Lion Air Melawan, Pantaskah?
- Anhar Rizki Affandi / VIVA.co.id
VIVA.co.id – Lion Air melawan. Setelah berulang kali bermasalah dan kena teguran, bahkan sanksi, dari Kementerian Perhubungan, kali ini maskapai Singa Merah itu tidak tinggal diam. Manajemen Lion Group melaporkan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Suprasetyo, ke Bareskrim Mabes Polri.
Laporan tertanggal 16 Mei 2016 dengan nomor LP/512/V/2016. Manajemen Lion Air mencoba menyeret pejabat Kemenhub ke penjara karena sanksi itu mereka anggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagaimana dalam pasal 421 KUHP dan 335 KUHP.
Kepolisian telah menerima laporan pengaduan itu. Korps seragam cokelat itu kemudian mengkaji bagaimana tindak lanjutnya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Agus Rianto, menegaskan kepolisian telah menerima laporan pengaduan dari maskapai Lion Air pada Senin, 16 Mei 2016. Terlapornya Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Darat, Suprasetyo.
"Laporannya sudah kami terima, itu ada tiga laporannya. Masalah pilot atau kru kemudian Lion melaporkan Dirjen Perhubungan Udara soal penyalahgunaan wewenang," kata Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 20 Mei 2016.
Penyidik akan mempelajari terkait laporan itu dan akan diambil langkah-langkah lebih lanjut bahkan akan memanggil pihak terkait. Mekanismenya, ada laporan diterima dan dipelajari unsur-unsurnya serta didalami baru kemudian dilakukan langkah-langkah lebih lanjut.
Setelah laporan diterima, polisi menentukan apakah unsur pidananya terpenuhi atau tidak. Bila terpenuhi maka pengaduan itu dilanjutkan dalam proses hukum lebih lanjut. "Tidak bisa langsung seperti itu. Kan mekanismenya ada kita terima laporannya terpenuhi atau tidak unsurnya akan melalui proses penyelidikan lebih lanjut," tuturnya.
Menanggapai kabar pelaporan terhadap anak buahnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku belum mendengar pernyataan Lion secara resmi. Sebab itu dia belum mengambil sikap dan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya untuk merespons laporan tersebut. Ia masih menunggu kabar yang kebenaran informasi tersebut.
"Belum ada (tindak lanjutnya)," kata Jonan singkat saat ditemui di Museum Nasional, Jakarta, Jumat 20 Mei 2016.
Sanksi terhadap Lion Air diberlakukan oleh Kemenhub mulai tanggal 18 Mei 2016 hingga enam bulan ke depan. Kementerian Perhubungan memberikan surat teguran dan sanksi kepada maskapai Lion Air berupa tidak diberikannya izin rute baru selama 6 bulan atas terjadinya keterlambatan penerbangan/delay berulang kali serta pemogokan pilot Lion Air pada 10 Mei 2016.
Keterangan resmi Kemenhub, selama 6 bulan dari tanggal 18 Mei 2016, pihak maskapai Lion Air tidak diberikan rute baru dengan tujuan agar pihak Lion Air melakukan instrospeksi internal untuk melakukan perbaikan manajemen operasi penerbangan yang terkait SDM, rotasi pesawat, frekuensi penerbangan, maintanance pesawat, dan lain–lain.
Dua Sanksi
Pengumuman adanya sanksi itu dilakukan Kemenhub pada 18 Mei, lalu. Sebenarnya bukan hanya Lion Air yang kena pembekuan layanan jasa penumpang dan bagasi atau ground handling, tapi juga Air Asia. Namun, reaksi dua maskapai terhadap kebijakan pemerintah itu berbeda.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo, sanksi diberikan karena kelalaian kedua maskapai dalam melakukan proses ground handling dalam membawa penumpang dari pesawat ke terminal kedatangan yang salah.
Lion Air dianggap bersalah dalam penanganan penumpang internasional yang dilakukan Lion Air dalam penerbangan rute Singapura ke Jakarta. Sementara PT Indonesia Air Asia dengan rute Singapura ke Denpasar. Penumpang yang seharusnya diturunkan di terminal internasional, justru diturunkan di terminal domestik sehingga tidak terdeteksi oleh imigrasi.
"Jadi kemarin pada 17 Mei 2016, saya memberikan sanksi kepada ground handling Lion Air dan PT Indonesia AirAsia, sanksi yang diberikan adalah pembekuan sementara kedua ground handling tersebut, berlaku mulai dari lima hari kerja sejak surat ini dikeluarkan pada 17 Mei, sampai dengan hasil investigasi selesai dengan tuntas," kata Suprasetyo.
Tujuan Kemenhub mengeluarkan sanksi tersebut untuk membuat pelayanan di bandara menjadi lebih baik. "Tujuannya, mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak terulang kembali, untuk perbaikan semua pihak agar lebih peduli pada pelayanan dan untuk penumpang penerbangan," ujar dia.
Lion Air juga mendapatkan surat teguran dan sanksi tidak diberikan izin menambah rute baru selama enam bulan. Menurut Direktur Angkutan Udara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Maryati Karma, sanksi ini diberikan lantaran keterlambatan penerbangan berulang kali dan pemogokan pilot Lion Air pada 10 Mei 2016.
"Kemenhub sudah beri surat teguran dan sanksi berupa pembekuan izin rute baru selama 6 bulan," kata Maryati dalam konferensi pers di Kemenhub, Jakarta, Kamis 19 Mei.
Menurut Maryati, atas keputusan Kemennhub ini, Lion Air merespons dengan mengusulkan penundaan penerbangan selama satu bulan pada 217 frekuensi domestik dan dua rute internasional untuk Singapura dan Penang. Usulan tersebut diajukan pada 16 Mei 2016.
"Kami telah memberikan persetujuan pada 18 Mei terhadap penundaan penerbangan sementara dengan rute-rute tersebut khususnya dengan aturan," kata Maryati.
Maryati menuturkan Lion Air tetap harus bertanggung jawab pada penumpang yang telah memiliki tiket di penerbangan yang tidak dilaksanakan dengan mengalihkan penumpang pada Badan Angkutan Udara Niaga lainnya pada rute yang sama tanpa biaya tambahan.
"Apabila hingga batas waktu yang ditentukan tidak dilaksanakan, satu bulan sampai dengan 18 Juni 2016, maka kapasitas pada rute dan frekuensi yang tidak dilayani tersebut akan dicabut," kata Maryati.
Bisnis Terganggu
Manajemen Lion Air mengatakan, bisnis perusahaan terganggu setelah pemberlakuan sanksi yang dijatuhkan Kementerian Perhubungan. Menurut Direktur Umum Lion Air, Edward Sirait, sejumlah investor bahkan mempertanyakan kelangsungan bisnis dari Lion Air Group.
Tak hanya itu, beberapa kerja sama dengan mitra bisnis juga terancam batal akibat sanksi itu. “Beberapa mitra kami yang akan membangun pusat perawatan pesawat di Batam juga sempat bertanya, apakah rencana itu diteruskan atau tidak," katanya di Jakarta, Kamis 19 Mei 2016.
Atas kedua sanksi itu, Lion Air telah mengajukan keberatan dan meminta dilakukan investasi sebelum dijatuhi hukuman.
Namun demikian, Edward memastikan tidak ada gangguan dalam pelayanan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta setelah pemberlakuan sanksi pembekuan layanan jasa penumpang dan bagasi, atau ground handling. Sebab, pihaknya masih bisa menggunakan ground handling milik PT Lion Mentari Airlines.
"Yang disanksi itu perusahaan ground handling 'Lion Group', kan kita bisa memakai self handling sendiri milik Lion Air, dan itu diperbolehkan di dunia penerbangan," kata Edward.
Menurut Edward, pemberian sanksi pembekuan ground handling oleh Kementerian Perhubungan mengancam kehidupan pegawai yang bekerja di supplier. Apalagi pemberian sanksi kepada institusi dinilai tidak tepat hanya karena kesalahan perorangan.
"Tindakan segelintir pilot dan kesalahan sopir dijadikan dasar untuk memberi sanksi, kami merasa diperlakukan tidak adil," kata dia.
Untuk itu, saat ini pihak Lion Air telah mengajukan keberatan kepada Kemenhub terhadap sanksi yang diberikan. "Kami meminta untuk dilakukan investigasi terlebih dulu, sebelum dikenakan hukuman," ujar Edward.
Sementara itu, perwakilan staf penerbangan atau ground staff maskapai Lion Air, Alex Manik, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas kelalaian salah satu rekan kerjanya yang salah menurunkan penumpang internasional ke terminal domestik. Kesalahan itu berujung jatuhnya sanksi pembekuan izin layanan penumpang dan bagasi, atau ground handling kepada manajemen Lion Air.
"Kami mewakili 27 ribu pekerja ground staff meminta maaf atas kesalahan rekan kerja kami. Kami hanya manusia biasa yang tidak lepas dari khilaf dan tidak sengaja," ujar Alex dalam jumpa pers di Lion Tower, Jakarta, Kamis 19 Mei 2016.
Akibat dibekukannya ground handling Lion Air, ribuan ground staf pun terancam kehilangan pekerjaan. Mereka meminta agar pemerintah berlaku bijak, sebelum menjatuhkan sanksi. "Kami butuh makan, di antara kami ada yang jadi ayah, tulang punggung keluarga. Kami ingin dibina, bukan dibinasakan," kata dia.
Konsumen Kecewa
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai sanksi yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan kepada maskapai Lion Air masih terlalu ringan. Sebab, menurut Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, sanksi yang dijatuhkan berupa pembekuan layanan penumpang dan bagasi, atau ground handling dan pembekuan penambahan rute baru selama enam bulan ke depan hanya bersifat teknis dan kasuistik.
"Seharusnya, sanksi itu berdimensi akumulatif, karena terbukti pelanggaran demi pelanggaran dilakukan Lion Air beberapa tahun terakhir ini," ujar Tulus melalui pesan singkatnya, Jumat 20 Mei 2016.
Menurut Tulus, sanksi tersebut seharusnya jadi momen bagi Lion untuk memperbaiki performa kinerjanya dan meningkatkan pelayanan pada konsumen. Bukan, malah melakukan perlawanan hukum yang justru akan menjadi kampanye negatif bagi konsumen
"Sikap Lion semacam itu, justru akan menjadi pemicu bagi konsumen untuk memboikot Lion," ujarnya.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi V DPR RI, Miryam S. Haryani. Dia mengapresiasi Kementerian Perhubungan yang berani menjatuhkan sanksi terhadap Lion Air dan AirAsia yang lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Namun, ia merasa sanksi itu belum cukup.
"Sanksi yang hanya lima hari ini, bagi saya kurang keras dan dikhawatirkan tidak mampu menimbulkan efek jera," kata Miryam di Senayan, Jakarta, Kamis 19 Mei 2016.
Miryam merasa, pembekuan ini akan kembali memberikan dampak tidak baik bagi penumpang kedua maskapai. Misalnya, akan kembali terjadi delay, atau perlambatan dalam pelayanan bagasi, dengan alasan mereka harus sewa ground handling lain yang sudah full booked dan sebagainya.
"Sanksi yang dikeluarkan kemarin ini, bagi saya hanya karena untuk keperluan investigasi, bukan sanksi akibat kelalaian yang dilakukan. Sehingga, saya yakin apabila sanksinya hanya sebatas itu tidak akan memberikan dampak yang signifikan," ujar dia.
Menurut dia, sanksi harusnya mampu memberikan shock therapy bagi pihak maskapai, misalnya pembekuan operasional, atau pembekuan izin rute baru, atau bahkan sampai dengan pencabutan izin operasionalnya.
"Tentu, tingkatan tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kelalaian yang dilakukan. Dengan demikian, pasti akan menjadi perhatian tersendiri bagi maskapai yang mendapatkan sanksi untuk segera melakukan perbaikan dalam manajemennya," kata dia. (umi)