Prahara Teman Ahok
- Foe Peace
VIVA.co.id – Belum selesai polemik kucuran dana Rp30 miliar dari pengembang reklamasi, Teman Ahok harus menghadapi masalah baru. Kali ini tak kalah serius. Beberapa orang yang menyebut diri bekas relawan angkat bicara, menyerang hal hakiki dari gerakan yang mengklaim tanpa imbalan tersebut. Eks sukarelawan akhirnya bersisurut karena menengarai Teman Ahok tak transparan soal pengelolaan fulus.
Lima orang yang mengaku pernah menjadi relawan Teman Ahok pada Rabu petang, 22 Juni 2016 di salah satu kafe di Cikini, Jakarta membongkar “dosa-dosa” Teman Ahok. Tim pendukung Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama tersebut dituding tidak transparan dalam hal pengelolaan dana. Tidak hanya itu, setiap bulannya, para koordinator, penanggung jawab (PJ) dan sukarelawan bisa mendapatkan upah dari aktivitas mereka.
Para eks Teman Ahok itu yakni Paulus Romindo yang merupakan PJ Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, Richard Sukarno yaitu PJ Kelurahan Kebon Kelapa Dua, Khusnus Nurul yang mengaku sebagai PJ Kelurahan Jati di Jakarta Timur, Dodi Hendaryadi yaitu PJ Pinang Ranti dan Dela Novianti. Kelimanya mengatakan mengundurkan diri dari karena khawatir terjerat kasus korupsi setelah adanya isu Rp30 miliar yang dikucurkan pengembang reklamasi Teluk Jakarta kepada Teman Ahok.
“Kami takutnya dilibatkan dan diklaim karena mereka (Teman Ahok), saya takut karena ada indikasi mereka melakukan (penyalahgunaan),” kata Paulus Romindo di Cikini, Jakarta, Rabu 22 Juni 2016.
Teman Ahok disebut memiliki dana yang cukup besar. Bahkan setiap PJ atau relawan jika bisa memenuhi target pengumpulan KTP dalam jumlah tertentu per bulan akan bisa memeroleh pamrih Rp2,5 juta hingga Rp10 juta. Tak hanya itu, lima eks sejak awal istilah relawan dianggap sudah tak pantas sebab komunitas itu jelas menawarkan bayaran untuk setiap calon anggota yang akan masuk menjadi relawan. Kerja dengan dasar ikhlas disebut sekadar bualan.
Setiap minggunya, untuk 140 KTP dukungan yang dikumpulkan untuk Ahok, maka bakal dihargai Rp500 ribu. Paulus mengatakan hingga saat ini sudah ada 153 posko Teman Ahok dan dibawahi oleh 5 hingga 10 orang penanggung jawab dan disebut koordinator posko alias korpos.
“Per minggu 140 KTP kami setor, kami dapat honor Rp500 ribu per minggu. Minggu kedua, setor 140 KTP dapat lagi Rp 500 ribu. Minggu ke-4 kalau 140 KTP kami dapat Rp500 ribu dan ditambah yang operasional Rp500 ribu. Jadi satu bulan kami dapat Rp2,5 juta,” kata Paulus lagi.
Menurut para mantan sukarelawan itu, dengan biaya upah setiap bulan, pembuatan poster, pencetakan formulir dan keperluan lainnya maka Teman Ahok pasti memiliki anggaran yang besar, hingga miliaran rupiah. Sayangnya mereka yang bergabung tidak mengetahui asal-muasal uang keperluan operasional tersebut.
Tak hanya itu, bekas sukarelawan yang mengaku masih cinta kepada Ahok tak sungkan menyingkap yang mereka anggap sebagai “borok” Teman Ahok. Dikatakan, pengumpulan KTP yang sekarang diklaim sudah lebih dari target yaitu 1.024.632 KTP diragukan validitasnya. Teman Ahok disebut hanya melakukan validasi secara random sehingga rentan adanya tindakan pemalsuan KTP. Bahkan kerap dilakukan barter data KTP antara relawan posko yang satu dengan lainnya untuk memenuhi target yang digariskan.
“Mereka (Teman Ahok) berbohong, kalau memang ada keuntungan di situ, seharusnya enggak usah bilang relawan,” kata Richard Sukono yang turut dalam konferensi pers tersebut.
Kecurangan menurut mereka tak jarang dilakukan oleh PJ di wilayah-wilayah tertentu. Meskipun demikian, eks Teman Ahok ini mengaku ada kalanya saat dilakukan verifikasi KTP dilakukan, PJ yang melakukan barter KTP memang diberikan sanksi.
“Saya memang sudah habis kontrak tapi juga ini kegiatan salah, banyak palsunya karena ada pengumpulan KPT yang ditukar-tukar,” kata Richard.
Takut pada KPK
Memutuskan mundur dari Teman Ahok, para bekas relawan mengaku cemas tersangkut pidana korupsi. Pemicunya tak lain sejak berembusnya isu kucuran Rp30 miliar ke Teman Ahok yang dipertanyakan Politikus PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam rapat Komisi III DPR bersama dengan pimpinan KPK pekan lalu. Kepada KPK, Junimart mengatakan memeroleh informasi bahwa komunitas pendukung Ahok disokong dana puluhan miliar oleh pengembang yang andil dalam reklamasi Teluk Jakarta. Ketua KPK Agus Rahardjo pada saat itu bergeming. Dia mengatakan KPK sedang menelisik dugaan kucuran dana kepada pendukung Ahok. Surat perintah penyelidikan kasus itu bahkan segera diterbitkan.
Teman Ahok saat itu sebenarnya sudah merespons dengan segera. Dana yang didapatkan selama ini tak ditampik memang bisa berasal dari donatur namun bukan dari pihak pengembang Teluk Jakarta yang kini tengah terjerat kasus korupsi. Sementara sebagian besar pengumpulan dana menurut mereka dilakukan melalui penjualan berbagai merchandise dan pengumpulan dana yang bisa dilakukan secara sukarela.
Ahok tak lama juga menyebut tudingan Rp30 miliar adalah fitnah. Kendatipun demikian, dia mengakui memang tak tahu asal dana komunitas pendukungnya tersebut.
“Kalau dituduh ada kasus suap begitu keterlaluan fitnah tahu enggak,” kata Ahok sebagaimana dikutip dari VIVA.co.id, Kamis 16 Juni 2016.
Penggembos Gerakan
Hitungan jam setelah bekas sukarelawan membeberkan soal dana operasional dan “borok” kerja Teman Ahok, pendiri komunitas itu angkat bicara. Teman Ahok mengatakan tak terkejut dengan adanya gerakan penggembosan dari dalam komunitas. Bahkan mereka sudah mendapatkan informasi pada Rabu pagi dari salah seorang PJ Teman Ahok yang mengatakan bahwa sejumlah anggota dan mantan relawan akan menarik diri sekaligus melakukan balela.
Amalia Ayuningtyas yang merupakan salah satu pendiri Teman Ahok menyayangkan manuver sejumlah mantan koleganya yang disebut sebagai politisasi “Barisan Sakit Hati” oleh mereka, yang sudah dikeluarkan dari struktur perkumpulan.
“Mereka, barisan sakit hati ini, tidak tahu banyak tentang gerakan karena hanya bergabung di awal, ketahuan melanggar dan tidak tahu perkembangan,” kata Juru Bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, Rabu 22 Juni 2016.
Melalui rilis pers, Teman Ahok menangkal segala tudingan yang diarahkan ke komunitas pendukung calon gubernur petahana itu termasuk soal jumlah posko Teman Ahok yang menurut mereka tidak valid disebutkan para “pembangkang”.
Teman Ahok menyebut para mantan relawan yang digawangi Richard Sukarno atau Richard Cs itu memang memiliki rekam jejak buruk saat melakukan pengumpulan KTP.
“Sebagian dari mereka sudah dikeluarkan dari struktur karena ketahuan berbuat curang dalam pengumpulan KTP via posko Teman Ahok. Mulai dari pemalsuan tanda tangan, mengarang nomor HP dan lainnya. Ini semua terkonfirmasi karena Teman Ahok memiliki sistem verifikasi sebelum KTP dikumpulkan,” ujar Amalia.
Dia melanjutkan, kebanyakan sukarelawan memang bekerja tidak selalu diupah. Namun sistem kerja gerakan tersebut adalah profesional dalam arti diharapkan mencapi target. Oleh karena itu, relawan yang bisa mencapai sasaran pengumpulan KTP memang harus diberikan penghargaan. Sistem itu dianggapnya sangat mahfum dalam organisasi termasuk komunitas yang memiliki misi tertentu.
Juru Bicara Teman Ahok itu menjelaskan soal poin-poin sasaran anggaran Teman Ahok selama ini. Tidak semua PJ dan koordinator posko mendapatkan honor, hanya yang merasa memerlukan dan mau menerima seperti Richard Sukarno yang lalu mundur itu. Sementara biaya distribusi Koran Teman Ahok disebutkan berasal dari donatur yang memiliki percetakan.
Lalu untuk pengadaan peralatan baik printer, telepon genggam (HP) dan komputer jinjing kata dia sebagian dibeli dengan dana pinjaman. Fasilitas itu juga hanya diberikan kepada relawan yang memerlukan. Selain ituTeman Ahok mengatakan memiliki sumber dana dari penjualan merchandise termasuk untuk kebutuhan pembuatan spanduk posko.
“Dari item keuangan yang mereka sebut, kami bisa pastikan ini adalah karangan belaka untuk menjatuhkan Teman Ahok dan menghilangkan harga satu juta KTP yang sudah terkumpul,” kata dia.
Teman Ahok lantas mengaitkan konferensi pers penggembosan tersebut dengan pernyataan Politikus PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam acara “Indonesia Lawyers Club” pada Selasa malam, 21 Juni 2016 yangmengisyaratkan bakal adanya hal baru terkait Ahok yang bakal menggemparkan publik dalam waktu dekat.
Dukung Ahok Tanpa “Teman”
Setahun sudah Teman Ahok berdiri sejak cikal bakalnya digagas melalui gerakan Lawan Begal APBD saat terjadi kisruh antara Ahok dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Gerakan ini disuarakan di ajang Car Free Day pada 1 Maret 2015. Lalu pada 16 Juni 2016, aksi dukung Ahok tersebut lalu diubah menjadi Perkumpulan Teman Ahok yang mendapatkan akta pada 16 Juni 2016 dan digagas oleh lima teruna yaitu Singgih, Amalia, Richard, Bowo, dan Tono.
Teman Ahok mengumpulkan KTP dukungan agar Ahok bisa maju melalui jalur perseorangan atau independen tersebut di Pilkada Jakarta 2017. Mereka mulai bergerak sejak tahun lalu. Dalam perjalanannya, komunitas ini beberapa kali diterpa kabar tak sedap. Sebelumnya Amalia dan rekannya juga pernah didera isu ditahan di Singapura karena akan melakukan pengumpulan KTP untuk Ahok di negara tersebut. Meski belakangan kabar penahanan itu ditampik sebab relawan Teman Ahok memang harus pulang setelah bertemu dengan pihak KBRI karena Singapura tidak memperbolehkan kegiatan politik di sana.
Tak lama, kabar kucuran dana Rp30 miliar dari pengembang teluk reklamasi di Jakarta kembali menimpa komunitas yang sebagian besar digawangi oleh anak muda tersebut. Lalu pekan ini, saat baru merayakan terkumpulnya lebih dari 1 juta KTP yang akan menjadi tiket emas Ahok melenggang di pilkada, Teman Ahok lagi-lagi diterpa isu miring. Namun kali ini, keretakan internal menjadi momok bagi perkumpulan pendukung mantan Bupati Belitung Timur itu.
Namun yang tak bisa dipungkiri, nasib politik Ahok memang tak semata tergantung pada Teman Ahok itu. Pasalnya Ahok bahkan terang-terangan sudah didukung oleh dua partai politik, Partai Hanura dan Partai NasDem. Belakangan, Partai Golkar juga menunjukkan sinyalemen bakal membagul Gubernur DKI Jakarta itu sebagai calon petahana DKI 1.
Merespons tudingan terhadap Teman Ahok, Hanura santai. Isu tak sedap terhadap pendukung Ahok dinilai tak lantas bakal mengubah arah haluan dukungan partai. Bahkan Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR, Dadang Rusdiana menilai, tudingan soal intransparansi Teman Ahok tersebut justru perlu ditindaklanjuti.
“Ya kami tetap dukung Ahok sekalipun nanti terbukti ada masalah dengan Teman Ahok karena kami dukung Ahok bukan dukung Teman Ahok,” kata Dadang kepada VIVA.co.id.