Uang Muka Rendah Tak Jamin Otomotif Moncer
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Bagi sebagian orang, pergantian tahun dari 2014 ke 2015 dianggap sebagai awalan untuk memulai hidup baru. Ada yang melangsungkan pernikahan, ada pula yang mulai bekerja di perusahaan baru.
Apapun alasannya, mereka semua berharap, kehidupan mereka pada 2015 akan jauh lebih baik ketimbang tahun sebelumnya.
Sayangnya, banyak yang harus menelan kekecewaan. Meski mendapat pekerjaan dengan gaji yang lebih layak, uang yang diterima setiap bulan tetap belum mencukupi untuk mendapatkan kualitas hidup seperti yang diinginkan.
Banyak faktor yang memengaruhi kondisi perekonomian Indonesia tahun ini, yang membuat banyak orang harus menunda mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Perubahan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan kondisi ekonomi global yang melemah adalah sebagian dari faktor-faktor yang dimaksud.
Banyak orang berharap, pemerintah akan memiliki solusi untuk memecahkan masalah klasik ini. Namun, hingga memasuki pertengahan tahun, pertumbuhan perekonomian Indonesia melambat.
Bank Indonesia pun tetap menahan suku bunga acuan pada angka 7,5 persen, semata-mata demi menahan laju inflasi.
Makin lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM non subsidi ternyata cukup berpengaruh pada inflasi, yang saat ini dijaga agar terus berada di angka empat plus minus satu persen.
Salah satu yang paling terkena dampak dari melemahnya perekonomian Tanah Air tahun ini adalah sektor otomotif. Sejak awal 2015, penjualan kendaraan roda empat atau lebih tidak pernah menyentuh angka 100 ribu unit setiap bulannya.
"Kami laporkan ke Wapres (Wakil Presiden) mengenai perkembangan penjualan periode yang sama tahun lalu, sampai saat ini bahwa ada penurunan ‎untuk penjualan whole sale (pabrikan ke distributor) 16,6 persen," kata Chairman Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Sudirman M Rusdi.
Sementara itu, Sudirman menambahkan, untuk penjualan retail sale (dari distributor ke konsumen) turun 13,7 persen. Penyebabnya karena situasi ekonomi yang buruk sehingga daya beli masyarakat menurun.
Meski tidak separah roda empat, penjualan kendaraan jenis roda dua juga tidak bisa dibilang sehat. Bahkan, penjualan Mei 2015 turun sekitar 20 persen dibanding bulan sebelumnya. Untungnya, jelang Lebaran tahun ini, penjualan motor tampak sedikit membaik.
"Lebaran ini cukup bagus dibanding bulan sebelumnya, kami sudah menunjukkan pertumbuhan sekitar 26 persen dari bulan kemarin (Mei 2015), sekitar 26-36 persen," ujar Senior Vice President Adira Finance, Sugianto, saat diwawancara VIVA.co.id beberapa hari lalu.
Hal ini dinilai wajar oleh Sugianto, karena setiap memasuki bulan Ramadhan, kenaikan pasti terjadi setiap tahunnya.
"Tapi, memang tren di Indonesia, Lebaran selalu mengalami kenaikan. Lalu, untuk bulan setelah Lebaran turunnya cukup lumayan, dan akan naik lagi, lalu mulai flat,” Sugianto menjelaskan.
Dia menuturkan, kenaikan penjualan akan kembali terjadi, diprediksi pada September mendatang. "Rebound-nya dua bulan setelah Lebaran itu, September lah," katanya.
Stimulus dari pemerintah dan swasta
Meski mengeluarkan beberapa kebijakan yang cenderung memberatkan masyarakat, khususnya mereka yang kondisi perekonomiannya golongan menengah ke bawah, pemerintah juga berusaha membuat penangkalnya.
Salah satunya adalah dengan mengurangi besaran uang muka atau down payment (DP) yang harus dibayarkan konsumen saat membeli kendaraan dengan sistem kredit, yang aturannya baru saja dikeluarkan oleh Bank Indonesia beberapa waktu lalu.
Dalam aturan tersebut tertera, besaran uang muka yang harus dibayarkan konsumen jika hendak membeli kendaraan jenis roda dua melalui sistem kredit adalah sebesar 20 persen. Sementara itu, untuk mereka yang ingin membeli kendaraan jenis mobil pribadi, maka besaran uang mukanya adalah 25 persen.
Sebelumnya, konsumen harus menyerahkan pembayaran uang muka sebesar 30 persen untuk membeli mobil pribadi dan 25 persen untuk sepeda motor roda dua. Aturan ini ditetapkan pada 2012 silam untuk menyiasati besarnya minat masyarakat dalam hal pembelian kendaraan secara kredit.
Selain menurunkan uang muka, langkah BI mempertahankan suku bunga di angka 7,5 persen ternyata juga berpengaruh pada suku bunga kredit kendaraan bermotor (KKB) perbankan.
Menurut data yang didapat VIVA.co.id di situs resmi PT Bank Central Asia Tbk (BCA), suku bunga KKB ditetapkan sebesar 4,99 persen untuk tenor empat tahun, lebih rendah dari suku bunga deposito.
Dengan penurunan ini, diharapkan masyarakat akan tergerak untuk kembali membeli produk-produk yang ditawarkan oleh pemain industri otomotif.
Tanggapan pelaku bisnis
Beberapa pelaku bisnis otomotif mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal kemudahan kepemilikan kendaraan. Salah satunya adalah PT BMW Indonesia, yang mengaku setengah dari konsumen mereka memakai jasa pembiayaan tersebut.
“Banyak pembeli BMW yang memakai financing. Dengan seperti itu, diharapkan bisa sangat membantu penjualan BMW,” ucap Vice President Sales PT BMW Indonesia, Jentri W Izhar.
Tanggapan positif juga datang dari PT Krama Yudha Tiga Berlian Motor (KTB), agen pemegang merek Mitsubishi di Indonesia.
Menurut Group Head Mitsubishi Motors Marketing Division PT KTB, Imam Choeru Cahya, pengaruh penurunan uang muka akan bagus ke penjualan. Karena berdasarkan tren paket pembiayaan sekarang, konsumen lebih memilih paket uang muka murah dibandingkan dengan paket lainya.
Namun, Imam memprediksi, efek dari peraturan penurunan uang muka ini baru bisa dirasakan kira-kira satu atau dua bulan ke depan.
“Berdasarkan informasi yang kami terima, peraturan BI ini baru dikeluarkan pekan ini, dan diperlukan waktu untuk sosialisasi, lalu mulai diimplementasi ke seluruh leasing, perbankan, dan masyarakat,” ujar Imam.
Penurunan besaran uang muka yang harus dibayarkan konsumen memang terlihat memudahkan mereka untuk membeli kendaraan. Namun, pada kenyataannya, tidak semua pihak melihat hal ini sebagai cara untuk mendongkrak penjualan.
Menurut salah satu pengamat otomotif, Suhari Sargo, proyek-proyek infrastruktur yang masih belum terlaksana, terutama di daerah-daerah turut memberikan andil terhadap pelemahan ekonomi.
Suhari memprediksi, momentum Lebaran tak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap penjualan. Penurunan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor dinilai belum terlalu memikat masyarakat saat ini.
"Sebenarnya, kelonggaran pada LTV (Loan to Value) ini tentu menjadi angin segar pabrikan mobil, tapi kan harus dilihat juga faktanya. Pasar mobil yang laris itu datang dari kalangan menengah ke bawah, itu dilihat dari mobil-mobil yang laku. Jadi, LTV belum akan berpengaruh," kata Suhari.
Hal senada juga diungkapkan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Ketua Umum AISI, Gunadi Sindhuwinata, mengatakan, saat ini yang memengaruhi jebloknya penjualan adalah daya beli masyarakat yang menurun.
“Apabila hanya uang muka saja (yang diturunkan), tidak akan terlalu berpengaruh. Bagaimana dengan cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan?” ujar Gunadi.
Sales and Promotion PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI), Bobby Bharata, mengungkapkan hal yang serupa. Menurut dia, yang bisa membuat konsumen tertarik untuk kembali membeli kendaraan adalah cicilan yang ringan, bukan uang muka rendah.
“Karena kita belum tahu secara pasti, jadi masih menerka DP murah itu cicilannya bagaimana. Paling, ya, mungkin hampir sama saja dengan sistem saat ini, cuma saya rasa sih, penurunan DP itu akan ditambah ke cicilan. Dibandingkan DP, mending cicilan yang diturunkan,” tutur Bobby.
Ubah strategi penjualan
Tanpa ada kepastian mengenai kapan berakhirnya masa suram penjualan produk otomotif di Indonesia, para produsen mau tidak mau harus mengubah strategi penjualan. Mahalnya biaya impor beberapa komponen akibat melemahnya rupiah membuat produsen mobil dan motor mau tidak mau menaikkan sedikit harga jual.
Upaya ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa produsen sepeda motor. Dari beberapa brosur penawaran yang ditawarkan diler-diler di Pekan Raya Jakarta Kemayoran, terlihat kenaikan harga beberapa tipe sepeda motor.
Salah satu langkah yang diambil produsen adalah meningkatkan pelayanan purna jual pada konsumen. Hal ini dilakukan sembari menunggu menguatnya daya beli masyarakat. Jalinan hubungan yang erat dengan konsumen diperlukan, agar saat ekonomi membaik, konsumen akan tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan.
“Kami hingga saat ini tetap meningkatkan pelayanan, mulai dari proses kredit yang cepat, pelayanan spare part, dan servis pastinya. Karena, kondisi ekonomi yang sulit akan membuat konsumen memiliki banyak permintaan,” ujar General Manager Sales Division PT Astra Honda Motor (AHM), Thomas Wijaya.
Sementara itu, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) memiliki trik khusus untuk menaikkan penjualan sesudah Lebaran. Caranya adalah dengan memberi potongan harga sebesar Rp2,5 juta kepada setiap peserta mudik bareng Yamaha. Potongan harga ini hanya berlaku khusus untuk pembelian motor Yamaha. (art)