Kecelakaan Maut dan Darurat Etika Mengemudi
Senin, 7 Desember 2015 - 05:51 WIB
Sumber :
- edorusyanto.wordpress.com
VIVA.co.id
- Beberapa pekan terakhir, kecelakaan maut melibatkan transportasi umum ataupun kendaraan pribadi, yang memakan banyak korban jiwa, terus terjadi. Ironisnya peristiwa terjadi dikala pemerintah dan otoritas terkait sedang gencar-gencarnya melakukan perbaikan dari sisi regulasi dan infrastruktur penunjang.
Kejadian terakhir, Minggu 6 Desember 2015. Kecelakaan pertama terjadi di perlintasan kereta di Angke, Tambora, Jakarta Barat. Dalam kecelakaan tersebut, sebuah Metro Mini jurusan Kota-Kalideres ditabrak Kereta Rel Listrik (KRL) sekitar pukul 08.30 WIB pagi.
Akibat kecelakaan maut ini 18 orang meninggal dunia termasuk sopir dan kenek Metro Mini, beberapa orang juga mengalami luka berat. Saat ini korban selamat masih dalam penanganan di beberapa rumah sakit di sekitar lokasi kejadian.
Menurut saksi mata, tragedi tersebut terjadi karena sang sopir yang tidak mengindahkan palang perlintasan kereta api. Akibat kelalaian tersebut, Metro Mini terseret sejauh kurang lebih 200 meter.
Tak lama berselang, kasus kecelakaan kembali terjadi di ruas jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali). Kali ini, kecelakaan menimpa minibus bernomor polisi D 1227 ZJ yang menabrak truk di kilometer 128, Indramayu, Jawa Barat.
Enam dari 11 orang korban kecelakaan tersebut tewas di lokasi kejadian. Namun, baru empat orang korban jiwa yang berhasil diidentifikasi. Kecelakaan tersebut terjadi diduga karena sang sopir mengantuk.
Menurut saksi mata yang berhasil selamat, keenam orang tewas itu merupakan kuli bangunan yang ingin pulang kampung untuk merayakan tahun baru di Majalengka. Mobil yang digunakan pun diketahui mobil carteran.
Masih di hari yang sama, kecelakaan terjadi di bilangan Jalan Sudirman, sebuah Kopaja menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas di tempat. Menurut pengakuan saksi, sang sopir memang tidak mengebut, tetapi sedang sibuk dengan alat komunikasi sehingga Kopaja oleng dan menabrak pejalan kaki.
Baca juga:
Usai kecelakaan, sang sopir dan kenek bus melarikan diri. Saat ini keduanya sedang diburu dan bus Kopaja sudah diamankan di Polda Metro Jaya.
Beberapa hari sebelum sejumlah kecelakaan maut di hari Minggu, kemarin, sebelas orang tewas dan delapan orang terluka dalam kecelakaan lalu lintas di kilometer 137 Jalur A, Jalan Tol Cipali (Cikopo-Palimanan) pada Kamis pagi, 3 Desember 2015. Kecelakan itu terjadi, setelah mobil Isuzu Elf bernomor polisi B 8378 OU menabrak sebuah truk pada sekira pukul 4.30 WIB dini hari.
Meskipun belum jelas penyebab pastinya, namun pengemudi diduga berkendara dengan kecepatan tinggi, dan mengaku dalam keadaan mengantuk. Pihak Kepolisian masih mendalami kasus ini.
Aksi ugal-ugalan pengendara juga terjadi di Surabaya, Minggu 29 November 2015. Kala itu dua mobil sport yaitu Lamborghini dan Ferari diduga melakukan balap liar hingga berujung maut, Lamborghini hilang kendali menabrak warung susu dan merengut nyawa satu orang.
Wiyang Lautner, pengemudi Lamborghini yang mengalami kecelakaan maut itu mengaku kehilangan fokus sehingga tidak bisa mengendalikan mobil balapnya itu. Saat ini Kepolisian juga masih mendalami kasus itu.
Satu hari sebelumnya pada Sabtu 28 November, KRL menabrak bus TransJakarta di perlintasan kereta Kedoya, Jakarta Barat. Kecelakaan tersebut terjadi karena sang pengemudi nekat menerobos perlintasan, karena mengira KRL sudah tidak ada lagi KRL yang melintas. Padahal, ada Kereta lain melewati jalur berlawanan dengan KRL pertama.
Baca juga:
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Sang sopir TransJakarta ditetapkan sebagai tersangka karena lalai saat berkendaraaan dan mengakui sedang menggunakan telepon genggam saat berkendaraan.
Apa yang Aalah ?
Menanggapi terus berulangnya kecelakaan maut , Kepala Subdit Penegakan Hukum (Gakkum) Direktorat Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Polisi Budiyanto mengatakan, banyak faktor yang menjadi penyebab. Namun dia menegaskan faktor utama diakibatkan masih minimnya kesadaran berlalu lintas.
"Yang paling besar memang kesadaran dari pengemudi," kata Budiyanto ketika dihubungi VIVA.co.id Minggu 6 Desember 2015.
Menurutnya, dalam berkendara, sang pengendara atau sopir harus dalam keadaan wajar dan penuh konsentrasi. Dan harus dipastikan bebas dari pengaruh minuman keras dan narkoba.
"Kalau penuh konsetrasi harus fokus karena mereka membawa penumpang, kalau kita lihat kasus kecelakaan di Kopaja Minggu siang, karena sang sopir bermain handphone dan itu merusak konsentrasi," ujar Budiyanto.
Budiyanto juga mengungkapkan, selain minimnya kesadaran pengemudi atau sopir. Faktor lainnya adalah tidak dipatuhi peraturan lalu lintas dalam berkendara. Setiap rambu lalu lintas yang dibuat telah mempertimbangkan segala risiko yang bisa diantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan.
Baca juga:
"Kejadian Metro Mini dan KRL misalnya, karena sang sopir tidak mengindahkan bunyi sirine kereta mau lewat dan menerobos palang perlintasan, lalu kasus Transjakarta kemarin di Kebon Jeruk juga karena sang sopir main handphone," ungkapnya.
Faktor teknis lainnya yang sangat berperan untuk mengantisipasi kecelakaan adalah kelayakan kendaraan. Banyak kasus kecelakaan khususnya yang dialami transportasi umum karena kondisi kendaraan yang tidak baik.
"Banyak kasus kecelakaan karena rem blong atau lampu tidak ada, jadi harus berkala dalam memeriksa kendaraan," tambahnya.
Terlepas dari segala faktor teknis tersebut, dia pun mengakui, masih kurang memadainya infrastruktur jalan yang tersedia, memiliki peranan tersendiri menjadi penyebab kecelakaan. Karena itu dia mendorong pemerintah untuk terus memperbaiki infrastruktur yang ada.
"Misalnya jalanan rusak atau lampu jalan tidak ada juga menjadi penyebabnya," kata Budiyanto.
Tak Ada Toleransi
Maraknya kecelakaan yang melibatkan angkutan umum dinilai karena penerapan
regulasi yang diatur pemerintah khususnya di daerah, masih sangat longgar. Contohnya, kondisi kendaraan yang buruk masih saja diberi izin berolerasi oleh otoritas yang berwenang.
Toleransi lainnya mengenai jalur operasi angkutan umum yang sudah dibekukan. Seringkali petugas di lapangan 'tutup mata' melihat ada angkutan umum yang tetap beroperasi meskipun izin trayeknya sudah dibekukan, hal lain yang dilakukan, sang sopir kucing-kucingan dengan petugas.
"Toleransinya sudah sangat tinggi," kata Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno, ketika dihubungi VIVA.co.id,Minggu 6 Desember 2015.
Menurutnya, untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan angkutan umum, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi agar bisa layak beroperasi. Yang pertama, perusahaan angkutan umum itu harus memenuhi administrasi di mana perusahan itu berbadan hukum dan menerapkan sistem gaji bagi awak pengendara.
Baca juga:
"Yang kedua aspek teknis. Perusahaan itu memiliki kendaraan dengan umum kendaraan relatif muda demi keselamatan umum di perjalanan," kata dia.
Aspek yang ketiga, operasional. Menurut Djoko, angkutan umum harus punya jam operasional yang jelas. Tak hanya itu, angkutan umum seharusnya menerapkan teknologi informasi dan berperan sebagai mitra masyarakat yang baik.
"Sehingga angkutan umum dapat bersaing dalam peningkatan kualitas pelayanan," kata dia.
Aspek yang keempat, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM). Selain itu, perusahaan angkutan umum juga diminta merencanakan regenerasi perusahaan agar tidak mudah terprovokasi kondisi di lapangan.
Lalu, bagaimana dengan angkutan pribadi? Djoko mengatakan aturan-aturan tentang kendaraan pribadi, seperti batas kecepatan minimal, harus segera diterapkan.
Kemudian, harus ada aturan yang mengatur sanksi bahwa sopir angkutan pribadi tidak boleh mengantuk. Hal ini berkaca pada kecelakaan yang kerap terjadi di tol Cipali.
"Kalau sudah bandel, polisi harus berani mencabut SIM (Surat Izin Mengemudi). Jangan beri toleransi. Kadang-kadang kita sering berikan toleransi di jalan," kata dia.
Budiyanto mengaku sependapat dengan hal tersebut. Selama ini menurutnya koordinasi dengan otoritas terkait misalnya Dinas pehubunga terus dilakukan, untuk memastikan sanksi tegas di jalankan dengan baik kepada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
"Tapi tetap saja kesadaran pengendara paling utama karena faktor terbesar karena kurangnya kesadaran pengendara dalam berkendara," ucapnya.
Dalam upaya penegakan hukum, pihaknya merujuk pada Undang-undang Lalu Lintas yang berlaku. Bagi yang pengendara yang melanggar, hukumannya pidana mulai dari penjara selama tiga bulan hingga belasan tahun.
"Ada UU, mengakibatkan korban luka berat hukuman lima tahun penjara, kalau meninggal enam tahun penjara, bahkan kalau ada unsur kesengajaan jika mengakibatkan luka berat hukuman 10 tahun dan 12 tahun kalau menyebabkan meninggal," jelasnya.
Baca juga:
Namun dia mengimbau, kepada semua pengemudi baik angkutan umum maupun kendaraan pribadi agar tertib berlalu lintas agar tidak membahayakan nyawa sendiri maupun orang lain.
"Intinya kalau semua tertib berlalu lintas akan kecelakaan pasti menurun, jadi mulailah budayakan tertib berlalu lintas," tutupnya.
Pemerintah menegaskan tak bisa sendirian untuk menekan angka kecelakaan. Sebab, semua pihak memiliki peran masing-masing untuk mengantisipasi terjadinya hal ini
"Terkait kecelakaan lalu lintas dan tabrakan, semua pihaklah (berpartisipasi). Jangan pemerintah saja. Jadi, yang paling penting adalah semua pihak harus memperhatikan betul-betul," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perhubungan, J. A. Barata, ketika dihubungi VIVA.co.id , Minggu 6 Desember 2015.
Barata mengimbau, pengemudi tertip dalam memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dan mengedepankan kepentingan orang lain dalam berkendara. Kalau aturan tersebut dilaksanakan, setidaknya kecelakaan bisa ditekan. "Keselamatan di jalan itu tanggung jawab kita semua," kata dia.
Selain itu dia mengatakan, pemerintah selaku regulator telah berusaha maksimal untuk membuat aturan yang prporsional di bidang transportasi, khususnya angkutan umum.
Baca juga:
Peran aktif para para operator baik transportasi umum atau pribadi sangat dibutuhkan untuk memastikan efektivitas aturan tersebut. "Perusahaan harus mematuhinya dengan baik," kata dia. (umi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Intinya kalau semua tertib berlalu lintas akan kecelakaan pasti menurun, jadi mulailah budayakan tertib berlalu lintas," tutupnya.