Cahaya di Ujung Konflik Sepakbola Indonesia
- ANTARA/Hafidz Mubarak A.
VIVA.co.id - Secercah cahaya harapan di tengah buramnya konflik si kulit bundar dalam negeri muncul. Pertemuan di Istana Negara menjadi asa semua insan sepakbola. Apakah benar pembekuan PSSI akan segera dicabut?
Pembekuan PSSI yang dilakukan Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah hampir memasuki waktu satu tahun. Kompetisi sepakbola Indonesia pun telah 'mati suri' selama setengah tahun lebih.
Tak bisa dihindarkan, sanksi FIFA pun jatuh terhadap Indonesia pada 30 Mei 2015 silam. Hari Sabtu itu menjadi hari kelabu bagi seluruh pecinta dan pekerja sepakbola lokal.
Tim nasional ikut lumpuh. Otomatis, Indonesia tak bisa tampil di ajang internasional dan seketika didiskualifikasi dari kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019. "Garuda" pun terpuruk ke peringkat 158, posisi terburuk sepanjang sejarah timnas terbentuk.
Selain itu, klub Indonesia, Persib Bandung dan Persipura Jayapura, yang tampil di ajang internasional juga merasakan getahnya. "Mutiara Hitam" bahkan dicoret dari AFC Cup padahal berpeluang besar lolos ke perempat-final.
Di dalam negeri, kondisi lebih mengenaskan lagi. Indonesia Super League (ISL) yang mulai kembali menata kompetisinya harus berantakan ketika izin pertandingan tak keluar per akhir April 2015.
Surat Keputusan Pembekuan yang dikeluarkan Kemenpora dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) membuat para panitia pelaksana tak dapat rekomendasi surat izin keramaian dari Mabes Polri.
Sekarang waktu telah berjalan selama 10 bulan dan klub juga pemain hanya berharap dari turnamen-turnamen yang tidak memberikan kepastian. Para pemain bertalenta pun memilih peraduan ke luar negeri demi mencari rejeki.
Klub-klub dan pemain dari level Divisi Utama ke bawah merasakan dampak paling besar. Tak ada turnamen yang mengajak nama-nama kurang populer layaknya mereka. Turnamen selama ini hanya berkutat di klub level ISL atau yang memiliki daya tarik penonton besar.
Jalan keluar pun mulai dilakukan. Titik cahaya muncul saat perwakilan FIFA dan AFC, konfederasi induk sepakbola Asia, awal November 2015 lalu datang langsung ke Jakarta. Mereka menggelar pertemuan dengan PSSI, lalu sowan dengan Presiden Jokowi dan Menpora.
Sejak saat itu, dibentuklah tim Ad-hoc yang bertugas menyelesaikan konflik sepakbola di Indonesia. Sejumlah nama dipilih dari berbagai kalangan, dan terpilihlah Agum Gumelar sebagai ketua.
Angin Segar dari Jokowi
Angin segar pun menerpa telinga para pecinta sepakbola nasional pada Rabu, 25 Februari 2016, ketika Agum mengatakan Presiden Jokowi ingin surat pembekuan PSSI dicabut secepat mungkin.
Keputusan ini didapatnya usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menpora Imam Nahrawi, dan Agum sendiri Istana Negara. "Kabar baik, PSSI akan diaktifkan kembali," jelas Agum usai pertemuan tersebut.
Menurut Agum, surat pembekuan PSSI dicabut demi kembali menggerakan kembali roda kompetisi yang terhenti. Dampak sosial dan ekonomi akan sangat berpengaruh, mulai dari para pemain sampai level pedagang kecil.
Hal ini tentu saja disambut baik insan sepakbola nasional. Manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar, menyambut baik recana pencabutan surat pembekuan PSSI oleh Presiden Jokowi.
"Ini tentu jadi kabar baik yang selama ini dinanti-nanti semua klub, termasuk Persib. Kita harapkan kompetisi resmi bisa kembali bergulir dan timnas Indonesia bisa kembali berkiprah," ujar Umuh.
"Kita sangat mengapresiasi keputusan Presiden, karena beliau telah memberikan jalan untuk membangkitkan kembali sepakbola Indonesia," tambah pria yang sudah malang melintang di dunia sepakbola Indonesia tersebut.
Senada dengan sang manajer, pemain sekaligus kapten Persib, Atep Rizal, juga menyampaikan harapannya akan kondisi sepakbola Indonesia yang lebih baik setelah kabar rencana pencabutan SK Pembekuan PSSI sampai ke telinganya.
"Semoga saja tak ada kendala lagi dan kompetisi bisa berjalan kembali. Pastinya bukan hanya pemain, pelatih, dan klub yang mengharapkannya, banyak pihak seperti pedagang kecil yang selama ini juga ikut menggantungkan hidupnya dari sepakbola walaupun tidak secara langsung," tutur Atep.
Para kelompok suporter selalu menjadi front terdepan terhadap keinginan menyudahi konflik sepakbola tanah air. Semua sepakat menginginkan liga resmi kembali digelar, mereka sudah sangat haus ingin menikmati hiburan yang sangat dekat dengan rakyat tersebut.
Berkali-kali aksi demi digelar oleh berbagai kelompok suporter di berbagai daerah di Indonesia. Sekarang harapan kembali membuncah setelah mendengar kabar pencabutan SK Pembekuan PSSI tersebut.
Secercah cahaya menuju jalan keluar dari terowongan panjang konflik pun mulai terlihat. Langkah Indonesia keluar dari belenggu masalah semakin cepat.
Klub kembali menggeliat, kompetisi terus digodok, dan harapan menggelar Indonesia Super Competition, untuk gantikan ISL, semakin bisa jadi kenyataan. Pertemuan wakil dari 44 klub Divisi Utama, plus Persib, sudah digelar di Ciamis untuk membahas wacana pencabutan tersebut.
Harapan menggelar cabang olahraga di Asian Games 2018 pun kembali muncul. Tapi bukan tanpa hambatan kalau pembekuan PSSI ingin segera cair.
Syarat Menpora
Tetapi, jalan menuju jalan keluar terowongan dipenuhi oleh syarat-syarat yang menjerat kaki insan sepakbola Indonesia. Hal ini terlontar dari mulut Menpora usai pertemuan di Istana tersebut.
Menurut Imam, pencabutan pembekuan PSSI masih harus dikaji. "Selama satu hingga dua hari, segera diumumkan nasib PSSI di tengah pembekuan," kata dia di Istana Negara, Rabu 24 Februari 2016.
"Reformasi harus ditegakkan dan Presiden benar-benar menekankan hal ini. Jadi, jika nantinya ada KLB, tentu harus sama dengan visi dan misi dari pemerintah. Itu yang sesungguhnya diharapkan Presiden," kata Imam di Istana Negara, Rabu 24 Februari 2016 sore.
Â
Menurut juru Bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Gatot S. Dewa Broto, Presiden memang tidak menginginkan terlalu lama kajian tersebut dibuat, maksimal Jumat kajian tersebut sudah harus diterima. Gatot menjelaskan, ada 12 syarat jika nantinya pembekuan itu dicabut. Selain KLB, ada juga syarat untuk untuk menggelar kompetisi.
Â
"Ada jaminan dari PSSI untuk transparan, akuntabilitas, peningkatan prestasi. Ada syarat dari Tim Transisi turnamen harus tetap berjalan. Dari 12 syarat itu, KLB berada di urutan terakhir, atau menjadi gongnya," jelas Gatot, Kamis 25 Februari 2016.
Sejumlah syarat yang disodorkan Menpora pun mendapatkan reaksi dari Tim Ad-hoc, menilai sejumlah hal itu malah akan menghambat bergulirnya kompetisi dan juga pencabutan sanksi internasional dari FIFA.
Hal itu membuat Agum berang. Menurut dia, tak ada satu pun syarat yang diajukan oleh Presiden dalam pertemuan kemarin, selain reformasi PSSI harus tetap dilakukan sampai tuntas. Menurut dia, penyelesaian konflik sepakbola ini jadi berputar-putar saja, terutama dalam gelaran kompetisi.
Â
"Saya sangat hormat pada Presiden Joko Widodo dengan sikapnya kemarin. Tapi, kalau sampai ada masalah (diputar-putar) seperti ini, menurut saya pribadi bukan lagi mengecewakan, ini menjijikkan. Saya rasa Pak Menpora, tolonglah. Anda bisa kooperatif di depan Presiden, dan saya harap Anda juga kooperatif di belakang," tutur Agum dalam wawancara dengan Kabar Petang tvOne.
Menurut Agum, kalau harus memenuhi syarat-syarat yang diberikan oleh menpora, mulai dari tata kelola PSSI dan penyelenggaraan kompetisi, maka konflik sepakbola Indonesia saat ini baru bisa selesai dua tahun lagi.
Â
"Tapi, lihat kompetisi bergulir dulu dan dari situ kita lihat ke depannya, itu yang Pak Presiden harapkan. Beliau tahu pentingnya bagi masyarakat banyak. Kok terus diputar balik lagi," lanjut Agum.
Tarik ulur dalam penyelesaian konflik sepakbola nasional pasti tidak akan cepat berlalu. Masih perlu banyak waktu untuk benar-benar memutar roda PSSI seperti biasa. Tapi, setidaknya kini gerakan kecil menuju cahaya mulai terlihat.
Sama-sama peduli akan terhentinya kompetisi yang bak urat nadi dari sepakbola sebuah negara. Sekarang tinggal menunggu waktu saja, apakah pekan depan PSSI sudah bebas dari pembekuan, seperti janji Menpora dan Presiden tentunya.