Untung Rugi Enkripsi WhatsApp
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA.co.id - Awal pekan ini, WhatsApp mengumumkan hal yang penting. Aplikasi messaging yang dimiliki Facebook itu mengatakan telah menyelesaikan penerapan enkripsi end to end pada seluruh layanan mereka. Dengan selesainya enkripsi itu, maka seluruh pesan, video dan gambar yang muncul di WhatsApp maka tidak bisa disadap lagi.
Pengumuman soal selesainya enkripsi itu disampaikan oleh dua pendiri WhatsApp, Jan Koum dan Brian Acton dalam blog perusahaan.
"WhatsApp telah mengutamakan data dan komunikasi yang Anda pakai seaman mungkin. Dan hari ini, (Selasa) kami bangga untuk mengumumkan bahwa kami telah menyelesaikan pengembangan teknik yang membuat WhatsApp terdepan dalam melindungi komunikasi privat Anda, yaitu full end to end enkripsi," tulis keduanya.
Pendiri WhatsApp itu mengatakan enkripsi adalah hal yang penting bagi pengguna. Koum dan Acton mengatakan saat ini pengguna hidup dalam dunia yang mana lebih banyak data yang terdigitalisasi dibandingkan sebelumnya. Untuk itu, maka enkripsi menjadi hal yang penting. Sebab pada era digital dan meledaknya data pada berbagai platform, maka melahirkan kerentanan serangan.
Untuk itu, kata keduanya, enkripsi end to end akan melindungi pengguna dari potensi kerentanan tersebut.
Jan Koum dan Brian Acton menuliskan layanan yang terenkripsi pada WhatsApp mengusung gagasan yang sederhana. Yaitu pengguna mengirimkan pesan, dan hanya orang tertentu yang bisa membaca pesan percakapan grup atau personal yang telah dikirimkan. Bahkan WhatsApp pun menegaskan tidak bisa membaca pesan penggunanya.
"Tidak ada orang yang bisa melihat pesan, bukan penjahat siber, bukan peretas. Juga bukan rezim penindas, bahkan kita (WhatsApp) juga," tulis keduanya.
Enkripsi pada WhatsApp itu memang tidak berdiri sendiri. Dua pekan sebelumnya, WhatsApp telah menebar janji, layanan mereka bakal dilindungi enkripsi. Aplikasi messaging itu memutuskan untuk memperkuat layanan mereka dengan enkripsi, menyusul perseteruan 'panas' antara Apple dengan pemerintah dan penegak hukum di AS. Diketahui Apple melawan FBI sudah panas berdebat tentang enkripsi.
Nah, tiga pekan lalu, Departemen Kehakiman AS melalui pengacaranya terang-terangan ingin menyadap layanan WhatsApp. Departemen itu ingin mengeksekusi rekaman atau penyadapan suara dari sambungan telepon WhatsApp. Departemen Kehakiman AS juga telah memetakan dan mengantisipasi jika upaya mereka membuka penyadapan telepon WhatsApp tidak mendapatkan persetujuan pengadilan.
Seorang sumber mengatakan penyadapan suara WhatsApp akan dikumpulkan dalam rangka untuk mendukung proses investigasi. Opsi itu diupayakan, sebab enkripsi telah menjadi momok bagi penegak hukum, yakni bisa menghalangi penyelidikan penegak hukum dalam sebuah kasus.
Sumber mengatakan akses enkripsi ini tak terkait dengan aksi terorisme seperti pada kasus Apple yang menolak permintaan FBI untuk membuka enkripsi perangkat iPhone 5c milik terduga teroris penembakan San Bernardino, pada Desember tahun lalu.
Merespons 'ancaman' pemerintah itu, maka WhatsApp merilis enkripsi tersebut.
Bila ditarik lebih jauh, panasnya enkripsi ini juga tak hanya melanda WhatsApp saja. Tahun lalu, Apple sudah menghadapi permintaan akses enkripsi pada layanan iMessages mereka, untuk menyelidiki narkoba dan senjata.
Kemudian akhir tahun lalu, menyusul serangan di San Bernardino, California, FBI meminta Apple untuk membuka enkripsi pada perangkat iPhone 5c milik teroris. Namun permintaan itu dilawan dan ditolak Apple dengan alasan melindungi privasi data pengguna.
Perang antara FBI dan Apple itu bahkan telah membelah publik di Negeri Paman Sam. Kekuatan yang mendukung FBI dan privasi data pun sama besarnya.
Penegak hukum khawatir
Sikap ngotot penegak hukum untuk bisa menjebol enkripsi memang beralasan. Sebab menurut catatan New York Times, selama lebih dari setengah abad, Departemen Kehakiman AS tergantung pada penyadapan dan rekaman telepon dalam memerangi tindakan kejahatan yang mendasar.
Sementara jika layanan terenkripsi dari WhatsApp, Signal dan Telegram tidak bisa dijebol, maka hal itu mengancam masa depan penyadapan.
"Anda mendapatkan data yang tak berguna (jika demikian). Satu-satunya cara untuk membuat ini tak omong kosong yaitu jika perusahaan membantu. Seperti yang kita ketahui dari penyadapan telepon tahanan, penjahat berpikir enkripsi yang lebih maju adalah hal yang luar biasa," kata Joseph DeMarco, mantan jaksa federal.
Menguatnya enkripsi, yang muncul pada WhatsApp jelas disambut kekhawatiran oleh penegak hukum.
Pengacara utama FBI mengatakan, dengan enkripsi penuh tersebut bisa menyembunyikan jejak komunikasi kejahatan atau komunikasi yang terkait dengan terorisme.
Penasehat Utama FBI, James Baker mengatakan keputusan aplikasi milik Facebook untuk mengaktifkan enkripsi itu bakal menghadirkan ‘problem signifikan’ karena penjahat dan teroris bisa 'mendapatkan gagasan'.
Dikutip dari USnews, Kamis, 7 April 2016, Baker menegaskan penggunaan enkripsi itu akan mengancam penyelidikan dan upaya penegakan hukum. Untuk itu, menurutnya, perlu segera ada perlawanan atas upaya perlindungan keamanan tersebut.
"Jika publik tidak melakukan sesuatu apapun, enkripsi sepertinya akan terus bergulir," kata Baker dalam sebuah forum International Association of Privacy Professionals.
Baker mengaku tak habis pikir dengan pemikiran para perusahaan yang terus ingin meningkatkan keamanan dengan enkripsi, sementara layanan itu di sisi lain bisa berpotensi disalahgunakan oleh para penjahat.
Nah, jika penegak hukum melihat enkripsi sebagai penghalang, maka kalangan aktivis menyambut fitur keamanan privasi itu sebagai kemenangan.
Dikutip dari Economic Times, Kamis 7 April 2016, perwakilan dari Amnesty International, Tanya O'Carroll mengatakan dukungan terhadap enkripsi ini sebagai tanda kemenangan besar bagi kemanusiaaan.
"Ini adalah kemenangan besar bagi hak asasi manusia, khususnya para aktivis dan jurnalis yang tergantung dan percaya pada komunikasi yang kuat untuk melaksanakan pekerjaan mereka," kata dia dalam pernyataannya.
Untung rugi enkripsi
Polemik enkripsi itu juga mengundang perhatian dari pengamat forensik digital Indonesia, Ruby Alamsyah. Dia mengakui dengan adanya full enkripsi itu, maka penegak hukum nantinya tidak bisa melihat data kriminal, teroris, koruptor dan lainnya.
Namun dari sudut pandang lain, Ruby memaklumi sebagai perusahaan komersil, WhatsApp menggunakan enkripsi untuk menarik minat pengguna dengan tawaran kenyamanan dan privasi.
WhatsApp, kata pria kelahiran Jakarta itu, dengan enkripsinya ingin memastikan penggunanya di seluruh dunia bisa menggunakan layanan secara aman.
"Komunikasinya mereka, digunakan untuk keperluan pribadi, keperluan bisnis dan lain-lainnya, itu aman tanpa bisa disadap oleh pihak ketiga yang tidak berhak," ujarnya.
Terkait dengan potensi polemik melawan hukum, Ruby mengatakan sebagai perusahaan komersil yang layanannya dipakai oleh publik, maka sudah seharusnya WhatsApp nantinya jika ada penyelidikan hukum, wajib mentaati hukum yang berlaku di negara tertentu.
"Mereka harus dapat kerja sama dengan penegak hukum. Kalau pun secara marketing disebutkan end to end encryption, sama seperti BBM (BlackBerry Messneger) dahulu, itu semua provider jenis internet messaging secure ini. Mereka, karena jualan untuk komersil, publik, mereka itu harus tetap comply terhadap penegak hukum," jelas dia kepada VIVA.co.id.
Maka dari itu, saat penegak hukum meminta data riwayat konten, menurutnya, WhatsApp harus memberikan data yang dibutuhkan penegak hukum tersebut. Jika sebaliknya, maka WhatsApp bisa dituding melindungi para penjahat.
"Kalau berfikir yang lain, bahwa itu secure, digunakan oleh kriminal secara aman. Itu mereka akan menjadi perusahaan yang pro kriminal jadinya. (Sebab) digunakan oleh teroris, agar aman," tutur dia.
Diluar itu, Ruby memandang enkripsi yang dipasarkan WhatsApp memang dalam konteks yang benar jika dilihat dari sudut komersil, yang berusaha menjaga privasi data pengguna. Namun komitmen itu menurutnya juga harus dibarengi dengan ketaatan pada hukum yang berlaku.
Kabar baik untuk koruptor
Pandangan tak jauh berbeda disampaikan oleh pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi. Dia melihat enkripsi tersebut punya dua sisi, pertama memberikan keamanan bagi pengguna tapi di sisi lain menyulitkan penegak hukum dalam membongkar isi percakapan.
"Tapi, dari kacamata penegak hukum, seperti FBI di Amerika Serikat tentu akan makin sulit membongkar percakapan pengguna. Hal ini yang juga akan dipakai, misalnya oleh mereka yang bermaksud untuk membongkar kasus korupsi atau terorisme di Indonesia," kata dia.
Heru menambahkan, dampak yang terasa mengenai enkripsi end to end pada WhatsApp ini bagai dua mata koin. Pengguna WhatsApp makin terlindung datanya dari penyadapan, tapi lembaga seperti KPK, Densus88, BNPT akan kian sulit membuka percakapan yang dilakukan lewat WhatsApp.
"Tentu ini berita baik bagi mereka yang berkonspirasi jahat melakukan korupsi jahat melakukan korupsi maupun teror, di mana percakapan tidak bisa diketahui pihak aparat penegak hukum," jelas Heru.