'Iron Man' dari Bali, Dipuji dan Diragukan
- VIVA.co.id/Bobby Andalan
VIVA.co.id – Wayan Sumardana (31) mendadak menjadi perbincangan usai kreasinya menyematkan sejumlah besi rakitan dilengkapi sensor di kepala dan tangannya.
Pria yang akrab disapa Tawan ini pun mengaku, 'robot' rakitan itu telah memberi berkah baginya. Maklum, tujuh bulan sebelumnya warga Desa Nyuhtubel Kecamatan Manggis Kabupaten karangasem Bali ini mengaku mengalami kelumpuhan.
Namun kini berkat ikat kepala besi yang disebutnya berhubungan dengan otaknya serta lengan besi lengkap dengan piston serta sejumlah kabel itu pun, menjadi tumpuannya mengais rezeki.
Dalam waktu singkat sebutan seperti Iron Man, Mc Gyver hingga pun Cyborg pun akhirnya melekat kepada pria yang berprofesi sebagai tukang las di bengkel sederhana di Karangasem Bali ini.
Popularitas Tawan, berawal dari niatnya untuk melawan takdirnya yang terkena stroke pada pertengahan tahun 2015 silam di lengan kirinya.
Sebab, 'kelumpuhan' itu praktis mengancam mata pencahariannya. Bapak beranak tiga ini pun berpikir keras. "Anak masih kecil, masih sekolah, makan gimana? stress saya," kenang Tawan.
Dua bulan berjalan, upayanya berobat ke dokter ataupun dukun kampung tetap tak membuahkan hasil. Bengkel yang dikelolanya pun semakin sepi. Satu persatu karyawannya undur diri.
I Wayan Sumardana, pekerja las di Bali yang memodifikasi tangannya yang lumpuh dengan perangkat robot hingga menyerupai Iron Man, sedang bekerja di bengkelnya pada Rabu, 20 Januari 2016.
Tawan semakin tertekan. Lalu di saat itu, secara spontan pria lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Elektro di Denpasar ini tiba-tiba teringat dengan pelajarannya.
Akhirnya, mengulik buku elektronik ditambah panduan dari internet menjadi fokus Tawan. Mimpinya sederhana, ia ingin tangan kirinya berfungsi kembali dan bisa membantunya bekerja di bengkel lagi.
Beragam cara pun dilakukan. Bahan bekas di sekelilingnya pun jadi bahan praktik. Setidaknya pengakuan Tawan, sudah tujuh kali percobaan dilakukannya.
Mulai dari remote control pemancar, bluetooth telepon seluler hingga pun ke aplikasi telepon berbasis android pun dilakukannya. Maksudnya cuma satu, rangkaian besi yang telah dirakitnya harus sinkron dengan perintah otaknya.
Hingga akhirnya Tawan pun mengulik sebuah alat yang dibuat dari Amerika. Alat itu dinamai Electroencephalography atau EEG. Konon alat ini bisa menangkap aktivitas elektrik dari otak.
Mimpi Tawan pun menjadi kenyataan. Ia pun nekat merogoh kocek jutaan rupiah demi alat tersebut. Ia optimistis, besi yang dirakitnya dan dilekatkan di tubuhnya itu bisa bekerja tanpa harus diperintah lewat tombol atau pesan khusus.
"(Karena itu) Saya beli seharga Rp4,7 juta dari Amerika," kata Tawan, Selasa 19 Januari 2016.
Alhasil, dengan sentuhan rangkaian bekas dan sejumlah kabel penghubung., Tawan pun sepertinya meyakini besi rangkaian itu seperti hidup. Berbekal sensor penangkap pesan otak Tawan pun mewujudkan lengan robotnya.
"Sebenarnya pengendalinya bukan otak. Cuma kita berpikir saja lalu bereaksi apa. Tak mungkin otak (sepenuhnya), bisa sakit kepala," katanya.
Terlepas dari itu, Tawan tak menampik rakitannya yang berbobot 9 kilogram tersebutmemang masih jauh dari sempurna. Namun lengan robot bersensor mesin Amerika itu, diakuinya cukup membantu. Setidaknya, rangkaian besi itu bisa meringankan kerjanya saat mengangkat barang berat.
"Kekurangannya di jari saja. Masih kurang alatnya, jadi belum sepenuhnya sempurna. Terus, saya jadi gampang lelah, karena harus fokus dan konsentrasi agar sensor membaca perintah otak," tutur Tawan.
Diragukan
Namun, apakah sesungguhnya Tawan memang bisa merakit 'tangan robot' layaknya film animasi Iron Man?
Sejak beredarnya kisah Tawan melawan keterbatasannya tersebut dengan menciptakan tangan robot. Banyak pihak mulai meragukan ciptaan Tawan tersebut.
Salah satunya dilontarkan Dosen Teknik Otomasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Syamsiar Kautsar. Ia menilai ada kejanggalan dari karya Tawan.
""Proses membaca sensor yang ada pada otak tidaklah semudah itu," katanya.
Selain itu, berdasarkan foto yang dilihatnya pada sejumlah media massa tentang lengan robot kreasi Tawan. Syamsiar tidak menemukan motor penggerak. Hanya ada gear box pada tangan robot itu.
"Kalau berdasarkan bidang yang selama ini saya pelajari, akan sangat sulit siku penggerak itu bisa berfungsi tanpa adanya motor," ujarnya.
I Wayan Sumardana, pekerja las di Bali yang memodifikasi tangannya yang lumpuh dengan perangkat robot hingga menyerupai Iron Man, sedang bekerja di bengkelnya pada Rabu, 20 Januari 2016.
Dari pengalamannya, gerakan robot sangat kaku atau terkesan patah-patah. "Gerakannya hanya berbentuk siku atau sudut 90 derajat saja," katanya.
Berbeda dengan Syamsiar. Pakar bedah syaraf dari Brain Spine Center dr Muhammad Sofyanto, justru meyakini bahwa apa yang telah dikolaborasikan Tawan lewat Electroencephalography atau EEG dengan rangakain besi bukanlah ilusi.
Sebab, menurut Sofyanto, praktik itu sudah sering digunakan dalam dunia kedokteran. “Kami biasa menggunakan untuk membantu pasien yang lumpuh, biasanya memang ada alat yang ditempelkan di bagian kepala, dan fungsinya membaca perintah dari otak,” jelas Sofyanto, Jumat 22 Januari 2016.
Namun, penggunaan alat itu tetap harus diperhatikan. Sebab apa yang dilakukan Tawan lewat mengaliri listrik ke kepalanya, bukan tidak mungkin akan memiliki efek samping.
Apalagi Tawan tak mengetahui persis berapa kadar listrik yang bisa sesuai dengan kebutuhannya untuk menyampaikan pesan kepada rangkaian besi yang melilit ditangannya. "Alat itu belumn tentu cocok dengan penerimaan tubuh orang lain," ujar Sofyanto.
Sebab itu, ia berharap keahlian Tawan patut dibimbing dan diperhatikan. Di tengah keterbatasannya, ia mampu membuat sesuatu yang bisa membantunya berdiri sendiri.
"Dalam bahasa mediknya itu lateral thinking, atau orang yang selalu memecahkan masalah dengan memaksimalkan kinerja otaknya, padahal dia belum menerima ilmu secara akademis. Makanya, pemerintah harus memberikan pendampingan, minimal bisa dimasukkan ke Udayana," kata Sofyanto.
Melawan Keterbatasan
Terlepas dari persilangan pendapat itu. Karya Tawan memang dibilang mengejutkan. Pria miskin yang hanya mampu menamatkan diri hingga sekolah menengah atas ini benar-benar menjadi perhatian.
Tawan telah memberi pelajaran penting pada semua orang. Bahwa keterbatasan itu bukan akhir dari segalanya. Disabilitas bukan berarti harus mengeluh dan tentunya kemiskinan bukan hal yang membatasi untuk berkreativitas.
"Berusaha bertahan hidup jangan bergantung pada orang lain," kata Tawan.
I Wayan Sumardana alias Tawan memperbaiki alat sepeda motor pelanggan dengan lengan robot buatannya di bengkel kerjanya di Desa Nyuh Tebel, Karangasem, Bali, Kamis (21/1/2016)
Ya, semangat keterbatasan Tawan terasa mengharukan. Bapak tiga anak yang sehari-hari tidur beralas kardus ini, membuat Karangasem tempat tinggalnya populer. Gubuk reotnya pun sudah tak terhitung beberapa kali disambangi sejumlah media.
Kini Tawan mengaku akan mengembangkan tangan mekaniknya tersebut menjadi lebih baiki. Setidaknya dari hitungan Tawan, ia membutuhkan uang sebesar Rp3 juta agar bisa membeli sejumlah alat.
"Saya mau menyempurnakan lagi alat robotik saya biar lebih maksimal. Saya sudah putus asa. Keajaiban (untuk sembuh) semakin ditunggu semakin tidak ada," kata Tawan.