Menguji Penghapusan 3 in 1 di Ibu Kota
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id – Ada yang berbeda di sepanjang Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 5 April 2016. Para joki three in one tak lagi berjejer di pinggir jalan tersebut. Kawasan itu sepi dari mereka yang menawarkan jasa sebagai “penumpang” kepada pengendara mobil pribadi.
Suasana serupa terjadi di sejumlah lokasi lain. Di antaranya di depan Blok M Plaza, dekat kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB), Jalan Senopati, hingga belakang kantor PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Titik-titik yang biasa menjadi tempat berkumpulnya joki 3 in 1 tersebut, seakan senyap pada Selasa, 5 April 2016 itu.
Hilangnya para joki itu diduga lantaran tengah digelar uji coba penghapusan aturan three in one. "Sekarang sudah tidak ada, mungkin sudah pada tahu (uji coba penghapusan three in one)," kata Koordinator Satuan Polisi Pamong Praja, Kebayoran Baru, Raoyan di Jalan Pattimura, Jakarta Selatan, Selasa, 5 April 2016.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menghapus aturan 3 in 1. Sejatinya, aturan itu diberlakukan untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota. Aturan tersebut secara resmi diberlakukan sejak 2003. Penerapannya berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 4104/2003 Tanggal 23 Desember 2003.
SK itu berisi tentang penetapan kawasan pengendalian lalu lintas dan kewajiban mengangkut paling sedikit tiga orang penumpang per kendaraan pada ruas-ruas jalan tertentu di Provinsi DKI Jakarta. Pemberlakuan 3 in 1 dimulai Senin sampai Jumat pada pukul 07.00 - 10.00 WIB dan pukul 16.00 - 19.00 WIB.
Pada Minggu dan hari besar nasional, aturan yang mulai dijalankan saat Sutiyoso menjadi gubernur Jakarta itu, tak berlaku.
Dalam perjalanannya, aturan itu menimbulkan permasalahan lain. Para joki bermunculan memanfaatkan penerapan aturan tersebut. Bahkan, mereka diduga mengeksploitasi anak-anak dalam menjalankan pekerjaannya. Mereka membawa anak-anak untuk menimbulkan belas kasihan para pengendara mobil pribadi.
Persoalan dugaan eksploitasi anak mengusik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ahok, sapaan akrab Basuki, lantas melontarkan gagasan untuk menghapus aturan 3 in 1.
Program yang sudah berlangsung selama 13 tahun itu pun dinilai tak efektif membatasi jumlah kendaraan di jalur-jalur yang telah ditentukan. "Saya pikir aturan 3 in 1 enggak ada gunanya juga," ujar Ahok, beberapa waktu lalu.
Kini, Pemerintah Jakarta tengah menjalankan rencana penghapusan 3 in 1 dari Kota Metropolitan ini. Rencana digulirkan dengan melakukan uji coba lebih dulu.
Terdapat dua tahap dalam uji coba aturan satu mobil berpenumpang minimal tiga orang itu. Pertama, uji coba digelar pada 5-8 April 2016. Kemudian, kembali diuji coba pada 11-13 April 2016.
Uji coba tersebut dilaksanakan di jalur-jalur yang selama ini digelar 3 in 1, yaitu, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Medan Merdeka Barat, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
Pada uji coba hari pertama, terjadi kepadatan kendaraan makin parah di beberapa ruas jalan. Dari arah Slipi ke Semanggi dan dari Pancoran ke Semanggi misalnya, terjadi peningkatan volume kendaraan.
"Ada peningkatan arus lalu lintas akses dan objek lokasi three in one," ujar Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum (Bin Gakkum) dari Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto.
Hal senada diungkapkan sejumlah warga Jakarta. Yudha (25) misalnya. Kemacetan yang terjadi di Jakarta lebih parah dibandingkan saat aturan 3 in 1 masih berlaku. Namun, kemacetan itu bukan lantaran ada atau tidaknya aturan 3 in 1.
"Jakarta memang sudah macet, produksi kendaraan sama infrastruktur pembangunannya (tidak berimbang)," ujarnya.
Selanjutnya...Solusi Atasi Macet
***
Solusi Atasi Macet
Hasil uji coba perdana dan hari-hari berikutnya akan dievaluasi Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta. Evaluasi dilakukan seraya mempersiapkan aturan pengganti 3 in 1. Sistem Electronic Road Pricing (ERP) digadang-gadang sebagai penggantinya.
Namun, lantaran sistem ERP masih disiapkan, Pemprov DKI berencana menerapkan sistem ganjil genap lebih dulu.
Untuk menerapkan sistem ganjil genap itu, Dishubtrans DKI akan menyiapkan lebih dulu mekanisme hingga sosialisasinya. "Dalam penerapan tidak langsung, ada sosialisasi satu hingga tiga pekan sampai semua perangkat siap baru kami laksanakan," ujar Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah dalam wawancara dengan tvOne, Selasa, 5 April 2016.
Andri sadar kebijakan itu mungkin saja dimanipulasi warga agar bisa tetap melintas di jalan yang diterapkan sistem ganjil genap. Guna mengantisipasinya, pihaknya akan bekerja sama dengan Polda Metro Jaya untuk mengecek kepemilikan kendaraan dan nomor polisinya.
"Kalau diketahui ada manipulasi akan kami pidanakan," katanya.
Sistem ganjil genap bukan wacana baru untuk solusi kemacetan di Jakarta. Beberapa waktu lalu, sistem itu sempat dilontarkan. Sistem ganjil genap ini merupakan aturan pembatasan kendaraan dengan sistem pelat nomor ganjil dan genap. Teknik sistem ganjil genap ini mengacu pada dua nomor terakhir pelat nomor kendaraan.
Sistem itu akan diterapkan di jalur-jalur tertentu di Jakarta. Misalnya, pada hari ini kendaraan yang boleh melintas adalah kendaraan berpelat nomor ganjil. Kemudian esok harinya, kendaraan yang boleh melintas adalah kendaraan berpelat nomor genap.
Ketika itu, aturan sistem ganjil genap diwacanakan bakal diterapkan di jalur-jalur 3 in 1 yang ada saat ini. Aturan tersebut diberlakukan hanya pada hari kerja.
Namun, karena rencana penerapan ERP, ganjil genap akhirnya dibatalkan. "Sebenarnya sebelum ERP, kami mau ke yang ganjil genap. Jadi, waktu itu kami pikir swasta akan cepat memasang, ternyata memang aturannya tidak gampang ERP," kata Ahok.
Penerapan sistem ERP sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030 junto Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Hambatan muncul di antaranya lantaran tak ada dasar hukum untuk penerapan pungutan dengan besaran yang fleksibel. Dalam pandangan Ahok, pungutan kepada para pengendara yang melintasi jalur ERP bukan retribusi yang termasuk klasifikasi pajak. Pungutan juga tidak bisa dianggap sama dengan pungutan untuk masuk ke jalan tol, yang besarannya ditentukan berdasarkan peraturan menteri.
Pungutan yang diterapkan dalam penerapan ERP bersifat fleksibel. Saat jalanan lengang, pengguna jalan bisa melintas dengan membayar harga yang terjangkau.
Sementara itu, saat jalanan di sekitarnya padat, pengguna jalan harus membayar lebih mahal untuk melintas di jalan yang menerapkan aturan jalan berbayar elektronik itu.
Hingga kini, ERP belum terealisasi. Padahal, Pemprov DKI pernah melakukan dua kali uji coba ERP. Di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, pada 15 Juli 2014, misalnya.
Saat itu, petugas menguji coba teknologi yang akan dipakai dalam ERP. Ketika uji coba pertama kali tersebut, gate entry (gantry) atau gerbang pendeteksi ERP yang telah dibangun berhasil mendeteksi dan mengidentifikasi 4 mobil milik Dinas Perhubungan (Dishub) DKI yang melintas di bawah gerbang.
Namun, ternyata alat yang diujicobakan oleh Kapsch AG itu tidak bisa membaca pelat nomor polisi (nopol) kendaraan roda empat saat melintasi gantry. Salah satu penyebabnya lantaran alat dan sistem ERP kesulitan memahami karakter huruf-huruf di pelat nopol kendaraan yang ada di Indonesia. Sebab, tidak semua pelat nopol kendaraan menggunakan standar dari kepolisian, melainkan telah dimodifikasi.