Ahok Panggung Partai Numpang Tenar
- Instagram @Basukibtp
VIVA.co.id – Peta politik Jakarta kian memanas setelah sejumlah tokoh unjuk gigi untuk maju memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta meskipun sebenarnya pesta demokrasi warga ibu kota negara itu baru akan dilangsungkan 2017.
Nama-nama top seperti pengusaha sukses Sandiaga Uno, musisi kondang Ahmad Dhani dan pengacara handal Yusril Ihza Mahendra menyatakan diri mereka untuk menjadi penantang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang telah lebih dahulu berkibar sebagai kandidat peserta Pemilihan Gubernur DKI melalui bendera independen.
Namun, dari semua nama penantang Ahok yang telah bermunculan ke permukaan panggung politik DKI, tak ada satu pun yang sudah memiliki tiket langsung menuju panggung panas Pilgub DKI.
Sebut saja Sandiaga Uno, sampai saat ini nasibnya pun belum pasti karena ia masih berstatus salah satu calon kandidat yang bakal maju melalui Partai Gerindra. Begitu juga dengan Yusril Ihza Mahendra, meski kini menjabat sebagai ketua umum Partai Bulan Bintang, tapi partai politik yang dipimpinnya itu tidak mampu memberikannya tiket panggung Pilgub.
Yusril bahkan berani berterusterang bahwa dirinya tengah berusaha melakukan negosiasi dengan sejumlah partai politik agar membentuk satu koalisi untuk senjata di pemilihan gubernur.
"Sebentar lagi kita selesaikan masalah itu, mohon bersabar saja kita masih bernegosiasi dengan partai-partai politik seperti apa pandangan mereka," kata Yusril Ihza Mahendra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin, 17 Maret 2016.
Begitu juga dengan musisi Ahmad Dhani, meski menyatakan diri didukung Partai Kebangkitan Bangsa. Namun, nasibnya pun tak jauh berbeda dengan Sandiaga dan Yusril.
Di balik ketidakpastian para kandidat itu, Ahok justru sedang dalam posisi terbaiknya untuk ukuran seorang calon gubernur yang maju tanpa memerlukan kendaraan partai politik.
Karena, sejak ia menyatakan diri memenuhi permintaan relawan pengumpul Kartu Tanda Penduduk (KTP) dukungan modal Pilgub DKI untuk maju melalui jalur independen, sejumlah partai politik justru mulai melirik bahkan menyatakan dukungan untuknya, sebut saja Partai Nasdem dan Partai Hanura.
Bahkan, dukungan juga kemungkinan akan bertambah dengan beredarnya kabar tentang impian Partai Amanat Nasional (PAN) untuk juga merapatkan berisan bersama Partai Nasdem dan Partai Hanura di belakang garis komando independen.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ahok di Balai Kota Jakarta. Ia mengatakan PAN segera masuk dalam barisan partai politik yang mendukungnya meski ia menempuh jalur independen untuk berlaga di Pemilihan Gubernur DKI tahun 2017.
Ahok, sapaan akrab Basuki, telah bertemu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk membahas sikap partai itu dalam Pilgub DKI 2017. "Beliau juga mau dukung," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, PAN akan mendengar aspirasi kader. PAN juga akan meneliti hasil survei terkait popularitas dan elektabilitasnya di mata warga Jakarta.
Selanjutnya... Numpang tenar...
Numpang Tenar
Apa yang terjadi di kehidupan berpolitik elit Jakarta itu memperlihatkan sebuah fenomena baru yang jarang terjadi di republik ini, di mana, baru kali ini partai politik tak bisa lagi menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan calon yang akan berlaga.
Guru Besar Universitas Indonesia, Prof DR Maswadi Rauf kepada VIVA.co.id mengatakan, fenomena merapatnya partai politik mendukung seorang calon non partai politik seperti yang terjadi di Jakarta saat ini membuktikan bahwa telah terjadi kegagalan fungsi partai poltik.
"Partai tak lagi memiliki seorang sosok yang bisa diusung, itu disebabkan gagalnya partai menjalankan fungsinya, seharusnya partai tidak mendukung calon yang bukan kadernya," kata Maswadi Rauf.
Dengan kondisi seperti ini, pakar dalam bidang ilmu politik itu memprediksi, pada akhirnya tak hanya Partai Nasdem, Partai Hanura atau pun PAN yang akan memutuskan untuk mendukung Ahok. Partai-partai dengan suara banyak di kursi parlemen Jakarta pun tidak menutup kemungkinan juga akan jatuh ke pelukan Ahok.
"Saat ini partai besar itu masih berdiam diri, melihat dan menghitung, siapa dari calon itu yang paling tepat didukung," ujar mantan Ketua Komisi Penelitian pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik (AIPI) itu.
Tapi, bukan tidak menutup kemungkinan partai besar akan nekat memajukan calonnya sendiri selain nama-nama yang sudah mencuat, meskipun itu sangat berisiko dengan hasil kegagalan lebih tinggi.
"Sangat berisiko, bisa saja mencalonkan sendiri, tapi saya rasa sudah terlambat, seharusnya mereka sudah memunculkan satu nama kader agar dikenal masyarakat sebelum dimajukan," kata pria kelahiran Teluk Kuantan, Riau itu.
Jika prediksi itu terwujud, maka hal itu akan membuat Ahok semakin 'sombong' dan 'besar kepala' karena ia tahu, betapa populernya dia saat ini.
Sebagai partai yang mendukung calon dari pihak lain apalagi dari luar partai, tentu saja sudah memikirkan secara matang kerugian dan keuntungan yang bakal didapatkan jika calon yang diusung sukses meraih kemenangan.
Menurut Maswadi, dalam fenomena bergabungnya partai politik mendukung Ahok, dapat dipastikan, partai pendukung tidak akan mendapatkan apa-apa. Ahok tidak akan memberikan upeti apalagi membagi kue politik jika kelak memenangkan pemilihan.
Partai politik pendukung Ahok pun sangat menyadari hal itu, karena pada prinsipnya, mereka hanya ingin partai-partai mereka terkerek oleh popularitas Ahok alias hanya numpang tenar.
"Iya, hanya itu, karena partai politik kita tidak punya kader yang mampu membuat partai tenar," kata bapak yang mendapatkan gelar Master di Georgetown University, Washington DC, USA itu.