Panama Papers dan Rencana Tax Amnesty

Ilustrasi pria eksekutif
Sumber :
  • http://www.abc.net.au/

VIVA.co.id - Dunia dikejutkan dengan bocornya data yang dimiliki oleh sebuah firma hukum atau perusahaan offshore asal Panama, Mossack Fonseca. 

Kenapa membuat geger?Karena data yang dikenal sebagai Panama Papers itu diduga merupakan bukti dari penggelapan pajak banyak perusahaan multinasional hingga politikus dunia. 
 
Dokumen yang mengungkap skandal keuangan orang-orang ternama di dunia, disebut sebagai dokumen paling besar yang pernah terungkap dalam sejarah. Ukuran filenya sekitar 2,6 terabyte.
 
Jika dibandingkan dengan Wikileaks yang pernah dikuak pada 2010 yang hanya memiliki berat 1,7 gigabyte, Panama Papers memiliki ukuran dokumen 100 kali lebih besar. Dari 2,6 terabyte tersebut tersimpan sekitar 11,5 juta file di dalamnya.
 
Baca juga:
 
Dokumen itu diklaim merupakan hasil investigasi 370 wartawan dari 100 organisasi media berbeda yang tersebar di seluruh dunia yang tergabung dalam Internasional Consorsium of Investigative Journalists (ICIJ). 
 
Menurut ICJI, Mossack Fonseca diketahui mengkhususkan diri dalam membantu klien menggabungkan perusahaan dalam yurisdiksi berbeda. Perusahaan ini sudah berdiri selama 30 tahun dan telah mendirikan lebih dari 240 ribu perusahaan bebas pajak untuk klien dari 200 negara dan wilayah.
 
Saat ini, Mossack Fonseca memiliki sekitar 40 kantor global, termasuk beberapa di China daratan dan lain-lain di negara-negara dan wilayah diidentifikasi sebagai bebas pajak oleh Komisi Eropa, seperti Bahama, Kepulauan Virgin Inggris, Seychelles, dan Anguilla.
 
Baca juga:
 
Menguak investasi offshore Panama Paper
 
Banyak pusat keuangan offshore nampaknya mendukung pendirian perusahaan perantara yang menawarkan beberapa kombinasi layanan jasa, penerapan perpajakan yang menguntungkan, peraturan yang bersahabat  dengan dunia bisnis dan pusat keuangan di dunia.
 
Apa itu investasi offshore?, Dilansir dari Investopedia, Kamis 7 April 2016, istilah offshore digunakan untuk menggambarkan bank asing, perusahaan, investasi dalam bentuk deposito atau berbagai macam lainnya yang ditempatkan di negara lain. 
 
Sebuah perusahaan dapat secara sah melakukan investasi offshore untuk menghindari pajak dan peraturan yang ketat di negara asalnya. Negara-negara yang memberikan fleksibelitas mengakomodir investasi ini biasa disebut negara tax heaven seperti Swiss, Bermuda, Mauritius dan Caymann Island.
 
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo ketika berbincang dengan VIVA.co.id menjelaskan, ada tiga hal yang membuat sebuah perusahaan melakukan investasi offshore. Pertama hal tersebut merupakan aksi korporasi. 
 
Baca juga:
 
"Misalnya perusahaan mau jual obligasi dan memakai hak hipotik (suatu negara)," ujarnya Kamis 7 April 2016. 
 
Kedua, untuk merahasiakan pemilik perusahaan atau beneficial owner. Hal itu bisa dilakukan karena negara tempat investasi offshore itu memiliki peraturan yang tidak ketat. Dan yang ketiga adalah efisiensi pajak. 
 
Karena tarif pajak di negara tax heaven itu rendah dan lebih fleksibel, banyak perusahaan yang menempatkan investasinya di negara tersebut. 
 
"Kalau yang nomor satu itu legal dan sah, artinya hal yang lazim dan tidak layak diperkarakan. Nah, yang nomor dua dan tiga itu terindikasi ada penyimpangan dan perlu diuji," tambahnya. 
 
Yustinus mengatakan, praktik 'akal-akalan' pajak perusahaan ini bisa diminimalisir apabila regulasi pajak di negara asal perusahaan dapat lebih peka terhadap dunia usaha. Misalnya memberikan berbagai insentif pajak bagi dunia usaha, khususnya yang patuh melaksanakan kewajiban pajaknya.
 
Baca juga:
 
Bagi wajib pajak yang tidak patuh, pemberian tax amnesty atau pengampunan pajak merupakan solusi yang terbaik. Untuk menunjukan bahwa pemerintah masih tetap memperhatikan keberlangsungan dunia usaha. 
 
Momentum tepat terapkan tax amnesty
 
Dalam dokumen Panama Papers disebutkan, ada beberapa perusahaan investasi dan pengusaha asal Indonesia yang menjadi klien Mossack Fonseca. Perusahaan ini didirikan di British Virgin Islands.
 
Sebagai contoh, Mengutip situs panamapapers.icij.org, disebutkan pada 2007, ada sebuah perusahaan investasi di Indonesia yang tidak disebutkan identitas, diduga telah menipu sekitar 3.500 investor Indonesia dengan nilai kerugian sekitar US$150 juta. 
 
Berkaca dengan hal tersebut, ada indikasi ada banyak dana-dana milik pengusaha dan perusahaan yang beroperasi di Indonesia diparkir di luar negeri. Hal ini dinilai harus menjadi perhatian pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak di masa depan. 
 
"Kalau potensi memang sangat besar. Sebenarnya tidak kurang dari Rp1.000 triliun. Tapi, memang ada kendala untuk memajakinya," Yustinus menambahkan. 
 
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia membenarkan isi data dalam Panama Papers, di mana ada sejumlah nama pengusaha dari Indonesia.
 
Namun, menurut Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Pemerintah Indonesia mempunyai data yang lebih lengkap dari Panama Papers. Bahkan, pemerintah sudah memiliki daftar nama pengusaha itu sejak dua tahun lalu. 
Ada Nama Harry di Panama Papers, BPK Diminta Bertindak
 
Baca juga:
Ketua BPK Harry Azhar Diminta ICW Mundur
 
"Kalau dilihat nama-nama di list tersebut, dan saya sudah konfimasi pada beberapa nama, memang itu ada, minimal mereka pernah beraktivitas di sana," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung beberapa waktu lalu. 
Ahok Singgung soal Nama Sandiaga Uno di Panama Papers
 
Menindaklanjuti hal tersebut kata dia,  menteri keuangan menekankan perlunya pengesahan terhadap Rancangan Undang-undang tax amnesty, sehingga ada pemasukan untuk negara dari dana besar yang tersimpan di luar negeri.
 
Apalagi, pada 2018 nanti, beneficiary system perbankan dunia sudah terbuka, sehingga menjadi peluang bagi pengusaha untuk menarik kembali uang mereka di luar negeri.
 
"Bagi mereka (nama di Panama Papers), tax amnesty adalah kesempatan, dan agar uang itu bisa kembali dan bisa dipakai pemerintah bangun negara ini, terutama infrastruktur yang jadi andalan Presiden Jokowi," jelas mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.
 
Keinginan pemerintah itu disambut baik oleh parlemen. Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, terungkapnya skandal Panama Papers menjadi alasan kuat pembahasan tax amnesty perlu dilakukan lebih cepat.
 
"Dengan kebijakan ini, akan banyak hal seperti yang diungkap Panama Papers dapat ditarik lagi uang-uang dari luar negeri, sehingga kita dapat masukan dari mereka, lalu menyehatkan APBN ke depannya," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta,belum lama ini. 
 
Baca juga:
 
Ade menambahkan, ancangan Undang-undang tax amnesty bisa membantu menyehatkan keuangan negara yang selama ini tidak selalu baik secara fiskal.
 
"Dengan tax amnesty, bangsa ini mulai dari nol lagi, agar taat hukum. Ada UU tax amnesty, maka diharuskan dapat taat pajak semua," katanya.
 
Atas dasar penyehatan keuangan negara itu, maka DPR dijanjikan Ade bertekad merampungkan RUU tax amnesty dalam waktu yang tak lama. Dari hal substansi, menurut dia, tak ada yang perlu dipermasalahkan dengan draf RUU tersebut.
 
Sebagai informasi, tax amnesty merupakan kebijakan pengampunan pajak yang dilakukan dengan cara menghapus ancaman pidana bagi pelanggar pajak yang bersedia mengajukan permohonan amnesti dan merevaluasi nilai pajaknya.
 
Ampuhkah tax amnesty?
 
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengakui ada beberapa miliader di Indonesia yang menempatkan sebagian hartanya di negara-negara tax heaven.
 
Banyak alasannya, antara lain keamanan yang lebih terjaga, sampai dengan memudahkan kegiatan yang sedang dilakukan di luar negeri, agar proses bisnis yang sedang dilakiukan bisa berjalan lancar.
 
Baca juga:
 
Meski begitu, lanjut Haryadi, kemungkinan terburuk para miliarder yang memang sudah menjadi objek pajak tersebut menyimpan dananya di luar negeri adalah memang, karena berusaha menghindar dari kewajibannya kepada negara, terutama dalam hal perpajakan.
 
"Mungkin memang biar tidak terdeteksi, karena memang jika menaruh dana tersebut di luar, maka tidak akan terlacak otomatis oleh otoritas pajak," katanya.
 
Haryadi mengungkapkan, salah satu cara untuk menarik kembali dana yang selama ini tersimpan di negara tax heaven adalah dengah menerapkan kebijakan pengampunan pajak, atau tax amnesty yang saat ini masih digodok oleh pemerintah dan parlemen.
 
"(Tax amnesty) Itu akan menarik minat uang ke dalam negeri," ucapnya.
 
Yustinus mengungkapkan, efektifitas kebijakan ini sebenarnya tergantung pada instansi terkait yang bertanggungjawab dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. 
 
"Apakah Ditjen Pajak bisa menciptakan kondisi yang memaksa wajib pajak tidak punya pilihan selain ikut tax amnesty," ungkapnya. 
 
Baca juga:
 
DJP menurutnya harus mampu berkomunikasi dengan wajib pajak dan meyakinkan bahwa kebijakan ini merupakan insentif yang tepat bagi pelaku usaha yang bermasalah, agar dapat terus menjalanlan bisnisnya di masa depan. 
 
"(Harus ditekankan) Tax amnesty hanya akan ada sekali ini dan akan diikuti penegakan hukum yang keras," tegasnya. 
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya