LRT, Obat Frustasi Kemacetan Ala Pemerintah Jokowi
- www.hssgroup.com
VIVA.co.id - Macet di Jakarta bikin pemerintah pusat turun tangan. Beberapa langkah untuk urai kemacetan dibuat. Salah satunya menambah transportasi massal.
Tujuannya, agar warga meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke
transportasi umum.
Setelah sekian lama dirancang, akhirnya Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT), atau kereta api ringan.
Bertempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rabu 9 September 2015, didampingi beberapa menteri dan gubernur, Jokowi melakukan groundbreaking, atau peletakan batu pertama pertanda dimulainya pambangunan LRT.
Nantinya, LRT terintegrasi di Wilayah Jabodetabek. Rute pertama yang dibangun PT Adhi Karya Tbk, adalah Cibubur-Cawang-Dukuh Atas.
Groundbreaking dengan rute sepanjang 24,2 kilometer ini akan dibangun untuk tahap 1A. Sedangkan untuk pembangunan tahap kedua, atau IB, BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur ini akan mengerjakan rute Bekasi Timur-Cawang-Dukuh Atas sepanjang 17,9 km.
LRT yang nantinya akan menghubungkan langsung wilayah-wilayah penyangga DKI Jakarta ini, diharapkan bisa menjadi alternatif transportasi baru bagi masyarakat yang tinggal sekitaran Ibu kota.
Diharapkan, dengan adanya pembangunan ini, warga yang tinggal di Bekasi, Tangerang, dan Depok, atau Bogor bisa terbantu. LRT juga akan terintegrasi dengan KRL dan MRT.
Jokowi menceritakan awal dimulainya rencana pembangunan LRT ini. Saat 2012, saat itu masih menjabat gubernur DKI Jakarta, dia dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama (kini gubernur DKI) bertemu direktur utama Adhi Karya, langsung membahas rencana pelaksanaan proyek ini.
"Enggak tahu berapa kali ketemu, saya sudah lupa. Hampir tiga tahun proyek ini digagas. Sebetulnya, saya lihat sudah matang, tetapi saya tidak tahu kenapa tidak bisa dimulai," kata Jokowi.
Setelah tiga tahun itu tanpa kejelasan, Jokowi yang dipercaya menjadi Presiden pada 2014, langsung bergerak cepat. Dia bertemu dirut Adhi Karya dan Ahok yang sudah menjadi gubernur DKI. Semuanya sudah siap dijalankan.
Saat itu, Jokowi bertanya kenapa tidak dijalankan? Ternyata ada satu masalah, yakni butuh Peraturan Presiden (Perpres). "Beri waktu dua hari, saya buat, saya berikan," kata Jokowi.
Hingga akhirnya, pada 2 September 2015, Perpres itu diteken Presiden Jokowi. "Sekarang 9 September 2015, enam hari setelah Perpres saya tanda tangani. kita sudah berkumpul untuk memulai proyek ini," katanya.
Namun, kini tidak hanya bertiga. Tetapi, semakin dikembangkan dengan pembahasan bersama baik dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, maupun Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Ide bangun LRT
Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk, Kiswodarmawan, mengatakan menurut hasil survei trafik yang dilakukan beberapa instansi pada 2013, disebutkan arus kemacetan kendaraan yang masuk ke DKI, terbanyak dari dua tempat.
"Arus kendaraan yang masuk ke Jakarta itu mayoritas dari Cibubur dan Bekasi," kata Kiswodarmawan.
Melihat hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menunjuk perusahaan pelat merah ini untuk membangun solusi kemacetan yang ada di Jakarta.
"LRT merupakan salah satu moda transportasi massal berbasis rel yang ramah lingkungan dan pembangunannya dilakukan secara elevated di atas tanah ruang milik jalan tol dan non tol," kata dia.
Kiswodarmawan mengatakan, pemanfaatan lahan tersebut memungkinkan pembebasan lahan seminimal mungkin, sekaligus mengoptimalkan lahan yang telah dimiliki oleh pemerintah.
Menurutnya, nantinya kereta api ringan yang beroperasi tersebut memiliki kecepatan 60-80 kilometer per jam dan menggunakan daya listrik 1.500 VDC.
"Powernya 1.500 VDC, sama seperti kereta commuter line (CL) dan track-nya sama seperti commuter line," kata dia
Sentil Ahok
Dalam kemepatan itu, Jokowi juga menyentil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal proyek LRT Jakarta. Jokowi meminta Ahok, segera mengerjakan proyek itu. Bahkan, kalau bisa bersamaan dengan proyek LRT nasional.
Pembangunan serentak, kata Jokowi, diperlukan untuk menyelesaikan problem macet di jalan-jalan Jakarta. Ahok yang ditemui di Balai Kota DKI usai groundbreaking LRT Cibubur-Cawang, menegaskan akan segera menjalankan proyek tersebut.
Rencana semula, sebetulnya, pencanangan proyek itu akan dilakukan bersamaan dengan pencanangan proyek pembangunan Wisma Atlet Asian Games 2018. Persisnya, pertengahan September 2015.
Sementara itu, untuk konstruksi fisik moda transportasi LRT Jakarta, Ahok mengatakan, baru bisa dilaksanakan Januari 2016.
DKI harus melaksanakan lelang terlebih dahulu, untuk menentukan perusahaan yang berhak membangun infrastruktur. "Kita mau lelang dulu, berarti baru bulan Januari groundbreaking-nya," ujar Ahok.
Ahok juga berjanji pembangunan LRT tidak akan mangkrak seperti pembangunan moda transportasi monorel. Menurutnya, pembangunan moda transportasi LRT dijamin oleh pemerintah pusat. Pembangunannya menggunakan dana APBN dan dana APBD.
Setiap aset yang terbangun dan sumber daya yang dipergunakan adalah milik pemerintah. Tidak akan ada lagi sengketa kepemilikan aset seperti yang membuat pembangunan monorel terhambat.
"Ini udah enggak mungkin ribut kayak dulu lagi. Semua yang dibangun kan, jadi milik pemerintah. Kalau monorel, pencanangan batu pertamanya malah jadi batu nisan," ujar Ahok di Balai Kota DKI.
Seperti diketahui, pengembangan LRT oleh Pemprov DKI di dalam kota akan meliputi tujuh rute. Kebayoran Lama-Kelapa Gading sepanjang 21,6 kilometer, Tanah Abang-Pulo Mas sepanjang 17,6 kilometer.
Kemudian, ada rute Joglo-Tanah Abang sepanjang 11 kilometer, Puri Kembangan-Tanah Abang sepanjang 9,3 kilometer, Pesing-Kelapa Gading sepanjang 20,7 kilometer, Pesing-Bandara Soekarno-Hatta sepanjang 18,5
kilometer, dan Cempaka Putih-Ancol sepanjang 10 kilometer.
Desain LRT dalam kota akan diserahkan kepada BUMD DKI Jakarta. Tujuh rute itu diperkirakan menelan anggaran kurang lebih Rp60 triliun, atau sekitar Rp8,5 triliun untuk setiap rutenya.
Rute perjalanan
Pembangunan LRT akan dilakukan secara bertahap, dengan total panjang 83,6 kilometer. Tahap I meliputi lintasan layanan Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas. Ada 18 stasiun dengan panjang lintasan mencapai 42,1 km.
Sementara itu, tahap II, Cibubur-Bogor, Dukuh Atas-Palmerah-Senayan, dan tahap III membangun jalur Palmerah-Grogol. Dua tahap ini dibangun dengan total panjang 41,5 kilometer.
Rencana pembangunan LRT Jakarta muncul saat Monorel Jakarta tersendat pengerjaannya dan belakangan dipastikan dibatalkan. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, lebih memilih Light Rail Transit (LRT) dibandingkan monorel.
Saat Adhi Karya mengajukan pembangun monorel Cibubur-Cawang-Grogol dan Bekasi-Cawang, Presiden Joko Widodo kemudian memerintahkan untuk diubah menjadi LRT. Transportasi ini dipilih, karena lebih mudah terintegrasi dengan moda lainnya seperti MRT dan KRL. Sedangkan monorel, memiliki populasi sedikit karena teknologinya tertutup.
Nantinya akan ada tiga gerbong LRT dalam setiap keberangkatan. Kecepatannya, 60-80 km/jam dengan power DC 1.500 volt. LRT dibangun atas kerja sama BUMN dengan BUMD, seperti Jasa Marga, PPD, RNI, Bulog, JakPro, BNI, Bank Mandiri, dan BTN. Kerja sama juga meliputi pengembangan lahan untuk TOD properti sepanjang lintas pelayanan LRT, pembiayaan, konstruksi, dan operasional.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko, Selasa 8 September 2015, mengatakan cara yang paling ampuh untuk bisa menarik masyarakat, agar bisa menjadikan LRT sebagai sarana transportasi utama di kemudian hari, yaitu dengan memberikan tarif murah pada tiket LRT.
"Tarif idealnya antara Rp10 ribu hingga Rp15 ribu," kata Hermanto di kantor Kemenhub, Jakarta.
Menurut dia, agar tarif murah ini nantinya bisa terealisasi, perlu dilakukan beberapa langkah. Hal ini, karena pada saat ini proyek pembangunan LRT akan ditanggung seluruhnya oleh PT Adhi Karya Tbk.
Namun, jika sampai pengoperasian LRT ini tetap dipegang Adhi Karya, nantinya tarif angkutan massal ini akan mencapai Rp37.500. Dengan begitu, setelah proyek ini dibangun, pemerintah akan membeli seluruh proyek LRT ini, sehingga harga tiket bisa ditekan.
"Kalau sekali jalan, dia harus bayar Rp37.500, maka bolak balik dia harus keluarkan lebih dari Rp70 ribu. Ini pasti akan memberatkan," kata Hermanto.
Ia menambahkan, untuk menekan besaran tarif ini, maka pemerintah memutuskan untuk membiayai pembangun prasarana LRT dengan porsi 70 - 80 persen. Dengan demikian, tarif LRT diperkirakan bisa dipangkas lebih dari setengahnya.
"Makanya untuk prasarana sebesar 70 - 80 persen dari total cost dibiayai pemerintah. Sedangkan sarana dibiayai swasta (setelah tender). Paling tidak, bisa sekitar Rp10 ribu - Rp15 ribu. Tetapi, kita hitung lagi. Ini (biaya tarif) ditekan, karena biaya investasinya sudah berkurang," kata Hermanto.
Namun, tidak menutup kemungkinan pemerintah memberikan subsidi berupa public service obligation (PSO), jika nantinya tarif LRT dianggap terlalu tinggi. Hal ini mengingat, moda transportasi lain seperti KRL Jabodetabek juga masih mendapatkan PSO.
"Tiket kalau masih tinggi misalnya Rp20 ribu, tetapi kita maunya Rp10 ribu, maka memungkinkan ada PSO Rp10 ribu. Tetapi, kita usahakan tidak ada PSO," ujarnya. (asp)