Perlukah Tim Khusus Pengawas Orang Asing?

Sejumlah warga asing ditangkap polisi di Jakarta terkait kejahatan terorganisir beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Syaefullah

VIVA.co.id - Aparat keamanan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, baru-baru ini menangkap lima warga negara China. Dari pemeriksaan diketahui mereka tengah melakukan pengeboran terkait proyek kereta cepat.

Namun, aktivitas itu ilegal dan jelas menimbulkan kecurigaan, apalagi di dekat pangkalan TNI Angkatan Udara. Otoritas berwenang pun tidak tinggal diam.

Mereka segera melakukan langkah-langkah antisipasi untuk memastikan kejadian serupa tak terulang lagi di masa mendatang. Caranya, orang-orang asing di negeri ini akan diawasi oleh tim khusus dari pemerintah.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly, menegaskan sudah membuat Tim Pengawasan Orang Asing (PORA). Fungsi lembaga ini adalah untuk mencegah adanya penyimpangan yang dilakukan orang asing, terlebih setelah Indonesia masuk negara yang menggunakan bebas visa.

"Kami telah membentuk tim yang ditempatkan sampai ke pelosok daerah. Ini dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diduga-duga," kata Yasonna di Gedung Ditjen Imigrasi, Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin, 2 Mei 2016.

Dia menambahkan, dengan adanya tim khusus untuk mengawasi orang asing, diharapkan bisa mengantisipasi berbagai macam pelanggaran keimigrasian, seperti bekerja tanpa izin, atau imigran yang tidak memiliki dokumen resmi.

"Ada satu contoh di Medan, orang Bangladesh yang tinggal lama dan bekerja di sana, kita lakukan penindakan. Hal semacam ini harus diawasi agar tidak terjadi lagi," ujarnya lagi.

Yasonna juga meminta semua elemen pemerintah ikut serta secara maksimal mengawasi pergerakan orang asing, sehingga permasalahan imigrasi bisa diawasi dengan baik.

"Kita perlu penguatan Tim Pengawasan Orang Asing, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta polisi untuk bekerja secara maksimal dalam mengantisipasi hal yang menyimpang dari wisatawan," kata dia.

Berdasarkan penelusuran VIVA.co.id, tim tersebut sebenarnya sudah dibentuk beberapa bulan yang lalu oleh Kantor Wilayah Imigrasi Jakarta. Alasannya, banyaknya aksi teror yang berasal dari organisasi radikal asal luar negeri.

"Selain penguatan dan pengawasan terhadap dan aktivitas orang asing, kami telah membentuk tim pengawasan orang asing dan penerapan aplikasi pelaporan orang asing," ujar Kepala Kantor Wilayah Imigrasi Jakarta, Mardjoeki, di Kantor Kanwil Jakarta, Kamis, 14 Januari 2016.

Baca:

Menurut Mardjoeki, tim pengawasan dan aplikasi pelaporan orang asing ini merupakan bentuk peningkatan kewaspadaan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan termasuk aksi teror. Selain itu intelijen imigrasi makin digencarkan.

Selama ini, warga Indonesia dinilai termasuk paling diincar untuk turut bergabung dalam jejaring aksi teror seperti Daulat Islam (IS) yang awalnya dikenal Islamic States of Iraq and Syria (ISIS).

"Ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan upaya terorisme dan radikalisme," ucapnya.

Marjoeki menambahkan bahwa imigrasi harus mampu melakukan pengawasan orang asing dengan menerapkan acuan selective policy. Kebijakan itu mengacu pada orang-orang asing yang bermanfaat saja yang diperbolehkan masuk ke Indonesia.

"Sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pengawasan orang asing ini dilakukan sejak orang asing mengajukan permohonan visa masuk, hingga melakukan kegiatan dan keluar dari wilayah Indonesia," ujar Marjoeki.

Mardjoeki menjelaskan, pengawasan dilakukan di masing-masing kantor imigrasi, sehingga Timpora ada di tiap tingkat wilayah, mulai dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat.

Berdasarkan data di Imigrasi, jumlah orang asing di Jakarta mencapai 48.500 orang. Banyaknya orang asing itu perlu diawasi tak hanya dari Imigrasi, namun juga berbagai instansi termasuk BNN, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri dan Detasemen Khusus 88 Antiteror.

Baca:

Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Franky Sompie, menyatakan bahwa setiap bulan institusinya akan melakukan evaluasi terhadap orang asing yang ada di Indonesia. Ronny bahkan menyarankan ada tim gabungan dari kementerian-kementerian terkait untuk ikut serta.

"Sehingga kita tahu penyimpanan apa yang perlu dan langkah apa yang harus dilakukan secara bersama," kata Ronny.

Ronny membeberkan bentuk evaluasi tersebut. Misalnya, memeriksa dokumen perjalanan, dokumen keimigrasian yang dimiliki ketika mereka masuk. Apakah sesuai apa yang mereka lakukan sesuai dengan izin yang diberikan.

"Ada pelanggaran atau tidak. Langkah apa yang dilakukan, antisipasi apa. Intinya upaya pencegahan," katanya lagi.

Ronny melanjutkan, upaya pencegahan itu akan diperketat dengan menbangun Tim Pengawasan Orang Asing di provinsi, kabupaten kota, kecamatan. Ia mengaku sudah mengajak para camat, kapolsek dan komando rayon militer (Koramil), dan pejabat berwenang lainnya sampai ke tingkat desa dan kelurahan.

"Ini kami bangun karena basis informasi orang asing ada di para RT, lurah, limnas, babinsa. Kerjasama, kami butuh infromasi," ujarnya.

Mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri itu menambahkan bahwa orang asing yang bekerja di Indonesia ada sekitar 70 ribu.

"Tapi kitas (izin tinggal terbatas) yang kami berikan lebih dari seratus," tuturnya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, menyambut baik pembentukan tim tersebut. Menurut Boy, lembaga itu dalam kinerjanya bisa bekerja sama dengan unit intelijen Polri.

"Polri itu punya unit intelijen. Tugas unit intelijen itu antara lain melakukan pengawasan terhadap orang asing," kata Boy.

Boy menuturkan, mereka bekerja dengan teknik penyelidikan. Tak hanya wilayah-wilayah tertentu melainkan seluruh Indonesia.

"Semua warga negara asing yang berada di Indonesia dilakukan monitoring," ujarnya.

Bagi mereka yang terbukti melanggar, lanjut Boy, akan mendapatkan sanksi. Apa jenis sanksinya, dilihat dari pelanggarannya seperti apa.

"Kalau berkaitan dengan keimigrasian diserahkan ke Imigrasi. Kalau yang berkaitan dengan tindak pidana di proses oleh reskrim kepolisian di seluruh Indonesia, reskrim yang berada di Mabes, Polda dan Polres bisa melakukan proses hukum warga negara asing yang melakukan tindak pidana," urai Boy.

Mantan Kapolda Banten itu menegaskan bahwa tugas pengawasan orang asing itu sudah menjadi bagian dari tugas Polri. Oleh karena itu, anggota mereka tentu ada di dalam tim tersebut.

"Polri sudah melakukan pengawasan orang asing sejak dulu kala, sejak awal berdirinya polri, salah satu tugasnya melakukan pengawasan orang asing," tegas Boy.

Boy menambahkan bahwa komunikasi dengan pihak Imigrasi sejauh ini sangat baik. Mereka sering kali saling tukar menukar informasi.

Terkait dengan sektor pariwisata, Boy memastikan bahwa kehadiran tim tersebut tidak akan merugikan. Menurutnya, semuanya dilakukan secara proposional.

"Sama dengan warga negara kita, kalau tidak bersalah tidak perlu khwatir, normal saja berjalan saja. Akan menghadapi masalah kalau bertindak melakukan perbuatan hukum."

Deputi Pemberantasan BNN, Brigjen Pol Arman Depari, juga memberikan tanggapan. Arman mengemukakan sinergitas antarinstansi harus dilakukan demi penegakan hukum di Indonesia. Terlebih, adanya kebijakan baru soal bebas visa bagi 174 negara dan pemberlakuan kerja sama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Konsekuensi dari kebijakan tersebut, pemerintah mengizinkan orang asing masuk ke Indonesia. Ini juga memberi pengaruh yang signifikan pada upaya penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, banyak orang asing di Indonesia yang melakukan pelanggaran di bidang keimigrasian maupun peredaran gelap narkotika. "Saya sambut dengan antusias adanya pengawas Timpora ini. Melalui pengawasan ini menjadi upaya kerja sama dan tukar menukar informasi," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan saat dikonfirmasi mengenai persoalan tim itu mengaku belum tahu. Namun, ia berjanji akan melakukan koordinasi.

"Akan saya cek," kata Luhut saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.

Meski demikian, tak berbeda dengan Boy, Luhut juga yakin tim itu tidak merugikan sektor pariwisata. Yang terpenting mereka melakukan aktivitas di Indonesia sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Nggak masalah selama wisatawan atau turis itu tidak melanggar," kata dia.

Sedangkan, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengapresiasi pembentukan tim pengawas tersebut. Apalagi bila salah satu fungsinya adalah mengawasi para pekerja asing di Indonesia.

"Bagus, tentu kita dukung," kata Hanif saat dihubungi VIVA.co.id.

Selanjutnya: Apakah akan Tumpang Tindih?

WN India Ditangkap Selundupkan 4 Satwa Endemik yang Dibeli Untuk Hadiah ke Keluarga

Tumpang Tindih

Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyarankan pemerintah meninjau kembali kebijakan bebas visa bagi sejumlah negara untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Penampakan WN Iran yang Tertangkap Miliki Sabu-sabu 4,4 Kilogram di Jakarta Utara

"Ya ini ada paradoks dalam kebijakan, paradoksnya pemerintah dalam hal ini Menkumham membuka bebas visa bagi 160-an negara dan kebijakan bebas visa motif utamanya untuk menarik wisatawan," kata Mahfudz saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 2 Mei 2016.

Mahfudz menjelaskan paradoks yang ia maksud, saat pemerintah memberikan bebas visa untuk tujuan menarik wisatawan, negara tujuan bebas visa ia nilai bukan negara potensial untuk menarik wisatawan.

Naturalisasi: Definisi, Syarat, dan Jenis-Jenisnya yang Wajib Kamu Ketahui!

"Dan ini yang oleh komisi I dalam raker dengan Kemenlu sudah dikritisi apakah sudah dikalkulasi resiko pemberian bebas visa. Salah satu risiko, semakin bebas masuknya orang yang lakukan kegiatan ilegal di Indonesia, dan bukan hanya terorisme tapi juga kejahatan cyber, narkoba," kata Mahfudz.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan tak bisa membayangkan ketika dibuka bebas visa pada banyak negara lalu menkumham membentuk tim pengawas orang asing. Ia mempertanyakan berapa banyak tim pengawsa yang akan dibentuk dan berapa orang yang mau diawasi.

"Tim pengawas ngga akan bisa bekerja efektif kalau tugasnya mengawasi aktivitas orang-orang asing yang masuk ke Indonesia ketika mereka diberi akses masuk bebas visa yang luas ini," kata Mahfudz.

Ia membandingkan dengan Eropa dan Amerika yang saat ini trennya justru memperketat visa masuk. Saat ini Indonesia malah melonggarkan visa masuk.

"Setelah perlonggar kita bikin tim pengawas orang asing. Jadi paradoks. Langkah pemerintah lebih bagus mengevaluasi ulang kebijakan bebas visa bagi 169 negara, perbaikan sistem informasi keimigrasian," kata Mahfudz.

Menurutnya, saat ini sebaiknya pemerintah lebih baik memprioritaskan bagaimana agar data imigrasi bisa terkoneksi dan terintegrasi betul dengan data informasi instansi penegak hukum. Sehingga akan lebih mudah melakukan pengawasan.

Sedangkan, anggota Komisi III DPR, Junimart Girsang, menilai pembentukan tim pengawasan orang asing akan tumpang tindih dengan tim pengawasan yang jenisnya sama yang sudah ada di keimigrasian dan kepolisian.

Ia menilai seharusnya pemerintah memanfaatkan tim yang fungsinya sama dan yang sudah ada sebelumnya untuk melakukan pengawasan terhadap orang asing. Sebab, kalau tim yang sudah ada tak dimanfaatkan bisa ada sikap 'masa bodo' karena merasa tugasnya sudah ditangani tim khusus.

"Kan sudah ada petugas untuk itu. Ada pengawasan orang asing (POA), di keimigrasian juga sudah ada. Di kepolisian juga sudah ada. Pertanyaannya untuk apa POA-POA (yang sudah ada) dibentuk kalau masih dibentuk tim (baru)," kata Junimart saat dihubungi VIVA.co.id, Senin, 2 Mei 2016.

Ia menambahkan mungkin menteri memiliki pemikiran lain dalam membentuk tim pengawasan baru. Ia mempersilakan dengan catatan jangan sampai terjadi pemborosan mulai dari sumber daya manusia hingga anggaran, tapi tak mencapai sasaran.

"Tapi kalau memang menteri sudah putuskan. Kita lihat, kita kasih waktu 3 sampai 4 bulan. Kalau ngga efektif sebagai fungsi pengawasan kami akan undang menteri untuk pengawasan terhadap tim yang mereka bentuk," kata Junimart.

Bagaimana kinerja tim pengawas tersebut, apakah membawa dampak positif atau justru negatif? Kita nantikan bersama.

Laporan: Yasin Fadilah.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya