Berbalas Kritik ala Jokowi dan SBY
Senin, 21 Maret 2016 - 05:05 WIB
Sumber :
- Alfin Tofler/VIVAnews
VIVA.co.id - Inspeksi mendadak (sidak) Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke megaproyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jumat 18 Maret 2016 mengingatkan kembali memori masyarakat terhadap kasus korupsi. Kasus itu melibatkan sejumlah kader Partai Demokrat di masa kepemimpinan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, di tengah kunjungan itu, kemudian banyak berkembang kabar yang menyebutkan jika sidak yang dilakukan Presiden Jokowi adalah untuk membalas kritikan yang dilontarkan SBY.
Dan entah kebetulan atau tidak, kunjungan Hambalang ini berselang beberapa hari setelah SBY sempat menyindir Jokowi dengan mengatakan, di masanya tidak ada kegaduhan antarmenteri. Dan, sidak yang dilakukan Jokowi ke Hambalang pun bertepatan dengan agenda SBY dan sang istri, Ani Yudhoyono, keliling Pulau Jawa bertema Tour de Java.
Sebelumnya, kasus korupsi di proyek P3SON Hambalang ini melibatkan sejumlah kader Partai Demokrat yang sudah divonis hakim pengadilan, di antaranya Bendahara Umum Partai Demokrat saat itu Nazaruddin, Ketua Umum Partai Demokrat saat itu Anas Urbaningrum, dan Menpora saat itu Andi Mallarangeng.
Didampingi Menpora, Imam Nachrowi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, Presiden Jokowi sempat geleng-gelang kepala dan menyatakan akan melanjutkan proyek yang memakan dana hingga triliunan rupiah ini.
Menanggapi hal tersebut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era SBY, Roy Suryo, membantah kabar bahwa proyek pembangunan P3SON di Hambalang sebagai proyek mangkrak. Menurut dia, hal itu bukan kesengajaan. Namun, akibat adanya larangan pembangunan lanjutan oleh DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pada tahun 2013, saya sempat ingin melanjutkan proyek itu. Tapi, ada keputusan dari Komisi X DPR dan diperkuat larangan dari KPK yang tidak memperbolehkan kelanjutan proyek Hambalang karena memang ada proses hukum," kata Roy dalam keterangan tertulisnya dikutip Sabtu 19 Maret 2016.
Sebab itu, menurut Roy, jika pemerintah sekarang ingin melanjutkan proyek Hambalang, sepatutnya mempertanyakan hal itu terlebih dahulu ke KPK. "Apakah benar KPK sudah merilis proyek tersebut. Karena kami baca, KPK akan mengawal proyek tersebut," ujar dia.
Roy berharap agar perkara itu tak sepenuhnya dikaitkan dengan pemerintahan sebelumnya. Roy pun mengaku senang jika proyek itu kembali bisa dilanjutkan di era saat ini.
"Tentu kami senang kalau proyek Hambalang bisa dilanjutkan. Dan insya Allah bermanfaat. Sebuah proyek yang digagas di masa Presiden SBY bisa diteruskan oleh Presiden Jokowi," kata Roy.
Saran KPK
Apa yang dicetuskan oleh Roy Suryo mungkin berdasar. Bahkan, KPK meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam memutuskan untuk melanjutkan pembangunan P3SON di Hambalang.
Pembangunan Hambalang sempat tersendat lantaran menjadi proyek bancakan korupsi sejumlah pihak. Bahkan, dari putusan terhadap salah satu pesakitan dalam kasus ini, disebutkan bahwa Hambalang berdiri di atas tanah yang rawan.
"Jika proyek itu ingin dilanjutkan, KPK menyarankan agar terlebih dulu dilakukan kajian risiko secara menyeluruh oleh konsultan independen, termasuk berkoordinasi dengan ahli independen," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha dalam pesan singkatnya, Minggu 20 Maret 2016.
Priharsa menyebut bahwa pada pertengahan 2015, KPK sempat mendapat surat dari Kemenpora perihal kelanjutan pembangunan Hambalang. Menurut dia, ada dua poin yang disampaikan oleh KPK sebagai jawaban atas surat tersebut, termasuk saran melakukan kajian terlebih dahulu.
Poin lain yang disampaikan bahwa status bangunan di lokasi bukan dalam penyitaan KPK. "KPK tidak pernah menyatakan penolakan untuk hal itu, karena bukan kapasitas KPK untuk menyetujui atau menolak," tutur dia.
Sementara itu, menurut juru bicara Kepresidenan, Johan Budi, Presiden Jokowi akan berkonsultasi dengan KPK terkait mangkraknya proyek pembangunan P3SON di Bukit Hambalang.
"Pak Jokowi kan menyampaikan, masih akan dikaji terlebih dahulu secara mendalam sebelum diputuskan untuk melanjutkan pembangunannya," tutur Johan kepada VIVA.co.id, Minggu 20 Maret 2016. Ia melanjutkan, Presiden Jokowi menyadari, proyek itu ada persoalan hukum, sehingga lembaga hukum juga akan dikonsultasikan.
"Presiden meminta BPKP melakukan audit secara menyeluruh, bagaimana dari sisi pertanggungjawabannya. Selain itu, nanti akan dibahas dengan Jaksa Agung dan KPK," tuturnya.
Berbalas Kritik
Menanggapi sidak yang dilakukan Presiden Jokowi ke Hambalang dan dinilai sebagai balasan atas kritikan yang dilontarkannya, SBY pun tidak tinggal diam.
Menurut SBY yang juga ketua umum Partai Demokrat, ia melihat saat ini banyak pihak yang tidak senang dengan kiprah Partai Demokrat membangun bangsa. Serangan menimpa Demokrat terutama melalui media sosial.
Menurut SBY, apa yang dilakukan Demokrat selama ini bertujuan baik untuk bangsa. "Karena itu, kalau ada yang curiga pada apa yang kami lakukan, itu hak kami menyapa rakyat dan menggerakkan mesin partai untuk tujuan yang baik," kata SBY di Surabaya, Minggu 20 Maret 2016.
SBY meminta kader Demokrat sabar menghadapi serangan itu dan tidak bereaksi berlebihan. "Kalau ada yang marah dan menunjukkannya melalui social media, mem-bully, dan menyerang, sabar saja lah," ujar mantan Presiden itu.
SBY menganggap serangan itu sebagai kritikan. Dia juga meminta pemerintah tidak alergi dengan kritik. "Saya pernah memimpin negeri ini selama 10 tahun. Setiap hari ada sedikitnya 10 kritik dari rakyat kepada saya dan pemerintahan yang saya pimpin. 10 kritik setiap hari, kalau 10 tahun dikalikan saja berapa ribu kritik," ujarnya.
SBY ingin Demokrat menjadi “pengawas” agar pemerintah melaksanakan kebijakannya dengan baik dan bisa dirasakan oleh rakyat. Karena itu, dia meminta kepada seluruh pengurus partai agar mengevaluasi kinerja pemerintahan Jokowi.
"Sampaikan kepada kami pencapaian Presiden Jokowi yang baik, karena itu akan kami sampaikan nanti kepada Presiden. Begitu juga, sampaikan kepada kami mana yang masih belum baik, juga akan kami sampaikan ke Presiden," tutur SBY.
Sementara itu, PDIP membantah kunjungan Jokowi ke wisma atlet Hambalang disebut sebagai bentuk sindiran kepada pemerintahan sebelumnya di bawah SBY.
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, kunjungan itu dilakukan untuk mengkaji kemungkinan dilanjutkannya proyek yang sempat terhenti, karena beberapa elite penguasa terjerat kasus korupsi.
"Jadi, apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan datang ke Hambalang adalah sebuah perhatian dari Pak Jokowi untuk melanjutkan bahwa apa pun dari kebijakan sebelumnya, yang tidak baik mana, yang baik untuk dilanjutkan atau kurang baik, itu coba dipraktikkan, mana yang coba diselesaikan. Bukan bagian dari serang-menyerang," ujar Hasto di GOR Grogol, Jakarta, Minggu 20 Maret 2016.
Menurut Hasto, sesama pemimpin bangsa tidak harusnya saling melontarkan kritik. Aspek yang disampaikan seharusnya untuk membangun bangsa dan negara.
Kritik Berlanjut
Saling kritik antara Presiden Jokowi dan SBY, dinilai akan terus berlanjut, dan tidak berhenti pada persoalan megaproyek Hambalang saja.
Mantan anak buah SBY di Demokrat, Gede Pasek Suardika, mengaku yakin akan ada kejutan yang diberikan Jokowi. Kasus Hambalang yang disidak pada Jumat 18 Maret lalu, dinilai sebagai awal perang kritik.
Baca Juga :
SBY: Salah Saya Apa Disadap
"Pastinya akan begitu (saling kritik). Karena pilpres akan ada satu pemenangnya," kata Pasek, kepada VIVA.co.id, Minggu 20 Maret 2016.
Baca Juga :
Nama SBY Disinggung-singgung dalam Sidang Ahok
Ia mencontohkan, kasus reklamasi di Teluk Benoa Bali. Menurut dia, Jokowi bisa kembali memperlihatkan kritiknya ke SBY dengan mencabut Peraturan Presiden atau Perpres Reklamasi Benoa.
"Kalau mau telaah sebenarnya keduanya bisa lanjut ke 'Tour de Bali'," ujarnya.
Menurut Pasek, pada akhir periode, Presiden SBY mengeluarkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 untuk memuluskan reklamasi Teluk Benoa. Reklamasi itu mendapat penolakan dari masyarakat adat.
"Dan, Presiden Jokowi sekarang sebenarnya tinggal mencabut saja. Maka SBY akan kalah telak lagi," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah itu. Walau Pasek masih ragu Presiden Jokowi akan mencabut, dia yakin mantan gubernur DKI Jakarta itu akan melakukan hal seperti di Hambalang di berbagai provinsi.
"Dan begitu seterusnya. Tiap provinsi akan saling sahut menyahut dengan menarik, cerdas, dan menghibur," katanya.
Di sisi SBY, Pasek yakin tidak akan diam. Dia merasa yakin, ketua umum DPP Demokrat itu juga sedang menyiapkan diri. "Permainan masih berlanjut. Akan ada serangan balik lagi dari SBY," katanya.
Bahkan, Ro Suryo pun balik mengkritik Presiden Jokowi. Apalagi muncul persepsi bahwa Jokowi ingin menunjukkan proyek mangkrak era Presiden SBY itu. "Itu justru menunjukkan ‘ketidaktahuan’ Presiden Jokowi terhadap Hambalang," kata Roy, dikonfirmasi VIVA.co.id, Minggu 20 Maret 2016.
Walau Jokowi geleng-geleng saat sidak Jumat 18 Maret lalu, Roy khawatir banyak informasi ke Jokowi yang kurang tepat. Apalagi, ada keinginan Presiden Jokowi untuk melanjutkan proyek tersebut.
"Misalnya kata mangkrak di Twitternya Jokowi, karena yang membuat terhenti adalah rekomendasi DPR (keputusan Panja P3SON Hambalang tertanggal 24 Juni 2014) dan KPK, karena masih menjadi barang bukti kasus di KPK," kata mantan anggota Komisi I DPR itu.
"Ya, rakyat disuguhi kompetisi politik yang menarik, cerdas sekaligus menghibur. Tour de Java vs Tour de Hambalang dan terlihat reaksi publik maupun masing-masing kubu cukup dinamis," kata Gede Pasek.
Menurut dia, balas kritik antara kedua elite, lebih pada pertunjukan untuk mencari perhatian publik. Agar, saat kompetisi 2019, kredibilitas mereka tetap terjaga di hadapan rakyat.
"Ini seakan genderang kompetisi pilpres sudah dimulai. Kubu SBY dengan statement menyiapkan someone yang diikuti dengan berbagai kritik dari soal infrastruktur, PSSI, hingga urusan batik dijawab Jokowi dengan menunjukkan banyaknya proyek mangkrak dan lainnya," kata Pasek.
Kritikan demi kritikan SBY maupun kader Demokrat, lanjut mantan ketua Komisi III DPR ini, dinilainya sebagai upaya mencari perhatian rakyat. Demokrat, Pasek melanjutkan, diperkirakan punya kepentingan untuk merebut kembali Istana.
"Memang, bukan SBY yang akan maju, tetapi Demokrat pasti akan memasang ‘Cikeas’ untuk comeback ke Istana. Jokowi juga seakan sudah membaca gelagat itu, sehingga tidak membiarkan kritik SBY dilahap rakyat begitu saja dengan counter attack yang menarik," katanya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya