Ketika Madura Ingin Bercerai dari Jawa Timur
- VIVA.co.id/Tudji Martudji
VIVA.co.id - Usul pemekaran daerah kembali menyeruak. Kali ini, Madura yang ingin berpisah dari Provinsi Jawa Timur. Daerah yang dikenal dengan sebutan Pulau Garam itu, kabarnya akan dideklarasikan sebagai provinsi pada 10 November 2015.
Belum ada usulan resmi ke pusat, baik Kementerian Dalam Negeri maupun Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat.
Namun, penggagas pembentukan provinsi baru itu sudah bersemangat untuk mendeklarasikan pada hari yang bertepatan dengan Hari Pahlawan itu.
Tokoh masyarakat yang bersepakat untuk membentuk provinsi baru itu tergabung dalam organisasi yang dinamai Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Madura (P4M).
Ikatan Masyarakat Madura (Ikamra) mengklaim telah mempersiapkan segala persyaratan, demi mewujudkan keinginan Madura menjadi provinsi dan berpisah dari Jawa Timur. Misalnya, bersiap mendirikan bank demi menyokong pembentukan provinsi Madura.
"Namanya Bank Syariat Madura," kata Dewan Penasihat Ikamra, Ali Badri Zaini, saat dihubungi, Senin 9 November 2015.
Ali menjelaskan, Bank Syariat Madura itu serupa lembaga perbankan pada umumnya, atau perbankan syariat. Satu di antara fungsinya ialah menghimpun semua dana masyarakat Madura di seluruh Indonesia. Jika terwujud, bank itu akan didirikan kantor cabang di kota-kota besar, misalnya, Surabaya, Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, dan lain-lain.
Dana yang terhimpun itu, nantinya untuk membiayai pembangunan di Madura. Khususnya, terkait pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas pendidikan.
"Dengan adanya bank ini, saya yakin Madura bisa hidup mandiri. Selain itu, cara ini juga sudah dilakukan provinsi lain, seperti Papua, Jawa Barat, Jakarta, dan yang lainnya," ujar Ali Badri.
Wacana itu, kini menggelinding menjadi kontrversi di kalangan pengambil kebijakan publik. Ada yang setuju, bahkan memberi dukungan, meskipun tak sedikit yang mempertanyakan keseriusannya. Sebab, syarat pemekaran wilayah dan pembentukan provinsi baru cukup berat.
Sesuai Undang Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, terbentuknya sebuah provinsi harus memiliki lima kabupayen/kota. Sedangkan saat ini, Madura masih empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Karena itu, harus ada pengembangan daerah, sehingga syarat pembentukan provinsi bisa dipenuhi.
Bila semua syarat sesuai aturan sudah dipenuhi dan DPRD menyetujui dan konsep meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan mempercepat berbagai pembangunan, maka proses Madura menjadi provinsi bisa dilanjutkan.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, mengingatkan para penggagas harus mempertimbangkan dari berbagai aspek dan memperhitungkannya dengan matang. "Jangan sampai Provinsi Madura menjadi provinsi yang gagal," kata Said.
Alih-alih memberikan dukungan, Said mengusulkan, sebaiknya bukan pembentukan provinsi yang diminta. Menurutnya, lebih bijak jika warga Madura meminta kepada Presiden Joko Widodo agar menjadikannya zona ekonomi khusus.
Said berpandangan, pembentukan zona ekonomi khusus di Madura, justru akan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya terjadi percepatan pemberdayaan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
"Daripada sekadar mengedepankan politik kekuasaan yang akan berdampak membahayakan terhadap masa depan Madura nantinya," ujarnya.
Syarat berat
Sejumlah tokoh pro pembentukan Provinsi Madura sudah mendatangi dan diterima dengan baik oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Soekarwo tampak bersikap hati-hati. Dia tidak menolak, tetapi memberikan pandangan betapa beratnya syarat yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah daerah otonom baru.
"Pembentukan kabupaten/kota maupun provinsi baru itu syarat utamanya adalah kepentingan daerah dan kepentingan nasional harus ketemu," ujar Soekarwo di kantor Gubernur Jawa Timur, Jalan Pahlawan Surabaya, Jumat lalu, 6 November 2015.
Dua kepentingan itu, apakah rakyat Madura akan bertambah tingkat kesejahteraannya jika dibentuk provinsi baru. Kemudian, pelayanan publik juga menjadi lebih baik, serta daya saing Madura menjadi lebih meningkat. "Kalau syarat itu bisa terpenuhi, maka syarat administratif bisa diproses," lanjutnya.
Apa syarat administratifnya? Soekarwo menjelaskan, berdasarkan ketentuan normatif yaitu Undang-undang Nomor 2 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan provinsi baru minimal didukung lima kabupaten/kota. Namun, di Madura saat ini baru ada empat kabupaten.
"Kalau membentuk kabupaten baru atau pemekaran minimal memiliki lima kecamatan. Sedangkan pembentukan kota baru, minimal juga memiliki empat kecamatan," ujarnya.
Selain itu, bupati atau wali kota dan DPRD lima daerah di Madura, nantinya yang hendak membentuk provinsi baru juga harus setuju. Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Timur juga membuat persetujuan pembentukan Provinsi Madura. Kemudian, pemerintah pusat menunjuk Plt Gubernur baru dari kalangan PNS selama tiga tahun untuk masa persiapan.
"Ini memang hak masyarakat Madura, tetapi harus dapat persetujuan dari pemerintah pusat," kata Pakde Karwo.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Freddy Purnomo menilai wacana pemekaran wilayah di era sekarang adalah sebuah kemunduran. Menurutnya, di negara maju seperti di Jepang dan Eropa, justru wacana yang berkembang adalah bersatu, atau bergabung menjadi satu kota karena dinilai lebih efisien.
"Saya kira, wacana itu terlalu dipaksakan. Kalau ingin menyejahterahkan masyarakat Madura, maka SDM mereka perlu ditingkatkan," terang Politisi Partai Golkar ini.
Keinginan membentuk Provinsi Madura, lepas dari Jawa Timur, dipandang sebagai langkah mundur. Apalagi, pejabat di lingkungan Provinsi Jawa Timur mulai Sekdaprov, kepala SKPD hingga beberapa Pj Kepala Daerah banyak yang orang Madura.
"Kalau sudah menguasai Jatim, kenapa masih berpikir Madura? Itu kedaerahan, sebuah kemunduran," kata dia.
Hanya wacana?
Isu pembentukan Provinsi Madura, dinilai Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur, Ridwan Hisyam, tidak akan terwujud, karena belum ada kemauan yang nyata dari pemerintah daerah setempat.
Ridwan mengaku telah beberapa kali berkomunikasi dengan bupati Sumenep, terkait persyaratan untuk menjadi provinsi, namun hingga saat ini belum ada perkembamgan tentang itu.
"Madura ini, saya khawatir tak akan jadi, karena orang-orangnya ramai dulu. Cuma cari action saja," kata Ridwan, Senin 9 November 2015.
Bukan hanya kritik, Ridwan mengaku pernah memberikan usul konkret yang tidak terlaksana hingga kini. Sejumlah solusi sempat ditawarkan olehnya kepada pemerintah daerah di Madura, antara lain Sumenep bisa dimekarkan jadi dua, yaitu Kabupaten Sumenep dan Kepulauan Kangean.
Alternatif lain, Pamekasan bisa dipecah menjadi Kabupaten dan Kota Pamekasan. Tanpa ada upaya nyata, menurut dia, rencana itu hanya akan menjadi sebatas wacana yang tidak terealisasi.
Dia mendukung jika Madura akan dimekarkan, karena wilayah Jawa Timur dengan 38 kota dan kabupaten memiliki bentang wilayah sangat luas. "Istri saya dari Sumenep, saya mendukung Madura dimekarkan. Tahun 2013, saya menjadi tim pemenangan di Jawa Timur dan butuh tiga bulan untuk bisa berkeliling ke 38 kota dan kabupaten di Jawa Timur, termasuk Madura," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy, mendukung usulan pembentukan Provinsi Madura, dengan memisahkan diri dari Jawa Timur. Dia menunggu tokoh-tokoh Madura untuk menyampaikan aspirasinya ke Komisi II DPR.
"Jawa Barat sudah mekar banyak, dia (Jawa Timur) belum mekar. Jawa Barat sudah ada Banten," tuturnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menilai, dari geografis Madura sangat strategis. Potensi daerah lainnya mendukung Madura menjadi Provinsi sendiri.
Menurutnya, perlu segera dilakukan kajian akademis pembentukan Provinsi Madura. Selain itu, secara internal harus dilakukan survei kesiapan pemerintah daerah dan masyarakatnya. "Kalau nanti skornya 300, layak untuk jadi provinsi. Perhitungannya ada itu," ujar Lukman.
Dukungan serupa disampaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Nizar Zahro. Menurutnya, ada lima pertimbangan yang bisa menjadikan Madura sebagai Provinsi. Pertama, masyarakatnya memiliki kesamaan mentalitas dan budaya. Kedua, dari faktor geopolitik, Madura memiliki peluang dan prospek.
Ketiga, Madura memiliki jumlah penduduk yang hampir mendekati lima juta jiwa. Keempat, ditinjau dari segi span of control, Madura kurang terjangkau oleh manajemen pemerintah daerah Jawa Timur dan pemerintah pusat. Kelima, Madura memiliki potensi dan sumber daya yang belum sepenuhnya dikelola secara baik.
"Potensi ini cenderung dikelola perusahaan asing seperti Petronas, Petro China. Santos yang menguasai blok ofshore sepanjang garis pantai selatan dan laut utara yang menghasilkan gas dan minyak bumi melimpah," kata Nizar.
Menurutnya, syarat yang diwajibkan Undang Undang Nomor 2 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah minimal lima Kabupaten atau empat Kabupaten ditambah satu Kotamadya bisa dipenuhi. "Sejarah mencatat, sebelum kemerdekaan, Madura berdiri sendiri," ujarnya.
Mengapa provinsi Madura
Wacana yang tengah ramai dibincangkan ini bermula pada 4 November lalu. Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Madura (P4M) mengklaim telah mendapatkan dukungan warga, DPRD kabupaten se-Madura, DPRD Jawa Timur, dan DPR RI untuk pemisahan Madura dari Provinsi Jawa Timur itu. Deklarasi direncanakan digelar di Gedung Ratho Ebhu di Bangkalan.
Sekretaris Jenderal P4M, Jimhur Saros, mengaku deklarasi itu memang seremoni yang lebih bermakna politis, ketimbang legalitas formal. Hal ini, karena pengesahan pemekaran wilayah atau pembentukan provinsi atau kabupaten/kota adalah kewenangan Pemerintah Pusat, yang secara teknis menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri.
Meski tak disebut sejauh mana tahapan-tahapan legal-formal telah dilalui, Jimhur mengaku optimistis cita-cita Madura menjadi provinsi segera terwujud. Mereka juga siap menguji materi UU Pemda ke Mahkamah Konstitusi tentang syarat pembentukan provinsi baru.
"Gorontalo saja bisa (menjadi provinsi), tentunya kita (Madura) juga harus diperjuangkan," kata Jimhur ditemui di Surabaya pada Rabu lalu, 4 Nopember 2015.
Mengapa harus Madura jadi provinsi baru? Jimhur mengklaim bahwa pembentukan provinsi Madura itu tak dapat ditawar lagi. Madura merasa dianaktirikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur selama ini.
Dia mencontohkan, pendapatan dari berbagai hasil bumi dan tambang hanya lima persen, selebihnya masuk kas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat.
"Jujur, karena kita kecewa selalu dianaktirikan. Misalnya, dalam pendidikan. Faktanya masih banyak penduduk yang buta huruf. Soal kesehatan juga masih terbelakang. Juga soal kesejahteraan. Pemenuhan lapangan pekerjaan juga terbelakang," katanya.
Banyak warga Madura yang mengais rezeki di luar Madura meski sudah ada Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura), yang dahulu diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di pulau garam itu.
"Semangat Madura harus menjadi provinsi ini murni tuntutan hati nurani rakyat untuk menuju dan mewujudkan hidup sejahtera, lebih layak," katanya. (asp)