Marak Yayasan PRT Jual Perawan di Bawah Umur
- Foe Peace Simbolon/VIVA.co.id
VIVA.co.id - Suara musik dangdut terdengar keras. Musik itu diputar saban malam. Suara genderang terdengar syahdu bak di kafe remang-remang. Tapi jangan salah, suara ini datang dari sebuah yayasan yang alih-alih untuk menampung pembantu rumah tangga (PRT).
Sudah sekitar dua tahun, aktivitas dunia malam ala kaki lima ini beraktivitas di rumah, yang sekaligus Yayasan Setia Karya. Mendapat laporan kurang mengenakan dari warga sekitar, akhirnya polisi ambil tindakanan. Tim gabungan dari jajaran Polres Metro Jakarta Pusat membongkar tempat itu.
Belakangan diketahui, yayasan penampungan PRT itu dijadikan tempat penjualan perempuan di bawah umur yang akan dipasarkan di kafe dangdut yang berada di kawasan Dadap, Tangerang.
Salah satu warga sekitar yayasan, Lasmi, mengatakan tidak mengetahui bahwa tempat tersebut, ternyata adalah tempat yang digunakan untuk menjual perempuan di bawah umur.
Namun, dia tak heran dengan gaya rumah tersebut. Sebab, selalu buka tengah malam dan pemilik tempat itu kerap menyetel musik keras-keras hingga menggangu warga sekitar.
"Ini orangnya (pemilik rumah) enggak terbuka. Enggak pernah ngobrol sama kita-kita. Mana sering ganggu tetangga, masa nyetel musik kenceng-kenceng, kaya di mana saja memang," kata Lasmi pada VIVA.co.id, Rabu 18 November 2015.
Terbongkarnya bisnis ini bermula, saat salah satu perempuan (HY) di bawah umur yang masuk dalam yayasan itu kabur, ketika dikencani oleh pria 'hidung belang'. Dia dijual untuk menjadi seorang pekerja seks komersial di sebuah kafe dangdut di kawasan Dadap, Tangerang, Jawa Barat.
HY berpura-pura gila, agar para pria hidung belang enggan memakai jasanya. Benar saja, tindakan HY tersebut, membuat pemilik kafe mesum itu geram, hingga akhirnya mengembalikan HY ke tempat dia membeli, yaitu Yayasan SK, Jalan Ketapang Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Dia (HY) gila, makanya saya balikin. Soalnya, saat ada yang memakai jasanya, sang pria enggan dan komplain ke saya, bilang bahwa ini cewek gila. Lalu, saya balikinlah ke yang jual," ujar MS selaku pemilik kafe mesum, di Mapolres Metro Jakarta Pusat.
Pura-pura gila
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Polisi Siswo Yuwono membenarkan bahwa HY berpura-pura gila, agar pelanggan enggan menggunakan jasa HY.
Selanjutnya, HY yang dikembalikan MS ke sang germo SR karena gila, kemudian melarikan diri, saat kembali menyentuhkan kakinya di yayasan yang menjual dirinya menjadi seorang PSK.
"Dia (HY), akhirnya melarikan diri dari tempat milik sang germo, setelah dikembalikan pemilik kafe karena gila. Tetapi, ternyata HY ini pura-pura gila, saat melakukan laporan ke kami," kata dia.
Siswo menjelaskan, saat dikembalikan oleh pemilik kafe ke yayasan yang menjualnya, HY mengaku diantarkan dengan menggunakan ojek. Sesampainya di yayasan penjualnya tersebut, HY mengaku kembali disekap.
"Dia disekap lagi sama SR, saat tiba di yayasan penjualnya. Karena sudah tak tahan, akhirnya HY kabur dengan memanjat atap rumah tersebut dan meminta pertolongan sopir bajaj untuk diantar ke Polsek Kemayoran pada Senin subuh, 26 Oktober 2015," kata dia.
Setelah membuat laporan di Polsek Kemayoran, lanjut Siswo, HY kemudian diantar ke Polres Metro Jakarta Pusat, untuk mendapat perlindungan yang lebih dari Kepolisian.
"Dia dibawa ke sini oleh petugas piket Polsek Kemayoran, dia manjat rumah SR, naik ke genteng jam empat subuh, lalu setopin bajaj, minta diantar ke kantor polisi," kata dia.
Selain itu, Siswo menjelaskan, ternyata Yayasan Setia Karya yang mengaku sebagai penyalur PRT itu, izin usahanya sudah mati sejak 1996. "Kalau dari pengakuan pelaku, dia menjanjikan pekerjaan sebagai waiters kepada korban. Kata dia, baru pertama kali melakukan aksinya," singkat Siswo menceritakan.
Akibat perbuatannya, pelaku diancam dengan pasal 88 UU RI No. 25 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan pasal 296 KUHP Jo Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Faktor kemiskinan
Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, menjelaskan, fenomena perdagangan manusia dengan modus penyaluran tenaga kerja bukan kali ini saja terjadi. Kasus yang diungkap oleh Polres Metro Jakarta Pusat, dianggapnya sebagai hal yang biasa, sebab hal tersebut sudah sering kali terjadi.
Pemerintah, kata dia, harus benar-benar serius menangani masalah ini. Tak hanya pemerintah, penegak hukum juga harus menindak tegas pelaku yang sangat tega menjual anak di bawah umur.
"Dengan berdirinya yayasan berkedok penyalur PRT ini, artinya lemahnya pengawasan pemerintah terhadap hal tersebut. Penegakan hukum juga sangat lemah, sudah jelas ini anak di bawah umur sudah masuk tindak pidana," kata Arist saat dihubungi VIVA.co.id.
Arist menambahkan, kasus ini bak fenomena gunung es. Setelah diungkap oleh polisi, namun tidak ada langkah selanjutnya dan berulang begitu seterusnya. Kasus perdagangan anak di bawah umur ini, lanjurnya, membuat pskilog anak terganggu.
Sebab, di usia yang sedini itu mereka harus melayani bejatnya nafsu lelaki yang haus belaian wanita.
"Intinya, para korban tidak tahu akan dijual ke kafe dangdut di Dadap itu. Mereka kan, intinya hanya ingin bekerja dan mendapatkan uang. Namun, malah dijual. Ada yang terima dan ada juga yang berontak. Buktinya, banyak yang melarikan diri," jelas dia.
Para germo, atau penyalur anak di bawah umur untuk dijadikan kupu-kupu malam, lanjut Arist, juga sudah memetakan korbannya.
"Mereka biasanya mengincar perkampungan kumuh dan miskin, serta anak yang putus sekolah. Dalih-dalih mendapatkan uang, malah terjebak di tempat prostitusi," ucap dia. (asp)