Kapolda Metro dan Tantangan Ibu Kota
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Sembilan bulan telah berlalu. Pengabdian Inspektur Jenderal Tito Karnavian memimpin Polda Metro Jaya terhenti. Tongkat komando sebagai Metro-1, sebutan untuk kapolda Metro Jaya, telah diserahkan kepada Inspektur Jenderal Moechgiyarto.
Penyerahan tongkat komando itu menjadi pertanda beralihnya pucuk kepemimpinan tertinggi Polda Metro Jaya, dari Tito kepada Moechgiyarto. Sejak Senin, 21 Maret 2016, Moechgiyarto pun resmi menjadi kapolda Metro Jaya. Mutasi dan penetapan jabatan tersebut berdasarkan surat telegram Kapolri Nomor ST/604/III/2016.
Lepas dari Polda Metro, jabatan baru telah menanti Tito. Dia diangkat sebagai kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) oleh Presiden Joko Widodo. Mantan kapolda Papua itu menggantikan Komisaris Jenderal Polisi Saud Usman yang memasuki masa pensiun.
Namun, sebelum meninggalkan markas Polda Metro, Tito memberi sejumlah pesan. Dia meminta kepada anggota kepolisian memperbaiki mental dan tidak melakukan pelanggaran. Anggota polisi mesti memberikan image positif kepada publik, serta tak melakukan perbuatan negatif.
Sebab, tindakan minus dari satu orang anggota dapat berimbas negatif seolah-olah mewakili seluruh 34 ribu anggota kepolisian seluruh wilayah Polda Metro Jaya. "Jangan sampai anggota mengkhianati publik," ujarnya.
Tito mengaku bahagia dan bangga selama menjadi kapolda Metro Jaya. Itu lantaran dia merasa disokong oleh seluruh pejabat di polda maupun para kepala Kepolisian Resor (kapolres). Dari sisi manajemen di dalam instansi pun saling mendukung.
Tak hanya dari dalam institusi. Kerja sama dengan pihak lain di luar kepolisian, seperti Kodam Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hingga para tokoh masyarakat dinilai Tito berjalan lancar. "Saya kira sebagian besar permasalahan Jakarta, termasuk masalah keamanan bisa diatasi," ujar Tito.
Meski demikian, masih ada sejumlah permasalahan mengadang di ibu kota ini. Di antaranya bahaya ancaman kelompok radikal, persoalan konflik sosial seperti masalah yang berhubungan dengan SARA (suku, agama dan ras), antarkelompok, antarormas (organisasi masyarakat), serta demo anarki.
Persoalan lain seperti kemacetan masih hadir di Jakarta. Saat awal memimpin Polda Metro, penanganan kemacetan lalu lintas menjadi salah satu program prioritasnya. Namun, hingga kini, masalah itu masih membelit Kota Metropolitan. "Kalau untuk masalah eksternal (yang masih dihadapi) umumnya, ya masalah macet," ujar Tito.
Sejumlah program internal pun belum rampung. Pembangunan tower dan gedung parkir di Polda Metro Jaya, misalnya. Pengerjaan proyek tower itu belum tuntas. Sementara itu, gedung parkir baru groundbreaking pada Selasa, 2 Maret 2016. Pembangunan tempat parkir itu diperkirakan selesai dalam kurun waktu satu tahun.
Beberapa kasus juga masih belum tuntas. Di antaranya kasus kematian Akseyna Ahad Dori. Hingga kini, polisi belum menetapkan tersangka perkara tewasnya mahasiswa Universitas Indonesia (UI) itu. Juga ada perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, yang berkas perkaranya sempat dikembalikan oleh jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Selain kasus lama, perkara baru mesti diselesaikan. Di antaranya kasus dugaan penghinaan lambang negara yang melibatkan pedangdut Zaskia Gotik. Kasus ini tengah menjadi perhatian publik.
Bahkan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Badrodin Haiti memerintahkan penyidik Polda Metro Jaya untuk mengungkap tuntas kasus itu. "Kalau apa yang disangkakan itu memang memenuhi unsur pidana, tentu akan harus diproses lebih lanjut," kata Badrodin, di Mabes Polri, Jakarta, Senin 21 Maret 2016.
Pekerjaan Rumah
Sejumlah pekerjaan rumah itu telah menanti kapolda Metro Jaya yang baru. Sebagai pejabat anyar, Moechgiyarto berjanji akan meneruskan program Tito. "Hal-hal kepolisian itu sudah terprogram baik dalam arti dan kegiatan itu sudah terarah, tinggal nanti mana-mana kegiatan yang perlu dioptimalkan," kata Moechgiyarto.
Namun, mantan kapolda Jawa Barat itu enggan merinci program apa yang akan diprioritaskan dalam mengemban amanat memimpin kepolisian di Jakarta.
Berbagai harapan disematkan di pundak Moechgiyarto. Di antaranya dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ahok, sapaan Basuki, berharap latar belakang Moechgiyarto yang lama berkarier di bidang hukum akan membantu tugas Pemerintah Provinsi DKI.
Sebab, DKI membutuhkan bantuan, terutama agar aset yang dimilikinya, seperti lahan dan bangunan, tidak lagi diduduki orang dan dialihfungsikan. "Jangan sampai ada lagi calo, mafia-mafia tanah yang kuasai aset kita," ujar Ahok.
Ahok menilai, Moechgiyarto sebagai sosok polisi yang cocok memimpin Polda Metro Jaya. Mantan kapolda Nusa Tenggara Barat itu dinilai memiliki kepribadian yang baik, pemberani dan mengerti persoalan hukum.
Pujian senada datang dari Tito. Dia menilai Moechgiyarto sebagai perwira yang cukup berpengalaman dalam memimpin suatu daerah.
Pribadi mantan kapolres Sleman tersebut dinilai sebagai orang yang baik, sederhana, dan cerdas. Dia yakin lulusan terbaik Akpol tahun 1986 itu dapat beradaptasi cepat dalam memimpin Polda Metro Jaya.
Moechgiyarto hanya meminta seluruh elemen masyarakat mendoakannya agar dalam menjalankan tugas dimudahkan dan dilancarkan. "Mohon doa restunya," ujarnya.