"Jangan Buru-buru Cabut Subsidi Listrik"
Selasa, 10 November 2015 - 06:59 WIB
Sumber :
- Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id
- Rencana pemerintah membenahi subsidi listrik khususnya penguna rumah tangga tahun depan, mulai disosialisasikan kepada masyarakat. Kajian yang dilakukan pemerintah semakin jelas arahnya.
Subsidi yang saat ini diberikan kepada rumah tangga yang menggunakan daya listrik sebesar 900 Volt Ampere (VA) kemungkinan akan dicabut. Sedangkan pengguna daya 450 VA tetap disubsidi pemerintah.
"Yang 900 VA akan kami sisir. Kita nanti akan melakukan kebijakannya seperti apa, dan bentuknya seperti apa, nanti kita perhitungkan," ujar Sudirman di Jakarta Minggu 8 November 2015.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyambut baik langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, pembenahan subsidi listrik memang mendesak untuk dilakukan.
Namun dia mengingatkan, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera diperjelas pemerintah dan otoritas terkait khususnya Perusahaan Listrik (PLN), untuk merealisasikan kebijakan ini. Antara lain, terkait data pengguna listrik subsidi tersebut dan dampak dari kebijakan tersebut dari segala aspek, baik sosial dan ekonomi di masyarakat.
"Jangan terburu-buru menghapus subsidi. Pikirkan mekanisme yang tepat apakah menaikkan tarif untuk golongan 900 VA atau mendorong untuk migrasi ke 1.300 VA. Jadi implementasi kebijakan yang perlu jelas," ujarnya kepada VIVA.co.id, Senin 9 November 2015.
Hati-hati dengan data pelanggan
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pekan lalu menegaskan, meskipun subsidi listrik pengguna 900 VA diputuskan akan dicabut, dia mengingatkan jajarannya untuk benar-benar mengkalkulasikan secara cermat data penerima subsidi golongan tersebut.
Sebelum kebijakan itu diterapkan, Jokowi pun meminta agar ada rekonsiliasi yang jelas antara pengguna listrik 450 watt dan 900 watt dengan data keluarga miskin dan rentan miskin.
"Langkah rekonsilisasi data ini penting agar kebijakan subsidi listrik benar-benar tepat sasaran," tegasnya.
Dia mengatakan, validitas data tersebut juga nantinya dapat dijadikan patokan pemerintah untuk dapat menentukan arah kebijakan yang akan diimplementasikan tahun depan. Sehingga hasilnya bisa lebih maksimal.
"Saya juga minta menteri ESDM dan PLN mengkalkulasi pilihan pengalihan subsidi ini agar dampak pengalihan subsidi ini nantinya bisa kita kurangi sebesar-besarnya," jelas Jokowi.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman mengatakan, untuk memastikan data tepat sasaran, pemerintah akan mensinkronkan data kemiskinan yang ada di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang telah terintegrasi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Dicocokkan dengan identitas pelanggan PLN, supaya jangan sampai orang yang harusnya dapat subsidi, ini malah tidak dapat," tambahnya.
Menurut dia, data awal yang dimiliki sebanyak 70 persen pengguna listrik 900 VA tidak layak mendapatkan subsidi tersebut. Atas dasar tersebut subsidi listrik golongan itu rencananya akan dicabut.
Namun, pihaknya bersama dengan PLN masih akan terus menggodok data tersebut. Sehingga kebijakan yang akan diterapkan dapat tepat sasaran.
"Karena ada 70 persen yang tidak berhak mendapatkan subsidi, sedangkan yang 30 persen akan bayar seperti biasa," ungkapnya.
Terkait dengan validitas data pengguna listrik 450 VA, kata dia pemerintah juga akan melakukan sinkronisasi data ulang. Karena, kemungkinan kemungkinan subsidi tidak tepat sasaran juga ada pada golongan tersebut, misalnya pengguna listrik di kontrakan dan indekost.
"Ini yang kami carikan solusi bagi pengusaha kontrakan, karena kita menerapkan berdasarkan meteran yang dipasang," ujar dia.
Meskipun kemungkinan tidak akan dicabut subsidinya, langkah tersebut tetap dilakukan untuk memastikan tujuan dari kebijakan ini yang mengarahkan subsidi tepat sasaran dapat mendapatkan hasil yang maksimal.
Baca Juga :
PMA Tak Merata Akibat Kurang Listrik
Adil bagi masyarakat
Kebijakan pencabutan subsidi listrik ini dinilai adil bagi masyarakat khususnya rumah tangga miskin yang belum mendapatkan akses listrik. Tantangan selanjutnya, pemerintah harus bisa memastikan relokasi anggaran penghematan yang dihasilkan betul-betul digunakan secara cermat, khususnya untuk meningkatkan rasio kelistrikan di Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat rasio elektrifikasi Indonesia saat ini sebesar 86,39 persen, lebih rendah dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (100 persen), Brunei Darussalam (99,7 persen), bahkan Vietnam (98 persen).
"Pencabutan subsidi itu adil buat yang belum punya listrik ada 10-12 juta rumah tangga dan mereka tidak terima subsidi," kata Fabby.
Menurutnya, memang sudah saatnya subsidi listrik disesuaikan, setidaknya dilakukan bertahap dimulai dari pengguna daya 900 VA. Sebab, dampak sosial dari pencabutan tersebut tidak sebesar pencabutan subsidi bagi pengguna 450 VA.
Alasan lainnya, subsidi tidak tepat sasaran tersebut dipertahankan pemerintah. Karena tarif listrik subsidi lebih dari satu dekade belum pernah disesuaikan, hal tersebut membatasi ruang pemerintah untuk dapat membangun infrastruktur kelistrikan.
"Adapun sejak 2011 saat pemerintah mulai mengurangi subsidi untuk industri, subsidi rumah tangga dipertahankan. Pelanggan 450 dan 900 VA dianggap atau dimasukkan dalam kelompok rumah tangga tidak mampu oleh pemerintah. Baru sekarang ada upaya mengarahkan subsidi listrik tepat sasaran ke rumah tangga miskin," tegasnya.
Baca juga:
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurutnya, memang sudah saatnya subsidi listrik disesuaikan, setidaknya dilakukan bertahap dimulai dari pengguna daya 900 VA. Sebab, dampak sosial dari pencabutan tersebut tidak sebesar pencabutan subsidi bagi pengguna 450 VA.