Industri Kreatif, Potensi yang Menjanjikan
VIVA.co.id - Industri kreatif telah menjadi perhatian pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini makin digalakkan pemerintah, karena memiliki kontribusi bagi pertumbuhan industri nasional.
Pemerintah pun mengakui dan mengapresiasi peran pelaku industri kreatif. Selain nilai ekonomi, para pelaku industri ini juga memperkuat citra produk Indonesia yang ramah lingkungan.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengakui peran pelaku industri tersebut. Misalnya, ia menyebutkan pelaku industri bidang tenun dan batik punya komitmen memanfaatkan bahan ramah lingkungan.
Menteri Saleh pun mengapresiasi semangat melestarikan kekayaan adat dan kearifan lokal Indonesia melalui penggunaan serat dan warna alami.
Dia memaparkan, pada 2014, indeks inovasi global Indonesia menempati peringkat 87 dari 126 negara, berdasarkan hasil survei Institute European d’Administration des Affairs (Insead), meningkat dari peringkat 99 pada 2012.
Sementara itu, peringkat ekspor barang kreatif Indonesia naik ke peringkat 25 pada 2014 dari peringkat 85 pada 2013. Data statistik menunjukkan kontribusi industri kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) dari tahun ke tahun terus meningkat.
Pada 2013 sebesar 6,9 persen, lalu meningkat menjadi 7,6 persen pada 2014, dan tahun ini diperkirakan mencapai delapan hingga sembilan persen. Menurut Saleh, hingga Juni 2015, sumbangan industri kreatif terhadap PDB telah mencapai 6,3 persen, atau Rp104,73 triliun.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sub sektor kerajinan dengan laju pertumbuhan ekspor sebesar 11,81 persen. Kemudian, disusul oleh produk fashion dengan pertumbuhan 7,12 persen, periklanan sebesar 6,02 persen, dan arsitektur 5,59 persen.
Potensi industri kreatif yang seksi itu lah yang kemudian mendorong pemerintah membentuk badan khusus yang mengani masalah ekonomi kreatif yang disebut Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Badan ini sengaja dibentuk Presiden Jokowi untuk memajukan industri kreatif. Pemimpin badan ini, Jokowi telah menunjuk Triawan Munaf. Bekraf didirikan pada awal tahun ini.
Bekraf mengoordinasi industri keratif yang meliputi sub sektor yang terdiri atas aplikasi dan game developer, arsitektur desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, film animasi video, fotografi, kriya (kerajinan tangan), kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio.
Triawan mengatakan, pemerintah Indonesia sangat mengapresiasi warga Indonesia untuk berkreasi. Dia mengatakan, Bekraf, didirikan sebagai badan yang tujuan jangka pendeknya adalah untuk membangun industri kreatif.
Sementara itu, dalam jangka panjang, kata dia, pemerintah ingin karya kreatif Indonesia mendunia.
"Dalam jangka panjang, kita ingin karya kreatif Indonesia menjadi etalase di lintas dunia, agar karya anak Indonesia bisa bersaing secara universal," ucapnya dalam sebuah acara kreatif yang digagas platform pesan instan, Line, Kamis 5 November 2015 di Jakarta.
Ayah Sherina Munaf ini mengatakan, dalam usia seumur jagung, Bekraf harus menghadapi tantangan kondisi krisis dan pelambatan ekonomi Indonesia dan global, dalam membangun industri karya kreatif.
"Mudah-mudahan krisis ini ada hikmahnya. Krisis saat ini bisa timbulkan kreasi yang belum terpikirkam selama ini," ujar Triawan usai diskusi aplikasi Printerous di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu 9 September 2015.
Situasi krisis ekonomi Indonesia mengingatkan Triawan pada kondisi ekonomi pada 1998. Saat itu, warga memiliki tantangan yang berat.
Tapi, kata Triawan, saat itu masyarakat bisa bertahan dengan guliran para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM). Untuk itu, Triawan berharap pelaku ekonomi kreatif saat ini bisa terinspirasi dengan kondisi 1998.
"Pelaku ekonomi kreatif harus kembangkan cara-cara modern. Ini harus jadi tulang punggung," ujar Triawan.
Ia mengaku ingin belajar dari keberhasilan Korea Selatan dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif.
"Orang Korea bilang kepada saya, mereka butuh waktu panjang untuk membangum ekonomi kreatif. Tapi, saya ingin kita bisa lebih cepat dari mereka," ujar dia.
Kompetisi Kreatif
Bicara soal kemampuan menghasilkan karya kreatif, khususnya sektor film animasi video, fotografi memang sangat menggiurkan. Kebanyakan kaum muda Indonesia banyak berkarya dalam bidang ini.
Misalnya saja dalam kompetisi kreatif yang diselenggarakan Line pada pekan ini. Kompetisi ini telah menyedot puluhan ribu kreator. Triawan mengatakan, jumlah kreator asal Indonesia yang karyanya dipajang di Line mencapai 24.738 orang dan jumlah stiker mencapai 135.916 stiker.
Untuk itu dia berharap, agar kreator harus bisa menciptakan karakter berupa stiker atau lainnya yang universal.
Karena, secara keseluruhan kreator bangsa menciptakan karakter kreasi dari lokal.
"Sudah saatnya para kreator bisa menciptakan kreasi yang universal. Sekarang mereka menghidupkan karakter lokal, nanti kemudian bisa menciptakan karakter universal, agar bisa bersaing di internasional," katanya.
Triawan mencontohkan seorang kreator bisa mendapat penghasilan dari profesinya itu sebesar Rp598 juta setahun. Bahkan, dikatakan satu ciptaan kreasi saja bisa menghidupi kreator berpuluh-puluh tahun.
"Satu ciptaan bisa memberikan kehidupan bagi keturunannya berpuluh tahun mendatang, itu kreasi bisa menjadi tulang punggung kesejahteraan bagi para kreator Indonesia," katanya.
Kisah menarik dalam kreator kaum muda yang iseng menciptakan karya yaitu Rizka Amalia. Karya stikernya memenangani kompetisi Line. Padahal, ide karyanya cukup sederhana.
Rizka yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemprov DKI Jakarta itu mengatakan, ide membuat stiker itu timbul karena pengalamannya menjalani kehidupan sebagai anak indekos.
"Awalnya aku berpikir, tema apa ya, yang Indonesia banget, yang lagi nge-trend. Awal kepikiran itu 'ngojek' terus ngalir saja, akhirnya karena saya anak indekosan, jadi stikernya tidak jauh dari tema itu," ujar Rizka kepada VIVA.co.id, Kamis 5 November 2015 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta.
Seperti stiker di Line yang kini sudah tersebar, Rizka membuat stiker dengan tulisan "ngojek aja". Mantan mahasiswi jurusan hubungan internasional di Universitas Padjajaran itu mengungkapkan teman-temannya pun menilai, stiker besutannya sama persis dengan apa yang dialami temannya sebagai anak indekos.
Lalu, Rizka mengatakan, stiker lain yang menjadi favorit teman-temanya adalah "semua akan resign pada waktunya" dan "temenin gue kondangan".
Untuk menciptakan karya kreatif, menurut dia, tak begitu susah. Meski dia berlatar belakang jurusan Hubungan Internasional, ia tak begitu kesulitan membuat karya stiker untuk dipajang di platform Line tersebut.
Dikatakan, proses pengerjaan stiker dimulai dengan "sketch" terlebih dahulu, kemudian kata ia disalurkan melalui "photoshop'".
"Karena stikernya dari kehidupan aku sehari-hari, jadi tidak ada kesulitan. Cuma butuh dua hari dalam pengerjaannya," katanya.
Akhirnya, setelah menyisihkan ribuan peserta, karya Rizka menjadi salah satu pemenang kompetisi kreatif Line tersebut. Sebagai pemenang kedua, Rizka mendapatkan uang tunai Rp40 juta.
Tak hanya itu, karya stiker kreatifnya akan dipakai Line hingga April 2016. Dan pengguna Line bisa mengunduhkan secara gratis sampai April tahun depan.
Bicara soal potensi kreasi, kaum muda Indonesia dipandang sudah banyak ide. Tapi, tantangannya yaitu bagaimana mewujudkan ide tersebut bisa menjadi karya kreatif yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh publik.
Pendiri dan Chief Community Officer Kaskus, Andrew Darwis, mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ekonomi kreatif, khususnya bagi para pemuda.
Â
Para pemuda Indonesia dikatakan memiliki banyak ide kreatif. Namun, sayangnya, kreativitas itu terbenam oleh rasa malas yang menyelimuti kaum muda.
Â
"Hambatan terbesarnya adalah rasa malas itu sendiri, sebenarnya idenya keren-keren, tetapi mereka tidak ada yang berani memulai. Intinya tidak mau memulai. Mesti didorong, ada ide jalanin," ujar Andrew pada Jumat 6 November 2015 di Kantor Kaskus, Jakarta Selatan.
Â
Di sisi lain, Andrew menyatakan industri kreatif yang besar bisa juga menjadi pemicu semangat bagi para pemuda.
Andrew mengatakan, agar tidak menjadi "pemalas", kaum muda Indonesia perlu dirangsang dengan ikon kisah sukses dalam membangun karya kreatif. Menurut dia, Indonesia perlu perusahaan ikon yang besar dan sukses membangun karya kreatif, sehingga memancing kaum muda Indonesia.
Ia pun menerapkan ide agar pemerintah membuat suatu mentoring perusahaan bagi pemuda, agar bisa menjadi contoh ikon dan penyemangat bagi para pemuda.
Andrew tak menampik bahwa hak cipta diperlukan setelah seorang yang turun ke industri kreatif. Kendati selama ini, banyak orang yang tidak melakukan itu.
"Indonesia masih dikit banget yang daftar hak cipta, tahun lalu hanya 16 (industri kreatif) yang mendaftar hak cipta. Sedangkan di Jepang dan Amerika itu ratusan setiap bulannya," tutur Andrew.
Â
Untuk itu, ia berpesan kepada para pelaku industri kreatif Indonesia agar pantang menyerang dalam membuat dan mengembangkan karya.
Terkait perlindungan industri kreatif, pemerintah menegaskan komitmennya.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, pada Agustus 2015 bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara telah mengeluarkan produk hukum yang melindungi industri kreatif, yaitu peraturan bersama Menteri Hukum dan HAM RI, No 14 Tahun 2015, Menteri Komunikasi dan Informatika No 26 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Penutupan Konten dan/atau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak terkait Dalam Sistem Elektronik.
Peraturan itu, salah satunya untuk melindungi pelanggaran hak cipta di bidang perfilman.
Dirjen HAKI Kemenkumham, Ahmad M Ramli mengatakan, film merupakan area paling berisiko terkena kasus pelanggaran hak cipta. Belum lagi untuk membuat film butuh waktu dan proses panjang. Belum lagi proses pembuatan film bisa mencapai Rp5-10 miliar.
"Ini tidak baik untuk perkembangan industri musik, film, dan inovasi lainnya bidang ekonomi kreatif. Ini perlu dilindungi," ujar Yasonna.