Menguak Aborsi Online di Ibu Kota
- Irwandi Arsyad - VIVA.co.id
VIVA.co.id - Rumah bercat putih itu berdiri di Jalan Cimandiri Nomor 7, Kelurahan Kenari, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Berpagar putih setinggi sekitar dua meter, graha itu sekilas tak beda dengan puri-puri lain di sekitarnya. Hanya ada beberapa plang yang membuatnya menonjol di lokasi itu.
Plang biro perjalanan terpampang di depan rumah. Papan nama kantor bantuan hukum pun terpasang di dekatnya. Namun, tak ada layanan jasa seperti yang dipromosikan tersebut di sana.
Itu lantaran plang-plang tersebut hanya kamuflase. Layanan yang sebenarnya ada di graha itu diduga adalah tindak aborsi ilegal.
Keberadaan klinik aborsi itu lantas terendus polisi. Terbongkarnya kasus tersebut bermula dari maraknya promosi klinik aborsi di media online.
Polisi lalu menurunkan dua orang polisi wanita (polwan) untuk menyamar. Petugas berpura-pura sebagai pasien yang ingin membersihkan area kewanitaannya. Penyidik curiga ada yang tak beres ketika mereka malah diajak bertemu di sebuah restoran cepat saji di daerah Cikini, Jakarta Pusat.
"Itu yang membuat kami curiga, kalau memang praktiknya memiliki izin pasti akan disuruh datang langsung ke tempat praktik," ujar Kepala Subdit III Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Sumdaling Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Adi Vivid, di lokasi itu, Rabu, 24 Februari 2016.
Kecurigaan semakin menguat ketika sang dokter menyatakan polwan yang menyamar itu tengah hamil. Padahal, polwan tersebut tidak sedang mengandung. Setelah melakukan serangkaian penyelidikan, petugas langsung bergerak menggerebek klinik itu, Jumat, 19 Februari 2016.
Lima orang diduga terkait klinik itu ditangkap. Mereka adalah MM (dokter), SAL (orang yang mengaku dokter), NEH (karyawan), HAS (karyawan), dan SY (calo).
Polisi lantas menggeledah klinik itu, termasuk membongkar septic tank di sana. "Alhamdulillah septic tank khusus tempat pembuangan janin yang diaborsi sudah kami buka. Di situ banyak ditemukan tulang-tulang, ada spiral, ada handuk," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mujiono, Rabu, 24 Februari 2016.
Langkah polisi tak berhenti di sana. Petugas lalu mendatangi klinik serupa di Jalan Cisadane, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Dari lokasi tersebut, petugas menciduk sejumlah orang, di antaranya MN, IU, R, dan H.
Dalam beroperasi, dua klinik itu segendang sepenarian. Mereka menawarkan jasanya melalui calo dan media online. Penawaran melalui website itu merupakan sesuatu yang beda. Biasanya, promosi jasa aborsi dilakukan lewat getok tular ataupun melalui calo.
Polisi menduga tak hanya dua klinik tersebut yang beriklan lewat media online. Setidaknya ada enam lagi klinik sejenis. "Tapi, kami yakin lebih (banyak) lagi," kata Adi.
Disinyalir, klinik-klinik aborsi ilegal itu telah beroperasi sejak lima tahun lalu. Mereka menawarkan tarif beragam, tergantung usia kandungan sang pasien. Untuk usia kandungan 1–3 bulan misalnya, dokter memasang tarif Rp2,5–3 juta. Semakin besar kandungan, semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan, tarif aborsi itu bisa mencapai Rp10 juta.
Kini, petugas telah menyegel klinik itu. Mereka yang ditangkap dijerat dengan Pasal 75 junto Pasal 194 Undang-Undang (UU) RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Pasal 73, 77 dan 78 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Para tersangka juga dijaring Pasal 64 junto Pasal 83 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, serta Pasal 299, 346, 348, 349 KUHP dan Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam hukuman 10 tahun penjara.
Bukan yang perdana
Pengungkapan kasus aborsi itu bukan yang perdana di Jakarta. Setidaknya, pada 16 Juni 2012, aparat gabungan Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Pusat dan Kepolisian Sektor (Polsek) Senen menggerebek sebuah rumah yang diduga dijadikan tempat praktik aborsi.
Dari lokasi penyergapan di Jalan Kramat 4 Nomor 21, Senen, Jakarta Pusat itu, polisi menyita beberapa peralatan medis. Petugas pun membekuk asisten dokter beserta sembilan karyawannya dari tempat tersebut.
Tak hanya di ibu kota. Kasus aborsi juga terkuak di daerah lain di Tanah Air. Di Cilacap, Jawa Tengah misalnya, terkuak praktik aborsi yang diduga dilakukan seorang dokter berinisial RD.
Praktik itu diduga dilakukan sejak 1991. Hingga Maret 2012, jumlah pasien yang datang tercatat telah mencapai lebih dari 24 ribu orang.
Dari hasil pengeledahan, polisi menemukan buku daftar pasien dokter RD, mulai Januari 2011 hingga Maret 2012. Dalam rentang waktu tersebut, dokter itu telah melakukan aborsi sebanyak 2.927 kali.
Sejumlah kasus itu menunjukkan masih banyaknya tindakan aborsi di negeri ini. Tercatat, sebanyak 2,3 juta abortus tidak aman diperkirakan terjadi setiap tahun di Indonesia.
“Sebanyak 1 juta keguguran spontan, 700 ribu karena kehamilan tidak diinginkan, dan 600 ribu karena kegagalan KB,” ujar Kepala Komite Ahli Kesehatan Reproduksi Roy Tjiong, Rabu, 24 Maret 2010.
Adapun berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010, sebanyak 2 juta remaja telah melakukan aborsi.
Dari hasil penelitian, Roy menyebutkan, 15 persen aborsi dilakukan oleh kelompok usia remaja kurang dari 20 tahun. Rata-rata kehamilan yang menjalani aborsi atau digugurkan adalah kehamilan tanpa alat kontrasepsi. “Risiko kematian pada kehamilan remaja dua kali lebih tinggi," ujarnya.