Bersiaga Hadapi Bencana

Ilustrasi titik gempa Mentawai.
Sumber :
  • BMKG

VIVA.co.id –  Rabu malam, 2 Maret 2016, pukul 19.49 WIB, gempa besar mengguncang Sumatera Barat. Berkekuatan 7,8 skala Richter, pada kedalaman 10 kilometer.

Gempa terjadi di kawasan Samudera Hindia, sekitar 682 kilometer barat daya Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Tepatnya 4.92°LS dan 94.39°BT.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa berpotensi tsunami di sebagian wilayah Indonesia. Hasil analisis, gempa bumi tersebut mempunyai mekanisme sumber berupa patahan geser.

Namun, menurut BMKG, berdasarkan pemodelan tsunami, gempa itu hanya berpotensi menimbulkan ancaman tsunami kecil. Itu pun di wilayah sekitar pusat gempa, yaitu Nias, Kepulauan Pagai, Tanah Bala, Simeulue, Bengkulu, Pesisir Selatan, Nias bagian timur, dan sekitarnya.

Hasil catatan observasi BMKG menunjukkan di Padang dan Cocos Island-Australia terekam kenaikan muka air laut masing-masing hanya 5 sentimeter (cm) dan 10 cm. BMKG menyimpulkan gempa tersebut tidak menimbulkan tsunami signifikan. Peringatan dini tsunami pun diakhiri pada pukul 22.32 WIB untuk seluruh wilayah Indonesia.

Dalam konferensi pers di kantor BMKG Jalan Angkasa I, Nomor 2, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Maret 2016, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Masturyono, mengatakan, getaran gempa tidak sampai negara lain. "Ini di tengah Samudera," kata Masturyono.

Menurut dia, getaran gempa paling keras terasa di daerah Sumatera Barat. Khususnya di Kepulauan Mentawai. Hingga saat ini pun tidak ada laporan kerusakan atau pun korban luka maupun meninggal.

Namun, Masturyono, menyatakan, gempa susulan dengan intensitas yang relatif pendek akan terjadi di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Lokasi gempa susulan akan terjadi di lokasi yang sama saat gempa 7,8 skala Richter mengguncang kawasan Kepulauan Mentawai.

Masturyono berharap gempa susulan ini hanya akan terjadi selama sepekan dengan skala kecil, sehingga tidak berpotensi tsunami. "Gempa Rabu malam karakternya memiliki gempa susulan yang relatif pendek. Jadi, mungkin satu minggu ke depan sudah tidak ada lagi," ujarnya.

Karena itu, Masturyono berharap masyarakat tidak khawatir adanya isu terjadi tsunami akibat gempa tersebut. Meski, semula ada peringatan potensi tsunami, sebelum dicabut dua jam kemudian usai gempa pertama.
 
"Kami juga terus memonitor kejadian, tidak terbukti adanya tsunami yang membahayakan," katanya.

Respons cepat

Setelah peristiwa gempa itu, respons cepat ditunjukkan pemerintah. Presiden Joko Widodo yang saat itu dalam kunjungan kerja di Sumatera Utara, melalui anggota Tim Komunikasi Presiden, Sukardi Rinakit, menginstruksikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan institusi terkait untuk turun langsung ke lapangan memastikan situasi benar-benar kondusif.
 
"Lakukan langkah-langkah penanganan dampak gempa yang terjadi," kata Sukardi dalam keterangan persnya, menirukan instruksi Presiden.
 
Presiden juga meminta masyarakat Kepulauan Mentawai dan Sumatera Barat untuk tetap waspada apabila terjadi gempa susulan.  

Tidak hanya itu, sebagai antisipasi terjadinya bencana susulan, Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, memastikan pasukannya sudah bersiaga.

"Kami sudah siagakan pasukan penanggulangan bencana reaksi cepat. KSAD saya perintahkan selalu monitor, komunikasi dengan danrem, dandim," kata Gatot usai upacara serah terima Komando dan Pengendalian (Kodal) Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI 2016, di Taxi Way Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis 3 Maret 2016.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada permintaan kebutuhan pasukan TNI di lapangan. Ada tiga batalyon TNI yang selalu siap diterjunkan ke lokasi bencana.

"Tapi, sejauh ini belum ada kebutuhan. Tiga batalyon kami, satu batalyon adalah batalyon kesehatan. Ketiga batalyon itu siap digerakkan setiap saat," tuturnya.

Tidak hanya tiga batalyon yang disiagakan, Panglima TNI juga mengatakan PPRC bisa diterjunkan membantu korban bencana alam, jika dibutuhkan pasukan tambahan.

"PPRC itu dari semua kesatuan ada, dari AD, AL, AU. PPRC itu bisa untuk bantu bencana alam seperti di Mentawai," ujar panglima. Namun, saat ini, di Mentawai sudah ada pasukan khusus lain yang diterjunkan.

TNI Angkatan Udara pun mengerahkan pesawatnya untuk melakukan patroli udara di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Kamis, 3 Maret 2016. Patroli udara itu dilakukan untuk meninjau dampak gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang Mentawai, Rabu malam.

"Ini patroli rutin, tapi kami juga siap bila dibutuhkan untuk membantu pasukan tanggap bencana di lokasi," kata salah satu anggota Dinas Penerangan Umum TNI AU, Letnan Kolonel, Sonaji Wibowo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Sonaji mengaku belum dapat memastikan kondisi terkini di wilayah yang terkena gempa Mentawai.

Dana siaga

Sebagian Warga di Mentawai Pilih Tidur di Teras Rumah

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, Kemenkeu telah mengalokasikan dana siaga khusus, dan siap untuk dicairkan dalam antisipasi bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
 
"Dalam satu minggu ini, Menteri Keuangan (Bambang Brodjonegoro) sudah menyetujui alokasi awal dan on call Rp500 miliar," ujar Askolani kepada awak media di Jakarta, Kamis 3 Maret 2016.
 
Askolani mengatakan, alokasi dana tersebut memang berdasarkan permintaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
 
Mengenai penggunaannya, Askolani mengatakan, hal itu akan menjadi hak sepenuhnya dari BNPB. "Kebutuhan tergantung BNPB, dan yang menggunakan itu mereka langsung," kata dia.

Anggaran bencana yang tersedia itu bakal menjadi angin segar bagi BNPB. Sebab, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dari 22 Buoy (mesin deteksi tsunami) yang dimiliki Indonesia, saat ini seluruh alat itu dalam kondisi rusak.

Dalam Sehari Sumatera Barat Digoyang Gempa Sebanyak 52 Kali

"Tidak ada anggaran untuk perawatan," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Kamis 3 Maret 2016.

Sutopo menambahkan, ditariknya peringatan potensi tsunami pada gempa Mentawai, dilakukan setelah mendapat informasi dari Buoy milik Australia yang berada di selatan Kepulauan Mentawai.

Gempa 5,1 SR Guncang Mentawai

"Di sisi selatan Mentawai ada Pulau Cocos, Australia. Di situ ada satu Buoy milik Australia," katanya.

Buoy milik Indonesia yang saat ini tidak berfungsi disebabkan Pemerintah Indonesia tidak pernah memberikan anggaran untuk perawatan. Selain itu, Buoy rusak karena ulah masyarakat terhadap mesin seharga Rp4-8 miliar.

"Banyak tangan-tangan vandalisme yang merusak Buoy di lautan. Contohnya yang di Laut Banda. Warga banyak mengambil sensor, lampu, dan alat-alat pada Bouy," ujarnya.

Karena itu, BNPB minta agar pemerintah serius memperhatikan masalah tersebut. Mengingat, Buoy sangat berguna untuk mendeteksi apakah suatu gempa berpeluang tsunami atau tidak.

Selain itu, selama Buoy milik Indonesia rusak, katanya, ada lima Buoy milik negara lain yang berada di sekitar Indonesia, yang memberikan sumbangsih pada pendeteksian dini ancaman tsunami di Indonesia.

"Satu unit di barat Aceh milik India, 1 unit di Laut Andaman milik Thailand, 2 unit di selatan Sumba dekat Australia, dan 1 unit di utara Papua milik Amerika," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya