Jurus Baru Stabilkan Harga Daging di Paket Ekonomi IX
Jumat, 29 Januari 2016 - 06:07 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Rabu petang kemarin, 27 Januari 2016, pemerintah kembali mengeluarkan jurusnya, yakni dengan meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid IX.
Ada beberapa poin yang menjadi fokus, salah satunya terkait stabilitas harga dan pasokan daging sapi.
Kebijakan ini, sepertinya menjadi respons pemerintah terkait melonjaknya harga daging sapi dalam sepekan ini yang mencapai hingga Rp140 ribu per kilogram.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengklaim kebijakan tersebut lebih didasari pada kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Pada 2016 ini misalnya, kebutuhan nasional adalah 2,61 per kapita, sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,69 ribu ton, atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi,” papar Darmin.
Kebutuhan tersebut, diakui Darmin, belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun, atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi.
“Jadi, terdapat kekurangan pasokan yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor,” jelasnya.
Menurut Darmin, pemerintah sebenarnya telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pasokan, atau produksi daging sapi dalam negeri.
Langkah itu, seperti upaya peningkatan populasi, pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi, dan penguatan kelembagaan melalui sentra peternakan rakyat (SPR).
Namun, karena upaya tersebut memerlukan waktu, sehingga perlu dibarengi pasokan dari luar negeri untuk menutup kekurangan yang ada.
Mengingat terbatasnya jumlah negara pemasok, pemerintah kemudian memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.
Sementara itu, menteri pertanian akan menetapkan negara, atau zona dalam suatu negara, unit usaha, atau farm untuk pemasukan ternak, atau produk hewan berdasarkan analisis risiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE.
Dengan demikian, tegas Darmin, pemasukan ternak dan produk hewan dalam kondisi tertentu tetap bisa dilakukan, seperti dalam keadaan bencana, kurangnya ketersediaan daging, atau ketika harga daging sedang naik yang bisa memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas harga.
Ada pun, jenis ternak yang dapat dimasukkan berupa sapi, atau kerbau bakalan, sedangkan produk hewan yang bisa didatangkan berupa daging tanpa tulang dari ternak sapi dan/atau kerbau.
“Kebijakan ini diharapkan mampu menstabilisasi pasokan daging dalam negeri, dengan harga yang terjangkau dan kesejahteraan peternak tetap meningkat,” papar Darmin.
PPN 10 persen
Mahalnya harga daging sapi dalam beberapa hari ini terakhir ini terjadi, karena aksi mogok berjualan secara massal para pedagang sapi sejak Rabu pekan lalu, 20 Januari 2016.
Aksi itu karena mereka protes, dengan diberlakukannya aturan hanya sapi indukan impor yang bebas pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 267 tahun 2015.
Meski pemerintah kemudian resmi mencabut kebijakan yang tertuang PMK itu, nyatanya harga daging sapi di pasaran terus mengalami kenaikan.
Menanggapi persoalan tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, mengatakan kebijakan yang dinilai telah merugikan banyak pihak ini, dipastikan tidak direkomendasikan pihaknya.
Menurut Amran, pihaknya justru saat ini terus berupaya untuk bisa menstabilkan kembali harga kebutuhan pangan di Tanah Air, termasuk harga daging sapi.
"Kebijakan PPN 10 persen itu enggak ada rekomendasi dari kami. Ini baru kami cek, tidak ada usulan itu," ujar Amran.
Amran menjelaskan, terkait efek dari kebijakan itu membuat harga sapi semakin melambung tinggi, dan ketika ditanya siapa pihak yang harus bertanggung jawab, dia meminta tidak mencari-cari kesalahan.
"Enggak usah saling melempar, kami pemerintah satu, harus tanggung jawab bersama," katanya.
Meski kembali dicecar, mengenai siapa saja pihak yang meminta adanya PPN 10 persen bagi sapi impor, Amran tidak mau membahasnya secara detail.
Dia hanya memastikan, kementeriannya tidak pernah mengusulkan adanya kebijakan itu. "Mungkin itu hasil pembahasan di tingkat bawah, bukan dari kami," ujarnya.
Dengan begitu, setelah Kementerian Keuangan membatalkan aturan pengenaan PPN 10 persen, aturan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
Dengan keputusan itu, maka seluruh ternak baik itu sapi indukan, sapi bakalan, sapi potong, sapi perah, domba, kambing, kerbau, kelinci dan ternak lainnya dibebaskan dari PPN 10 persen.
Harga daging masalah lama
Berbincang dengan VIVA.co.id, pengamat pertanian, Dwi Andreas Santosa, mengatakan masalah harga daging sapi sebenarnya sudah terjadi sejak satu dekade terakhir. Pemicunya, adalah keputusan impor yang dilakukan pemerintah pada 2009.
Dwi menyambut baik salah satu fokus paket kebijakan ekonomi jilid IX, yang salah satunya mengatur stabilitas harga dan pasokan daging sapi.
"Langkah-langkahnya bagus. Tetapi, yang penting pemerintah konsisten menerapkan kebijakan itu, sekaligus melindungi petani kecil," kata Dwi.
Dwi bercerita, pada 2009, saat itu, pemerintah membuka keran impor sapi. Padahal, saat itu petani sedang menikmati harga yang bagus.
Akibatnya, harga daging sapi pun terkerek turun, sehingga membuat petani kecil enggan beternak sapi lokal. Populasi sapi di petani pun terus turun.
Menurutnya, Indonesia saat ini tengah memasuki fase ketergantungan impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging sapi.
Hal ini terlihat, dari langsung terjadinya guncangan harga ketika pemerintah menurunkan kuota impor sapi pada 2015, di mana kuota impor 750 ribu ekor sapi dipangkas menjadi 50 ribu.
"Kita sudah mulai fase itu. Saat kuota diturunkan, harga daging pada Juni tertekan sedikit. Sekarang, harganya melonjak di atas Rp120 ribu per kilogram," kata dia.
Dwi melanjutkan, ada tren peternak kecil yang menjual sapi-sapi lokal ke pasar. Sapi perah dan sapi betina pun juga turut dilepas ke pasar. Hal ini mengindikasikan bahwa petani tertarik dengan harga daging sapi saat ini.
"Tren ini masuk ke lingkaran setan. Populasi sapi nasional turun," kata dia.
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) juga merespons positif kebijakan pemerintah dalam menstabilkan harga daging dalam paket kebijakan IX. Asosiasi ini pun siap untuk mendukung kebijakan tersebut di lapangan.
"Saya melihat yang dilakukan Pak Tom (Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong) dan tim umum menteri perekonomian, langkahnya baik. Arahnya sudah in the right direction," kata Ketua Umum APPSI, Sandiaga S. Uno.
Sandiaga mengatakan, pedagang pasar siap untuk menerapkan kebijakan tersebut di lapangan. Sayangnya, tak disebutkan jelas apa bentuk konkret dukungan itu.
"APPSI akan mendukung pemerintah untuk implementasi di lapangan. Kembali lagi, inti masalah harga daging sapi, yakni pada pasokan kurang dan logistik," kata dia yang juga selaku Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Koperasi, dan Industri Kreatif itu. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
PPN 10 persen