Surat Dukungan Bermaterai, Cara Jegal Ahok?
- M Nadlir
VIVA.co.id – Isu calon perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah yang biasanya sepi, tiba-tiba menjadi sorotan mendadak. Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan usulan perubahan ketentuan syarat pengusungan calon perseorangan, yakni adanya surat dukungan yang dibubuhi materai.
Ketentuan baru ini dinilai merepotkan bakal kandidat. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan maju melalui jalur perseorangan pada Pilkada 2017 sangat keberatan dengan aturan itu. Pria yang biasa disapa Ahok itu, mencak-mencak menduga ada upaya menjegalnya untuk maju dalam Pilkada 2017 itu. Ahok menganggap penerapan materai dalam formulir dukungan untuk calon independen akan memperberat pendanaan.
Ahok melontarkan pernyataan itu menanggapi rencana KPU yang hendak menetapkan syarat tambahan bagi bakal calon gubernur yang maju lewat jalur independen. Syarat itu berupa penyertaan materai untuk setiap pernyataan dukungan.
"Kalau semua pendukung pakai materai, ada sejuta orang, berarti butuh Rp6 miliar lho. Duit dari mana kita. Itu namanya mau calon perorangan bangkrut dong kalau kasih materai," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu 20 April 2016.
Bahkan Ahok juga menyatakan tidak akan bisa ikut Pemilihan Kepala Daerah 2017 jika KPU tetap menerapkan aturan penyertaan meterai dukungan untuk calon perseorangan.
"Saya sih sudah pikir santai sajalah. Yang sudah terkumpul berapa saya kumpulin. Kalau dia (KPU) bilang tidak bisa ikut kalau tidak ada meterai, ya sudah tidak usah ikut," kata Ahok hari ini.
Dikonfirmasi ihwal usulan itu, Anggota KPU Hadar Nafis Gumay enggan menanggapi. Hadar menegasan bahwa KPU menyusun aturan tentu tidak hanya memikirkan satu pasangan calon saja.
Â
"Jadi terserah Ahok mau ngomong apa saja. Kami hanya akan mendengarkan. Kami tak pernah memikirkan satu pasangan calon," kata Hadar di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Rabu 20 April 2016.
Materai 6000
Dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU), diusulkan surat pernyataan dukungan pasangan calon perseorangan atau formulir model B.1 KWK perseorangan di Pilkada 2017 mendatang wajib dibubuhkan materai. Aturan itu termaktub dalam Pasal 14 ayat 8 perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota.
Rancangan Peraturan KPU diusulkan memuat surat pernyataan dukungan bagi pasangan calon perseorangan di Pilkada 2017 wajib membubuhkan materai.
Aturan itu terdapat dalam Pasal 14 ayat 8 perubahan kedua atas rancangan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota.
Dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota sebelum perubahan, dalam pasal 14 hanya memuat 7 ayat. Sedangkan pada perubahan kedua atas rancangan PKPU Nomor 9 Tahun 2015 tersebut, Pasal 14 memuat 8 ayat dengan adanya tambahan 1 ayat.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Rizky Kurniansyah mengatakan bahwa dalam pilkada sebelumnya aturan materai tersebut sebenarnya sudah diberlakukan. Oleh karena itu surat dukungan bermaterai tidak hanya dimuat untuk Pilkada 2017.
"Syarat surat dukungan perseorangan, dulu itu juga kan harus ada materai per-desa. Jadi praktiknya itu digunakan dalam proses pengumpulan dukungan," kata Ferry saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 20 April 2016.
Ferry beralasan, rancangan aturan ini menjadi ramai lantaran terdapat kesalahpahaman atas pernyataan kewajiban membubuhkan materai pada surat dukungan perseorangan untuk masing-masing orang.
"Itu karena ada pernyataan bahwa satu dukungan satu materai, itu yang agak keliru. Nanti apakah berbeda dengan PKPU sebelumnya akan saya cek lagi. Karena di Pilkada sebelumnya sudah dilakukan," ujar Ferry.
Dalam Pasal 14 ayat 1 hingga ayat 3 PKPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada hanya mengatur sebagai berikut:
(1) Dokumen dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 berupa surat pernyataan dukungan dengan dilampiri fotokopi identitas kependudukan dan rekapitulasi jumlah dukungan.
(2) Surat pernyataan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menggunakan formulir Model B.1-KWK Perseorangan.
(3) Dalam hal pasangan calon perseorangan telah menghimpun surat pernyataan dukungan secara perseorangan atau kolektif, tapi tidak menggunakan formulir Model B.1-KWK Perseorangan, pasangan calon perseorangan wajib menyusun daftar nama pendukung ke dalam formulir Model B.1-KWK Perseorangan dengan melampirkan surat pernyataan dukungan yang telah dihimpun berisi 7 data yaitu:
a. nomor induk kependudukan
b. alamat
c. Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW)
d. desa atau sebutan lain/kelurahan
e. kecamatan
f. kabupaten/kota
g. tempat dan tanggal lahir/umur
h. jenis kelamin
i. status perkawinan.
Sedangkan dalam pasal yang sama setelah perubahan kedua atas rancangan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada ditambahkan 1 ayat dari 7 ayat sebelumnya.
Dari naskah yang dimiliki VIVA.co.id, tidak ada perbedaan dari 7 ayat yang ada. Namun polemik muncul atas ayat tambahan yakni ayat 8, yang isinya adalah, dalam menyerahkan dokumen dukungan, bakal calon perseorangan dapat menghimpun surat pernyataan dukungan secara perseorangan atau kolektif dan dibubuhi materai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. materai dibubuhkan pada dokumen perorangan, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan; atau
b. materai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam hal surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.
Komisioner KPU tersebut lalu meralat soal poin (a). Artinya, syarat materai tersebut kata dia hanya diperuntukkan bagi dukungan perorangan yang dikumpulkan kolektif. Bukan orang per-orang.
Pro Kontra
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, menyesalkan wacana perubahan Peraturan KPUNomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan yang mewajibkan surat pernyataan dukungan pasangan calon perseorangan di Pilkada 2017 mendatang wajib dibubuhkan materai.
Masykurudin menilai, hal itu akan membuat ongkos politik calon perseorangan, atau calon independen menjadi mahal dan memberatkan. Dengan materai sekali pun, keaslian dukungan menurutnya tak bisa dijamin.
Â
"Walah itu memberatkan dan mahal. Toh, nanti ada verifikasi faktual, memakai materai tidak lantas dukungan asli," kata Masykurudin kepada VIVA.co.id, Selasa 19 April 2016.
Karena itu, JPPR meminta aturan tersebut dihapus dari rancangan PKPU Pencalonan. Â
"Ya tidak perlu, karena itu bukan cara untuk memastikan bahwa dukungan itu benar, atau tidak. Kebenaran itu melalui verifikasi faktual, memberatkan itu ya," tegasnya.
Menanggapi protes itu, Komisioner KPU Ferry Kurnia Riskiansyah mengatakan aturan penggunaan materai untuk dukungan terhadap calon perorangan sudah diterapkan pada pemilihan kepala daerah sebelumnya
"Itu dari dulu, persolan materai dari proses pilkada lama itu tetap satu desa, satu materai," kata Ferry di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rabu 20 April 2016.
Alasan diterapkannya aturan tersebut untuk menanyatakan dukungan tersebut benar dan otentik. "Kenapa ada materai? Pertama dia (calon) harus menyatakan dukungan itu sah dan benar. Kedua ini sebagai bentuk otentifikasi yang ada dalam aktivitas dukungan mereka," katanya.
Untuk itu, ia berharap masalah materai atas dukungan tidak perlu jadi polemik. Apalagi ketentuan itu sudah berlaku sejak Pilkada sebelumnya.
Ia mencontohkan saat Pilkada tahun 2015. Terkhusus calon perseorangan ketika mengumpulkan KTP. Dimana supaya tertib, maka KTP yang sudah disertakan saat mengisi form pernyataan dukungan dibutuhkan otentifikasi lewat materai.
"Ketika kita lihat itu dukungannya (dalam bentuk KTP), tentu dukungan itu ada pernyataan dari yang bersangkutan (calon) bahwa benar dukungan ini riil yang disampaikan. Nah makanya pernyataan itu dihubungan dengan materai," katanya sembari menyebut nantinya akan ada verifikasi administratif dan faktual.
Belum Final
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai rencana Komisi Pemilihan Umum yang mewajibkan surat dukungan bermaterai untuk calon perseorangan sebagai upaya mencegah manipulasi dukungan terhadap seseorang.
"Itu kan agar jangan sampai ada manipulasi dukungan, KTP harus sah, dia penduduk warga daerah itu. Soal materai dan tidak itu kan bagian dari persyaratan. Tapi jangan sampai ada manipulasi dukungan atau manipulasi KTP," kata Tjahjo di Jakarta, Rabu 20 April 2016.
Dengan begitu, maka setiap pendukung maupun orang yang didukung dapat bertanggung jawab penuh dengan komitmen dukungan mereka saat pemilihan kepala daerah.
"Kalau ada materai kan memperkuat, ada sanksinya, bahwa saya sebagai warga DKI, penduduk DKI, ber-KTP DKI, mendukung calon si A, teken dimaterai. Jadi yang dukung juga harus tanggung jawab. Jangan sampai nanti lari dari tanggung jawab," ujarnya.
Menurutnya, karena ini masih dalam bentuk rancangan peraturan KPU, maka belum bisa difinalisasikan dan harus melewati kajian sejumlah pihak.
"Nanti akan kami dalami, akan kami bahas dengan DPR. Bagaimana aspirasi DPR, ada aspirasi KPU," ujarnya. (umi)