Takut APBN Jebol, Jokowi pun Pangkas Anggaran 

Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta
Sumber :
  • Edi/Biro Pers-Setpres

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016, tentang Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian dan Lembaga. Dalam Inpres tersebut ditegaskan, anggaran pemerintah dalam APBN 2016 akan dipangkas sebesar Rp50,016 triliun, dari Rp784 triliun yang ditetapkan di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016.  

Penghematan anggaran telah menjadi cara Pemerintahan Jokowi untuk mencegah defisit anggaran semakin melebar. Hal ini dikarenakan penerimaan pajak, yang merupakan sumber pendapatan negara, diperkirakan tidak akan mencapai target. 

Dalam APBN 2016, pemerintah telah menargetkan pendapatan negara Rp1.822,5 triliun. Sementara Belanja negara ditetapkan Rp2.095,7 triliun.  Defisit  anggaran dipatok 2,15 persen dalam APBN 2016.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai dengan 8 Mei 2016 lalu, realisasi penerimaan negara telah mencapai 23 persen dari total yang ditargetkan dalam APBN 2016 sebesar Rp1.822,5 triliun. Sementara dari pos belanja pemerintah, telah tercapai sebesar 28 persen dari target sebesar Rp2.095,7 triliun.

Pemerintah pun memperkirakan akan ada potensi pelebaran defisit anggaran menjadi 2,5 persen. Tak ingin APBN jebol, maka, mau tidak mau pemerintah harus mengubah alokasi anggaran yang sebelumnya telah ditetapkan. Penyesuaian ini pun dilakukan hampir di seluruh pos kementerian/lembaga.   

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk penghematan anggaran maka dilakukan rencana pemotongan anggaran belanja di setiap kementerian, lembaga negara atau di daerah, maupun anggaran subsidi. 

Pemerintah sudah gencar mewacanakan pemberlakuan pengampunan pajak atau tax amensty guna mendongkrak pendapatan negara. Namun, sayang rancangan undang-undangnya masih mengganjal di Dewan Perwakilan Rakyat. 

Bambang menyatakan meski dengan tax amnesty, penghematan sektor kementerian, lembaga dan beberapa subsidi juga tetap harus dilakukan, walau ada masukan dari pengampunan pajak itu.

"Itu sudah komitmen kita menjaga agar anggaran sehat dan tepat sasaran," katanya.

Dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet (Setkab.go.id), Senin 16 Mei 2016, Inpres Nomor 4 Tahun 2016 menjabarkan bahwa dari Rp50,016 triliun yang dipangkas, sebesar Rp20,951 triliun merupakan efisiensi belanja operasional, dan Rp29,064 triliun merupakan efisiensi belanja lain. 

Selain itu, dalam pemotongan itu juga terdapat Rp10,908 triliun yang merupakan anggaran pendidikan, dan Rp1,434 triliun yang sebelumnya masuk anggaran kesehatan. 

Sementara, kementerian dan lembaga yang mendapat pemotongan anggaran terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dari total anggaran sebesar Rp104,080 triliun, anggaran Kementerian PUPR dipotong Rp8,495 triliun. 

Disusul kemudian anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari total Rp49,232 triliun dipotong sebesar Rp6,523 triliun. Kementerian dan lembaga lainnya lain yang anggarannya juga mendapat potongan besar yaitu, Kementerian Pertanian dari Rp31,507 triliun dipotong Rp3,923 triliun. 

Kemudian, Kementerian Perhubungan dari Rp48,465 triliun dipotong Rp3,750 triliun, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan dari Rp13,801 triliun dipotong Rp2,890 triliun. 

Inpres tersebut ditandatangani Jokowi pada 12 Mei lalu. Pemotongan anggaran tersebut akan disahkan di dalam APBN Perubahan 2016. 

Efisiensi kas keuangan negara

Dalam Inpres itu ditegaskan, penghematan dan pemotongan belanja kementerian dan lembaga dilakukan utamanya terhadap belanja perjalanan dinas dan paket rapat, langganan daya dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat, iklan, dan operasional perkantoran lainnya. 

Serta pembangunan gedung atau kantor, pengadaan kendaraan dinas operasional, sisa dana lelang atau swakelola, anggaran dari kegiatan yang belum terikat, dan kegiatan-kegiatan yang tidak mendesak atau dapat dilanjutkan (carry over) ke tahun anggaran berikutnya. 

Meskipun demikian, penghematan dan pemotongan belanja kementerian dan lembaga itu, menurut Inpres tersebut, tidak dilakukan terhadap,  Anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, dan Anggaran yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, Badan Layanan Umum (PNBK-BLU). Artinya, kementerian dan lembaga masih bisa menghamburkan-hamburkan anggaran perjalanan dinas yang sumber dananya bukan dari pajak atau pinjaman. 

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, pemangkasan tersebut dilakukan memang bertujuan untuk efisiensi kas keuangan negara. Sehingga, total anggaran yang sudah dialokasikan di tiap pos kementerian/lembaga dapat dioptimalisasi dengan baik.

“Jadi belanja yang tidak prioritas, dapat dikendalikan,” kata Askolani saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Senin 16 Mei 2016.

Meski begitu, Askolani menolak stigma yang menganggap bahwa pemotongan anggaran ini dikarenakan adanya potensi target penerimaan yang dipatok dalam APBN 2016 sebesar Rp1.822,5 triliun.

Dalam Lima Bulan, APBN 2020 Tercatat Defisit Rp179,6 Triliun

“Lebih untuk pengendalian belanja, agar lebih efisien, efektif, serta optimal,” tegas Askolani singkat.

Sementara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang anggarannya dipangkas sebesar Rp3,75 triliun dari total anggaran yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp48,465 triliun dalam APBN 2016, mengaku tidak terganggu dengan keputusan presiden itu.   

Enam Fakta Sulitnya Iran Berperang Melawan Amerika Serikat

Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Kemenhub, Antonius Tonny Budiono mengungkapkan, pihaknya tidak terganggu dengan pemangkasan tersebut, sebab anggaran tersebut merupakan efisiensi seperti untuk perjalanan dinas dan sisa-sisa tender. 

"Efisiensi kalau enggak salah Rp3 triliun, itu di laut banyak, kan kita juga akan efisiensi seperti perjalanan dinas, terus ada sisa tender, yang diefisiensi bukan kegiatannya, kebanyakan adalah sisa kontrak," kata Tonny ditemui di Double Tree by Hilton Hotel Jakarta, Senin 16 Mei 2016. 

Dua Hal Penting yang Perlu Dilakukan Pemerintah Jaga APBN 2020

Ia mengatakan bahwa pemangkasan anggaran tersebut tidak akan mengganggu kinerja untuk program prioritas dari kementerian. Ia juga meminta bagi kontraktor agar menekan harga untuk pembangunan dengan lebih murah. 

"Untuk program prioritas tidak pengaruh. Memang harus ada juga penghematan dari harga yang ditawarkan kontraktor, seperti penghematan material, harga barang harus dihemat sesuai dengan yang sudah disurvei. Pak menteri tekankan ini harus ada efisien, si harga itu tidak boleh rekayasa, harus rekapitulasi harus fair dan transparan," katanya.

Anggaran tak terserap optimal

Ekonom PT Bank Central Asia, David Sumual mengatakan, perubahan-perubahan asumsi makro ekonomi yang tercantum dalam APBN 2016 otomatis memaksa pemerintah melakukan revisi postur belanja. Apalagi, penerimaan pada tahun ini pun diproyeksikan tidak akan mencapai target.

“Meskipun ada tax amnesty, saya kira tidak akan berpengaruh. Maka memang perlu ada penyesuaian,” tutur David saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Senin 16 Mei 2016.

Efektivitas belanja terutama di Kementerian PUPR pun menjadi sorotannya. Menurutnya meski sudah diakselerasi pada awal tahun, namun masih ada hambatan yang menyebabkan anggaran tidak terserap secara optimal.

“Saya curiga mungkin memang ada hambatan dari sisi teknis maupun administratif. Jadi memang harus dibenahi,” kata David.

Terlepas dari hal itu, David memandang bahwa pemerintah perlu tetap memprioritaskan belanja kementerian atau lembaga, yang cukup berdampak secara signifikan bagi aktivitas perekonomian nasional. Sebab, di tengah situasi ekonomi yang belum kondusif, penguatan dari sisi internal yang harus diperkuat.

“Karena itu memang menopang pertumbuhan. Seperti belanja infrastruktur atau belanja modal. Dikurangi tidak apa-apa, tapi jangan terlalu signifikan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya