Jakarta Tanpa '3 in 1'
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id – Hari ini, Sabtu 14 Mei 2016, adalah batas akhir perpanjangan uji coba penghapusan aturan 3 in 1 di jalan-jalan protokol Ibu Kota Jakarta. Tak perlu berlama-lama, sebelum batas waktu itu, Pemerintah Provinsi DKI bersama Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, sudah memutuskan untuk mempermanenkan penghapusan aturan itu.
Keputusan tersebut berdasarkan hasil rapat bersama Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dan Ditlantas Polda Metro Jaya pada Selasa 10 Mei 2016.
Kepala Dishubtrans DKI, Andri Yansyah, mengatakan, 3 in 1 dihapus karena dinilai tidak banyak berdampak terhadap kondisi kemacetan di jalan protokol.
Menurut Andri, di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin misalnya. Ada atau tidak adanya aturan itu, kedua ruas jalan kerap macet.
Sebelumnya, uji coba penghapusan aturan 3 in 1 di jalan-jalan protokol Jakarta, diberlakukan pada 5 hingga 8 April 2016, dan 11 hingga 13 April 2016. Namun, dalam rapat hasil evaluasi uji coba yang dilakukan pada Kamis, 14 April 2016, diputuskan uji coba tahap kedua diperpanjang satu bulan, mulai 14 April 2016 hingga 14 Mei 2016.
Andri menambahkan, sejumlah proyek pembangunan di kawasan jalan utama ibu kota, seperti kereta angkut massal cepat (Mass Rapid Transit/MRT), simpang susun Semanggi (Semanggi Interchange), hingga yang baru akan dilakukan, pelebaran trotoar, dinilai menjadi faktor penyebab lain Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin selalu macet.
"Jadi, kami putuskan (aturan) 3 in 1 dihapus saja," ujar Andri saat dihubungi melalui sambungan telepon Rabu, 11 Mei 2016.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan, keputusan penghapusan 3 in 1 merupakan hasil kesepakatan rapat antara Pemerintah Provinsi DKI dan Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.
"Dirlantas (direktur lalu lintas) juga sudah putuskan, kami akan menghapus 3 in 1. Cuman, kami lagi kaji kemacetan yang bertambah. Dia (Dishubtrans) akan membuat sebuah forum diskusi, untuk mendiskusikan ganjil-genap," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, ditemui di Balai Kota Jakarta, Rabu malam, 11 Mei 2016.
Kepala Subdit Pembinaan dan Penegakan Hukum (Bin Gakkum) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto, pun mengiyakan, hasil rapat kepolisian dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan aturan 3 in 1 memang dihapuskan.
"Memang hasil rapat demikian, 3 in 1 memang dihapus. Namun, belum ada solusi penggantinya," kata Budiyanto saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 11 Mei 2016.
Selanjutnya...Solusi Atasi Macet
Solusi Atasi Macet
Meski aturan 3 in 1 resmi dihapus, problem lalu lintas tidak lantas terselesaikan. Persoalan kemacetan masih akan terjadi di ibu kota.
Andri menilai, upaya yang lebih tepat untuk mengurangi volume kendaraan di ruas Jalan Sudirman dan Thamrin, bukan penerapan aturan 3 in 1. Rencana penerapan aturan jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ ERP) dinilai lebih tepat.
Aturan yang telah diwacanakan untuk diterapkan setidaknya sejak 2010 itu hanya pengguna kendaraan yang berkenan membayar bisa melintasi jalan tertentu.
Untuk itu, Andri mengatakan, setelah aturan 3 in 1 betul-betul dihapus, fokus utama Dishubtrans DKI adalah mengimplementasikan aturan yang teknologi pendukungnya telah dua kali diuji coba di Jakarta pada 2014 itu.
"Implementasi penerapan ERP akan kami percepat," ujar Andri.
Penerapan sistem ERP sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030 junto Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Hambatan muncul di antaranya lantaran tak ada dasar hukum untuk penerapan pungutan dengan besaran yang fleksibel. Ahok pernah mengatakan, pungutan kepada para pengendara yang melintasi jalur ERP bukan retribusi yang termasuk klasifikasi pajak. Pungutan juga tidak bisa dianggap sama dengan pungutan untuk masuk ke jalan tol, yang besarannya ditentukan berdasarkan peraturan menteri.
Pungutan yang diterapkan dalam penerapan ERP bersifat fleksibel. Saat jalanan lengang, pengguna jalan bisa melintas dengan membayar harga yang terjangkau.
Sementara itu, saat jalanan di sekitarnya padat, pengguna jalan harus membayar lebih mahal untuk melintas di jalan yang menerapkan aturan jalan berbayar elektronik itu.
Pemprov DKI pernah melakukan dua kali uji coba ERP tersebut. Misalnya, di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pada 15 Juli 2014.
Saat itu, petugas menguji coba teknologi yang akan dipakai dalam ERP. Ketika uji coba pertama kali tersebut, gate entry (gantry) atau gerbang pendeteksi ERP yang telah dibangun berhasil mendeteksi dan mengidentifikasi 4 mobil milik Dinas Perhubungan (Dishub) DKI yang melintas di bawah gerbang.
Namun, alat yang diujicobakan oleh Kapsch AG itu tidak bisa membaca pelat nomor polisi (nopol) kendaraan roda empat saat melintasi gantry. Salah satu penyebabnya lantaran alat dan sistem ERP kesulitan memahami karakter huruf-huruf di pelat nopol kendaraan yang ada di Indonesia. Sebab, tidak semua pelat nopol kendaraan menggunakan standar dari kepolisian, melainkan telah dimodifikasi.
Sementara itu, Ditlantas Polda Metro Jaya mendorong Pemprov DKI Jakarta menemukan solusi yang tepat guna mengantisipasi kemacetan di ibu kota.
"Mudah-mudahan program lain nanti terlaksana sebagai pengganti, seperti perluasan pelarangan kendaraan bermotor roda dua, ERP atau penerapan 3 in 1 pada sore hari. Kami siap dan saling bersinergi," ujarnya.
Untuk mengantisipasi kemacetan usai dihapuskannya 3 in 1, Budiyanto menuturkan, kepolisian akan menambah jumlah personel di ruas jalan yang sering terjadi kepadatan kendaraan.
Dalam evaluasi uji coba penghapusan 3 in 1, Budiyanto menilai, kepadatan kendaraan terjadi fluktuatif. "Selama ini terhitung fluktuatif ya, kadang padat, kadang landai. Kami lihat perkembangan ke depannya, dalam penilaian selama ini 3 in 1 memang tidak efektif," katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Awi Setiyono, menambahkan, terkait penghapusan aturan 3 in 1 itu, kepolisian menyarankan adanya pembatasan kendaraan.
"Karena, tidak bisa ditampik bahwa kemacetan ini akibat tidak ada pembatasan kendaraan bermotor sehingga harus ada pembatasan," tutur Awi.
Dia melanjutkan, saran lain adalah terkait sistem ganjil genap kendaraan yang melintas dan sebelumnya sudah diwacanakan, juga pajak kendaraan dinaikkan.
"Selain itu, biaya parkir tinggi yang tentunya diimbangi dengan moda transportasi massal yang baik. Dan ini semua masih proses, kita tunggu saja," lanjut Awi.
Wacana penerapan sistem ganjil genap itu juga sempat diungkapkan Ahok. Sistem ganjil genap ini adalah menggunakan konsep pembatasan arus kendaraan dengan mengacu pada dua nomor terakhir pelat kendaraan.
Nantinya, setiap kendaraan yang melewati jalur tertentu, bergantian sesuai dengan nomor kendaraan sang empunya. "Pokoknya, 3 ini 1 pasti tidak ada. Tinggal, apakah akan langsung ERP, atau ganjil genap," ucap Awi.
(ren)