Merajut Golkar Baru
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Enam dari delapan bakal calon ketua umum partai untuk pemilihan di musyawarah nasional luar biasa pada akhir Mei 2016, dinyatakan lolos proses verifikasi.
Keenam nama itu yakni, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, Aziz Syamsudin, Mahyudin, Priyo Budi Santoso dan Setya Novanto. Sementara dua lainnya, yakni Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo belum bisa disetujui.
Terkecuali keduanya, memenuhi prasayarat awal pencalonan ketua umum hingga Sabtu 7 Mei 2016. "Terhadap Syahrul dan Indra diberi kesempatan sampai besok, Sabtu jam 12.00, untuk menjawab surat komite berkaitan dengan masih adanya surat yang belum dipenuhi. Apabila tidak ada respons, maka SC menganggap yang bersangkutan mengundurkan diri," kata Ketua Steering Commite Munaslub Nurdin Halid, Jumat 6 Mei 2016.
Tahun ini menjadi ajang kedelapan kalinya memilih ketua umum sejak partai berlambang beringin eksis sebagai partai politik pada tahun 1973 di Indonesia di bawah tangan Amir Moertono(1973-1983), lalu bergulir ke Sudharmono (1983-1988), Wahono (1988-1993), Harmoko (1993-1998), Akbar Tandjung (1998-2004), Jusuf Kalla (2004-2009) dan terakhir di tangan Aburizal Bakrie (2009-2016).
Visi Kesejahteraan
Dua tahun kebelakang, menjadi waktu yang cukup menghabiskan energi bagi . Seteru dan konflik internal memuncak dengan adanya dua musyawarah nasional. Satu di bawah ARB dan satu lagi di tangan Agung Laksono.
Ini menjadi perhatian publik dan menyita keretakan di dalam tubuh . Namun demikian, konflik ini akhirnya mereda, ARB akhirnya tetap dinyatakan sebagai pengurus sah oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sebab itulah, pun diminta untuk menyelenggarakan Munaslub guna meneruksan tongkat estafet kepemimpinan Partai . "Calon harus mempunyai visi misi ke depan, sesuai dengan visi Golkar, Indonesia 2045 negara kesejahteraan," kata Ketua Umum Partai ARB menyampaikan harapannya untuk calon ketua nantinya.
Visi kesejahteraan ini menjadi hal penting bagi ketua umum baru . Visi ini amanah luar biasa yang harus diemban oleh seorang ketua umum. Sebab itu, memang dibutuhkan calon yang kredibel dan tepat untuk memegang tampuk hingga tiga tahun ke depan.
Wajah Kandidat
Secara keseluruhan, enam calon yang telah diverifikasi panitia Munaslub . Seluruhnya memang tak lepas dari . Sebut saja nama berikut, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, Aziz Syamsudin, Mahyudin, Priyo Budi Santoso dan Setya Novanto, rasanya tak mungkin kalau dipisahkan dari kata .
Pertama, Azis Syamsudin, lahir di Jakarta 31 Juli 1970. Ketua Komisi III DPR ini sudah dua periode duduk di DPR sejak tahun 2009 dan berangkat dari daerah pemilihan Lampung. Peraih S3 bidang hukum pidana internasional Universitas Padjajaran Bandung ini pernah menjabat sebagai Ketua PPK Kosgoro tahun 1957, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Bappilu DPP Partai
Kedua, Setya Novanto, lahir di Bandung 12 November 1954. Ia politikus asal Jawa Barat yang diusung oleh Partai . Ia duduk di DPR selama dua periode sejak tahun 1999 hingga 2019, sebagai perwakilan dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur.
Tanggal 16 Desember 2015, Setya Novanto memutuskan mundur dari jabatan Ketua DPR, lantaran namanya tersangkut dalam kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Mantan Ketua Fraksi pada 2009-2014 ini sejak muda terbilang giat. Ia pernah melakoni sebagai penjual beras dan madu di Surabaya saat di masa kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Karir politik Setya Novanto dimulai pada tahun 1974 lewat Kosgoro dan terus cemerelang hingga menjadi anggota DPR pada tahun 1999.
Ketiga, Ade Komarudin. Ia lahir di Purwakarta, 20 Mei 1965. Ia kini menjabat Ketua DPR sebagai pengganti Setya Novanto yang mengundurkan diri. Alumni UIN Syarif Hidyatullah ini telah berkarir di DPR sejak tahun 1997 hingga nanti tahun 2019.
Sejak awal karir politik Ade Komarudin memang dimulai dari Partai . Di tahun 2010, ia juga pernah didaulat menjadi ketua umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia atau SOKSI.
Sejak tahun 2014 hingga 2016, Ade Komarudin ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai di DPR. Hingga kini karirnya terus berkembang. Ade juga diketahui kerap menuliskan sejumlah karya, seperti HMI Menjawab Tantangan Zaman (1990), Biografi Ratjih Natawidjaya, Anak Guru dari Sumedang dan lainnya.
Keempat, Mahyudin Indra Bambang Utoyo. Kiprahnya memang belum banyak tersentuh media. Namun politikus senior ini diketahui pernah menjabat Ketua Pemenangan Pemilu Sumatera. Ia juga pernah menjadi Ketua Umum Angkatan Muda Perubahan Indonesia (AMPI) pada 1994.
Mahyudin merupakan putera dari Jenderal Bambang Utoyo, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) ke-4 yang menjabat dari tanggal 27 Juni 1955 – 28 Oktober 1955. Kini Mahyudin menjabat sebagai Wakil Ketua MPR untuk periode 2014-2019.
Kelima, Airlangga Hartanto. Lahir di Surabaya 1 Oktober 1962. Ia pernah menjabat ketua Komisi VII DPR untuk periode 2006-2009 dan berangkat dari Partai
Di DPR, Airlangga sudah duduk dua periode sejak 2006-2014. Mantan Ketua Asosiasi Emiten Indonesia periode 20011-2014 ini terkenal sebagai pengusaha ulet dan mewakili Jawa Barat saat duduk di DPR.
Peraih gelar MBA dari Monash University Australia tahun 1996 dan Master of Management Technology (MMT) dari University of Melbourne, Australia, tahun 1997, merupakan anak dari Ir. Hartarto yang pernah menjabat Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis) pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998).
Dan keenam, Priyo Budi Santoso. Lahir di Trenggalek Jawa Timur, 30 Maret 1966. Ia pernah duduk di DPR sebagai wakil ketua pada periode 2009-2014 mewakili Partai dari daerah pemilihan Surabaya.
Ia pernah tercatat sebagai ketua umum untuk organisasi trikarya (Soksi, MKGR, dan Kosgoro 1957). Priyo juga dikenal kerap menerbitkan karya tulis. Salah satu yang cukup populer yakni buku berjudul Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural.
Karir politik Priyo di Golkar terbilang cemerlang. Sejak tahun 1998, ia pernah menjadi Sekretaris Korwil VII DPP Partai , lalu menjadi ketua DPP ormas MKGR tahun 1999, wakil sekjen DPP Partai Golkar 2004-2009. Masa konflik Partai Golkar 2015, Priyo memilih berbaris di kubu Ancol bersama Agung Laksono.
Tantangan Besar
Lantas siapa yang layak menjadi ketua umum ? Tentu ini bisa terjawab jika Munaslub jadi diselenggarakan di Bali nantinya pada akhir Mei 2016.
Namun, setidaknya siapa yang memimpin ke depan memang dibutuhkan figur yang bisa merajut Golkar menjadi parpol yang lebih baik. Sebab polemik yang terkesan laten, menjadi tantangan besar yang harus dirampungkan.
Dan tentunya, salah satu yang terpenting adalah mereka harus mampu mengembalikan citra menjadi parpol yang bisa unggul dalam pemilihan kepala daerah.
Ketua Komite pemilihan calon ketua umum , Rambe Kamarul Zaman, merinci setidaknya ada tiga poin penting yang harus dipegang oleh calon ketua umum.
Pertama yakni, komitmennya untuk ke depan dalam bangsa dan negara. Kedua, upaya pencapaian visi Golkar untuk negara dan kesejahteraan.
"Ketiga, apa strategi untuk mewujudkan berjayanya pada pemilu, itu harus diupayakan memang sasaran. Partai ke depan harus memegang atau melaksanakan kekayaan itu dengan kita laksanakan, artikan diri melalui jabatan publik, ini saya kira penting," kata Rambe.