Sulitnya Membatasi Pengendara Berlama-lama di Rest Area
- ANTARA/Dedhez Anggara
VIVA.co.id – Kepadatan ruas tol selama musim mudik lebaran sudah menjadi potret tahunan. Pemerintah dituntut melakukan terobosan guna mengantisipasi antrean ribuan kendaraan yang ke luar dari wilayah Jakarta dan sekitarnya menjelang hari raya lebaran.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan sempat mewacanakan bagi setiap kendaraan umum atau pun pribadi yang berhenti terlalu lama di lokasi rest area atau tempat pemberhentian. Besaran denda yang sempat digulirkan berkisar Rp250.000 hingga Rp500.000.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto mengakui Kemenhub tidak akan melanjutkan rencana mengenakan denda bagi pengendara yang berlama-lama di rest area. Selain belum ada ketentuannya, wacana tersebut sepertinya sulit direalisasikan.
"Nggak bisa ditindaklanjuti. Kayaknya agak sulit (diterapkan)," kata Pudji kepada VIVA.co.id, Kamis, 2 Mei 2016.
Pudji mengatakan, Kemenhub tengah mencari solusi sebagai pengganti dari wacana tersebut. Salah satu opsi yang akan disiapkan untuk memecah kemacetan di jalan tol saat libur lebaran nanti adalah melakukan rekayasa lalu lintas.
"Dicari jalan keluarnya melalui contra flow (lawan arus), sehingga perggantian di rest area nanti melalui imbauan," ujar mantan Kakorlantas Polri ini.
Sejalan dengan rencana itu, Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Agung Budi Maryoto, juga berencana melakukan rekayasa lalu lintas di sejumlah ruas tol saat mudik Lebaran nanti. Rekayasa lalu lintas itu dilakukan untuk mengurai kepadatan kendaraan keluar Ibu Kota.
"Kita akan lakukan contra flow di daerah Brebes Timur, yang dari Jakarta ditambah 1 jalur. Sebaliknya arus mudik seperti itu sama. Dan juga akan dilakukan contra flow di Jakarta," ujarnya kepada VIVA.co.id.
Menuai Kritik
Wacana denda bagi pengendara yang berlama-lama di rest area ini sejak awal memang menuai kritik dari banyak pihak. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai wacana itu menyalahi aturan. Bahkan dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).
"Karena dasar hukumnya tidak jelas, tidak ada," kata Tulus dalam siaran persnya, Senin, 30 Mei 2016.
Menurutnya, rencana ini kontra produktif terhadap aspek keselamatan dan anjuran yang selama ini digaungkan aparat, yakni 'Kalau Anda lelah, beristirahatlah, jangan dipaksakan'. Atau anjuran yang lain 'Nyopir jangan ngantuk. Ngantuk jangan nyopir'.
"Salah satu tempat istirahat yang paling memenuhi standar ya rest area di jalan tol," ucapnya.
Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemi Francis juga mempertanyakan rencana denda Rp500 ribu bagi pengendara yang terlalu lama parkir di rest area. Menurutnya, rest area memang disiapkan untuk pengemudi beristirahat sehingga bisa mengemudi dengan aman dan nyaman.
Kelelahan pengemudi akibat kemacetan panjang menjadi salah satu faktor banyaknya kecelakaan lalu lintas. Selain buruknya infrastruktur terutama jelang lebaran.
"Kemacetan jelang lebaran memang masalah yang berulang setiap tahunnya. Perlu terobosan, denda ini bukan terobosan," kata Djemi di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.
Atas dasar permasalahan yang berulang dan kebijakan denda yang tidak tepat karena justru membahayakan pemudik, Komisi V DPR segera memanggil Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, Korlantas dan Basarnas.
"Kita mau tahu terobosan pemerintah apa? Kemacetan jelang lebaran ini berulang. Kalau enggak ada terobosan, mereka ini kerja apa selama ini?" ujar Djemi.
Maksimalkan Rest Area
Disamping wacana itu, kesiapan fasilitas penunjang kelancaran lalu lintas selama arus mudik lebaran juga mutlak dilakukan. Kakorlantas Polri Irjen Agung Budi Maryoto telah meminta pengelola rest area agar menambahkan mobil toilet di tempat peristirahatan.
Hal ini untuk mempercepat proses istirahat masyarakat, sehingga mengurangi tingkat penumpukan kendaraan pemudik di suatu lokasi peristirahatan.
"Saya sudah ketemu pimpinan rest area-nya supaya tambah mobil toilet, supaya antrenya jangan panjang," kata Agung di kantor National Traffic Management Center (NTMC) Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Juni 2016.
Agung menambahkan, apabila terjadi penumpukan kendaraan di lokasi peristirahatan dan mengakibatkan kemacetan, maka petugas akan mengambil langkah tegas. "Kalau lama (di rest area) kita suruh ke luar," ujarnya.
Sementara terkait waktu yang dibutuhkan pengendara untuk beristirahat di rest area, Agung mengatakan normalnya sekitar satu jam. "Karena semua membutuhkan istirahat, dan jumlahnya terbatas, logikanya satu jam sudah cukup. Buat makan, untuk salat dan lain-lain," terang Agung.
Ketua YLKI Tulus Abadi turut menyarankan aparat mengatasi kemacetan yang mengunci saat arus mudik. Antara lain dengan melakukan sistem buka tutup di rest area tertentu, khususnya di rest area strategis. Pengendara diimbau menyebar ke rest area terdekat bila terjadi kepadatan.
Jika kepadatan arus lalin di tol sudah melebihi batas rasional, maka aparat harus menutup jalan tol dan dialihkan ke jalan non tol. Atau, jalan tol digratiskan sehingga tidak ada transaksi di loket pembayaran.
"Sumber kemacetan karena lamanya transaksi di loket pembayaran jalan tol yang masih manual. Seharusnya transaksi sudah wajib menggunakan e-toll atau bahkan menggunakan sistem OBU (On Board Unit)," ujar Tulus.
Terakhir, pemerintah perlu menambah kapasitas angkutan umum, baik kereta api maupun bus umum. Pemudik diharapkan tidak menggunakan kendaraan pribadi, dan berpindah ke angkutan umum.
"Para pimpinan daerah, seharusnya memperbaiki angkutan umum di daerahnya. Karena alasan pemudik menggunakan kendaraan pribadi, karena di daerah akses angkutan umumnya tidak memadai," ujarnya.