambangan dan pelayanan publik.
Berita mengenai besarnya kemungkinan RMA Group terpilih sebagai pihak ketiga untuk meneruskan bisnis Ford di Tanah Air langsung mendapat reaksi dari para pemilik diler. Sebab, sejauh ini, 31 diler termasuk PT Kreasi Auto Kencana dan Nusantara Ford, mengaku siap menjadi pihak ketiga, sebagai syarat kesepakatan dengan tuntutan konsumen Ford.
Menurut Harry Ponto, tindakan penunjukan pihak ketiga, yakni RMA Group, yang dilakukan FMI dinilai sangat arogan. Terlebih, tak ada pemberitahuan terhadap mereka yang notabene sudah mengajukan diri sebagai pihak ketiga melalui ajang seleksi ‘beauty contest’.
“Memang itu hak mereka, agar aftersales-nya terus berjalan. Tetapi, itu sama saja menunjukkan keangkuhan dari FMI. Harusnya mereka menawarkan jalur alternatifnya. Masa mau melupakan para diler yang sudah bekerja keras membangun nama Ford di Indonesia,” ujar Harry.
Sementara itu, Andee mengatakan, buntut somasi yang dilayangkan, mengancam peluang mereka menjadi pihak yang akan ditunjuk sebagai pengganti FMI di Indonesia. Tapi, menurut dia, somasi perlu dilakukan, bahkan kalau perlu sampai ke tahap gugatan ke pengadilan, karena FMI tak memberikan respons positif hingga saat ini.
"Para diler tidak bisa terus menerima kerugian. Kondisi saat ini diler tetap beroperasi, tapi dalam kondisi berdarah. Jadi enggak ada bedanya. Kami digorok di leher, sudah berdarah tapi dibiarkan mati pelan-pelan,” kata Andee.
Andee juga mengaku siap, jika nanti RMA Group yang ditunjuk secara resmi sebagai perwakilan Ford di Indonesia. "Saya pasrah jika saja perusahaan lain yang ditunjuk. Yang penting kami bikin somasi dulu sekarang, biar enggak nol banget," tuturnya.